Sisi Lemah

Anny mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mencambuk Resha.

Cambukkan pertama Anny tidak menimbulkan raut wajah kesakitan dari Resha. Ia segera memberikan cambukkan keduanya. Resha masih terlihat tenang dengan wajah datarnya.

Nilson tersenyum sangat tipis melihat reaksi Resha yang tampak tenang. Menurut Nilson Resha wanita yang cukup kuat, mengingat dua hari lalu ia baru menjalani operasi kecil kini sudah berani datang ke lokasi untuk melawan musuhnya. Bahkan dengan kecerdikannya, Resha mambu membunuh target. Sementara Anny dan Diaz masih di bawah melawan para penjaga. Nilson tahu bahwa semua ini kesalahan Anny dan Diaz yang tidak hati-hati, namun misi mereka telah selesai. Dan Resha datang tanpa surat perintah yang jelas, tindakan ceroboh itu tidak dapat di terima.

Waktu berlalu begitu cepat. “Seratus,” ucap penjaga yang menghitung cambukkan untuk Resha.

Wajah Anny sangat kesal, sepanjang mendapat cambukkan Resha tidak terlihat merasakan sakit sama sekali. Padahal Anny mengeluarkan seluruh tenaganya. Ia ingin memberikan cambukkan satu kali lagi untuk Resha.

“Berhenti Anny!” tegas Nilson.

Anny mengurungkan niatnya. Dan kembali menyimpan cambuk ke tempat semula.

Resha bangkit dari posisi bersujudnya. seorang penjaga menghampiri Resha untuk membuka borgol. Resha berjalan dengan langkah tegas, dan wajah datarnya melewati Nilson dan Anny.

Sesampainya di ruangan pribadi miliknya Resha cukup terkejut melihat Gilbert yang duduk di sofa. “Selamat siang Tuan,” sapa Resha. Ia membungkuk hormat pada Gilbert.

Gilbert menepuk bagian kursi yang ada di sampingnya. Resha mengikuti keinginan Gilbert dan duduk bersebelahan. Resha tidak berani menatap sorot mata Gilbert yang sangat dingin. Apalagi di saat kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja.

“Bolehkah saya beristirahat Tuan?” tanya Resha. Ia tidak kuasa menahan wajah datarnya di kala tubuhnya merasakan sakit yang teramat.

Gilbert menuntun tubuh Resha untuk rebahan di sofa dan menjadikan pahanya Gilbert sebagai bantalan.

Resha memilih menurut saja, ia tidak ingin bertatapan di saat ia tengah menahan rasa sakit. Akhirnya Resha memilih memejamkan matanya.

Tangan besar Gilbert mengusap puncak kepala Resha yang ada di pahanya. Ia yakin Resha menyembunyikan rasa sakitnya karena tidak ingin terlihat lemah. Seratus kali cambukkan dengan wajah datar bagi Gilbert sangat luar biasa.

Usapan lembut yang di berikan Gilbert meruntuhkan pertahanan Resha. Satu tetes air matanya mengalir begitu saja, dengan cepat Resha menghapusnya.

Resha sudah menjalani hidup yang sangat pahit, tak pernah memiliki sandaran untuk melepas rasa lelahnya. Ia terlihat kuat dan tetap hidup karena dendam yang ada di dalam dirinya. Tak akan ada yang bisa menginjak-injak dirinya lagi. Resha harus tetap kuat meskipun di titik yang menyakitkan baginya.

Gilbert diam membeku kala melihat tetesan air mata Resha. “Ini aku Resha, kekasihmu. Kau tidak perlu memaksakan dirimu untuk terus terlihat kuat. Aku bisa menerima sisi lemahmu,” ucap Gilbert tulus dengan nada dinginnya.

Resha memilih bangkit, ia berjalan menuju kamar mandi tempat ia berganti pakaian.

Gilbert memperhatikan punggung tegap Resha yang hilang di balik pintu. Ia memilih menyusul dan mengetuk pintu kamar mandi. “Queresha,” panggil Gilbert.

“Pergilah, mandiku kali ini akan lebih lama,” jawab Resha dari dalam. Tanpa berniat membuka pintu.

Resha tidak mendengar balasan Gilbert, namun indra pendengarannya menangkap derap langkah yang mulai menjauh. Resha melepaskan kemeja yang ia kenakan, rasanya seluruh punggungnya terasa sangat ngilu. Resha melucuti seluruh pakaiannya. Kini tubuh polos Resha berada di bawah guyuran shower.

