Aku memiliki insting yang kuat, itu yang Wewen katakan padaku. Dia bilang kemampuanku menganalisa sesuatu sangat cocok bekerja sebagai polisi atau detektif sepertinya. Dia orang yang sedikit cerewet, tapi selebihnya dia orang yang sangat baik. Dia bersedia dibayar rendah olehku diawal karena saat itu aku belum menerima royalti dari buku. Sampai saat ini dia lebih seperti hanya membantuku dibandingkan aku membayarnya. Dia berulang kali menyuruhku berhenti di butik dan ikut bekerja dengannya, tapi tetap saja, aku tidak tertarik.
Ponselku berbunyi saat aku sedang menikmati makan malamku. Meletakkan sendok dipiring dan meraih ponsel di meja depan TV. Kenapa Wewen menelfon malam-malam?
"Halo."
"Za ... aku mendapatkan tawaran kerja sama dari polisi, bagaimana menurutmu? aku hebat, kan? hahahaha ... mereka pasti__"
"Selamat! jadi apa urusannya denganku? kalau kamu mau mengajakku, maaf ya ... aku tidak tertarik."
Aku memotongnya dengan jengah, aku sedang lapar tapi dia malah mengganggu.
"Hei wanita anti sosial! setidaknya berbaurlah dengan polisi-polisi itu ... kamu bisa mendapatkan akses informasi lebih mudah jika dekat dengan mereka."
Lagi-lagi dia memanggilku anti sosial. menyebalkan sekali. Aku bukan anti sosial. Aku hanya tidak suka orang berisik sepertinya.
"Kan, kamu ada."
Aku nyaris terkekeh mendengar dia berdecak dengan kesal.
"Bukan begitu ... aku hanya merasa kamu harus terjun langsung, bakatmu itu sangat disayangkan__"
"Aku sedang makan, su__"
Aku reflek berdiri saat menyadari ada seseorang yang melintas di dekat jendela. meski jendela tertutup tirai, aku jelas melihat ada bayangan di sana. Apa penguntit itu semakin berani?
"Za ... ! ada apa disana? hei!"
Aku total abai dengan panggilan Wewen, berjalan pelan mendekati jendela dan menyingkap tirai itu pelan-pelan. Aku melirik ke kiri dan kanan sisi jendela tapi tidak melihat apapun. Lampu di depan rumah tidak terlalu terang sehingga membatasi pandangan.
Apa aku harus memeriksanya keluar?
Aku merasa tidak aman lagi sekarang. Dia bisa saja masuk diam-diam saat aku tidur. Siapa sih sebenarnya laki-laki ini. Apa tujuannya, setelah nyaris dua bulan mengikutiku.
Kembali kedepan TV dan menyambar ponselku. Panggilan masih berlangsung dengan suara Wewen yang memanggil-manggil. Dia terdengar sangat kawatir.
"Seseorang di luar rumahku ... aku tidak tahu siapa."
Wewen sempat terdiam beberapa detik saat aku memberitahukan kekawatiranku. Dia memperingatkan saat aku mengatakan akan melihat keluar.
"Jangan sok berani dan keluar menghadapinya sendirian! Aku akan kerumahmu sekarang."
Telepon dimatikan. Aku bukan sok berani, tapi memang berani. Lebih tepatnya berani mati. Aku memang tidak memiliki rasa takut berlebihan, meski sedikit kawatir terhadap pelecehan, tapi selebihnya aku tidak takut. Aku menguasai beberapa seni bela diri sejak SMA, aku memang mengikuti beberapa club bela diri karena aku bertekat untuk menemukan orang yang membuangku. Aku sendirian, tidak ada yang bisa aku andalkan untuk melindungiku. Karena itu aku harus bisa melindungi diri sendiri.
Sejujurnya, Wewen tidak mengetahui itu. Dia hanya tahu aku wanita anti sosial kelewat berani tampa memikirkan resiko. Aku memang tidak mengatakannya pada siapapun, seperti yang dikatakan Wewen. Aku hidup dengan hanya mengenal segelintir orang.
Aku memutar kunci dan membuka pintu dengan pelan. Siaga pada apapun yang akan menyerangku. Tapi nyatanya, tidak ada seorangpun di depan pintu. Aku melangkahkan kaki keluar, saat itulah aku melihatnya. Dia berdiri disudut rumah, di daerah gelap yang tidak terkena cahaya, aku tidak bisa melihat wajahnya.
"Sangat berani."
Suara rendahnya membuat bulu kudukku berdiri. Apa-apaan dia ini. Kenapa hanya dengan mendengar suaranya aku jadi begini? ini tidak seperti aku yang biasa. Siapa dia?
"Hei! sudah kubilang jangan sok berani!"
Suara wewen mengalihkan atensiku. Wewen berlari dari motornya yang terparkir diluar pagar rumah dan melompati pagar yang aku kunci. Pagarnya tidak tinggi jadi dengan mudah dilompati.
Aku menoleh kembali pada sosok yang tadi berdiri disudut, tapi dia sudah menghilang. Aku kesal sekaligus bersyukur. Kesal karena kedatangan Wewen mengacaukan aku mengejar laki-laki itu, bersyukur karena bisa saja aku celaka karena keberanianku sendiri. Aku bahkan tidak tahu siapa yang sedang aku hadapi.
"Si anti sosial ini!"
"Akh!"
Aku meringis nyeri saat dia menjitak keningku cukup kuat.
"Sudah kubilangkn jangan keluar! dulu kamu bilang penguntitmu itu tidak ada lagi. Apa ini, membohongiku selama ini? "
Inilah kenapa aku memilih berbohong sebulan belakangan ini, dia sangat cerewet dan kekawatirannya berlebihan seperti nenek-nenek.
" Aku kawatir tahu. Cepat masuk! aku akan memeriksa sekitar rumahmu terlebih dahulu."
Dia mendorongku dan menutup pintu. Aku tahu dia pasti memeriksa sekeliling rumah bahkan jalan-jalan di sekeliling rumah ini. Terkadang aku berfikir kenapa dia bersikap sangat berlebihan padaku, tapi aku tahu jawabannya bukan karena dia menyukaiku sebagai wanita. Aku tahu ada sesuatu tapi aku tidak bisa menebaknya. Dia sangat suka mengaturku ini dan itu, cerewet seperti seorang ayah yang sedang menghawatirkan anak perempuannya.
"Aku akan memasang CCTV di setiap sudut rumahmu, juga di depan jalan masuk."
Dia berkeringat sangat banyak, Aku berjalan ke dapur, mengambil air putih dan memberikan kepadanya.
"Tidak perlu, aku akan mengatasi orang itu," jawabku acuh karena aku bertekat mengajak orang itu bicara bila ada kesempatan. Tapi sepertinya jawaban acuhku saat ini berada di situasi yang salah. Belum pernah aku mendapatkan tatapan sedatar dan semarah ini darinya.
" Apa keselamatan lelucon bagimu?"
Aku tahu, aku baru saja salah memilih kata-kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
TaLaVa12
Hai kak aku izin promot ya
aku udah bom like cerita kakak 😊😊 yang semangat kak
jangan lupa mampir di cerita aku Yang Possesive Second Bogfriend ya kak
terima kasih 😊😀🙏🙏
2020-06-02
2