Resha terdiam cukup lama, menikmati sensasi dingin serta perih dari luka cambukkannya. Resha mulai membersihkan tubuhnya. Setelah di rasa cukup bersih. Ia masuk ke walk in closet, mengambil kotak P3K dan mulai mengganti perban bekas luka tembakannya yang kembali mengeluarkan darah. Selesai dengan urusan pahanya, Resha mengambil salep untuk mengobati punggungnya. Ia sedikit kesulitan, namun Resha tidak pantang menyerah. Semua area punggungnya yang terkena cambukkan berhasil Resha obati.

Resha membuka lemari tidak banyak pakaian yang ia miliki di sini. Sepertinya Resha harus membeli baju baru untuk ia bertugas. Pilihan Resha jatuh pada dress selutut berwarna merah. Ia keluar dari kamar mandi.

Resha cukup terkejut melihat Gilbert masih duduk di sofa. “Kenapa menungguku?”

Gilbert menengok ke belakang, dan melihat raut wajah Resha yang tampak datar seperti biasanya. Namun terlihat manis dengan dress berwarna maroon yang memiliki lengan panjang yang ia pakai, serta rambutnya yang tergerai bergelombang.

“Aku belum memberimu hukuman,” jawab Gilbert. Ia bangkit dari duduknya. Merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.

“Hukuman apa?” Tanya Resha, ia berjalan menuju meja kerjanya.

“Pergi tanpa seizinku.”

Resha meluapkan hal itu. “Apa hukumannya?” tanya Resha.

Gilbert berjalan ke arah Resha. Ia mengangkat tubuh Resha dan mendudukkannya di atas meja.

Resha dapat melihat wajah datar Gilbert lebih jelas dari dekat. Nafas Resha terhenti saat bibir Gilbert berada di ceruk lehernya. “Kau berhasil membuatku khawatir Queresha Mavelin.”

Resha mengalungkan tangannya di leher Gilbert, ia menekan kepala Gilbert agar menyentuh lehernya. Resha mulai menyukai sensasi aneh saat Gilbert meng’isap lehernya.

Tangan Gilbert melingkar sempurna di pinggang Resha. Ia menarik wajahnya dan melihat tanda yang Gilbert berikan di leher Resha. “Aku tidak suka melakukannya di kantor,” ujar Gilbert.

Resha mengedipkan sebelah matanya, “Ayo kita lanjutkan di tempat lain.”

“Kau mulai nakal Resha.”

Resha tersenyum tipis, ia turun dari meja dan menggandeng Gilbert ke luar ruangan. Namun tersadar akan posisinya, Resha melepaskan tangannya. Namun Gilbert menahannya, bahkan tangan Gilbert kini melingkar di pinggangnya Resha.

Anny dan Diaz membungkuk memberi hormat saat melihat Gilbert dan Resha yang tampak mesra. Meskipun wajah mereka tampak datar seperti biasanya.

Beberapa penjaga pun melakukan hal yang sama. Mereka membukakan pintu untuk Gilbert.

Nilson yang melihat tuannya keluar dari gedung segera menghampiri. “Tuan mau pergi ke suatu tempat?”

Nilson mengikuti langkah Gilbert yang mendekati mobil. Ia segera membukakan pintu untuk Gilbert.

“Ke rumah,” jawab Gilbert datar. Ia membiarkan Resha masuk lebih dulu, lalu dirinya.

Setelah memastikan Gilbert dan Resha masuk, Nilson masuk ke bagian kemudi dan mulai melajukan mobilnya menuju kediaman Gilbert.

Mobil yang di Kendarai Nilson terparkir sempurna di halaman rumah Gilbert. Ia turun dan kembali membukakan pintu untuk Gilbert.

“Kau kembali ke kantor!”

“Baik tuan.” Nilson memperhatikan Gilbert dan Resha yang berjalan memasuki rumah.

Sesampainya di kamar Resha duduk di pinggiran tempat tidur, wajahnya mendongkak menatap Gilbert.

Gilbert membungkuk, tangannya menyelusup ke balik dress Resha. “Apa kakimu masih sakit?”

Resha menempatkan tangannya di atas tangan Gilbert yang ada di pahanya. “Aku bisa menahannya, jika kau bermain lembut.”

Bibir Gilbert menyeringai, ia suka dengan ekspresi genit yang di tunjukan Resha. “Baiklah aku akan bermain lembut, namun jangan salahkan aku jika durasinya lebih lama dari biasanya.”

Terpopuler

Comments

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

any yg bodoh

2023-04-10

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

Any mau nyari gara'

2023-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!