Saat itulah Suri menyadari kalau pria ini tidak tinggi. Terbilang pendek untuk ukuran pria. Tingginya hanya satu dua senti di atas Suri.
Akan tetapi ototnya bikin ngeri. Suri cuma pernah melihat otot sebanyak itu di gym. Orang ini pelatih gym?
Enggak. Enggak mungkin. Suri membantah sendiri, mengamati wajahnya.
Bagaimana yah harus bilang? Dia tampan. Tampan yang ... manis?
Ah, tidak, tidak. Lebih ke arah babyface tapi baby-nya yang tengil.
Betul. Bentuk alisnya saja sudah sangar. Biarpun badannya tidak tinggi menjulang, auranya membuat dia terlihat menakutkan.
"Kenapa lo nolongin gue?"
Dia berdiri cuma buat bertanya itu? Memang tidak bisa dia bertanya sambil duduk?
"Kenapa?" Suri bingung sendiri. "Karena lo sekarat?"
"Terus?" Pria itu menatap sekitaran dengan tajam. "Lo enggak punya uang tapi berani nolongin orang?"
Suri tersinggung. "Sori yah udah nolongin. Kalau udah sehat, lo boleh pulang. Makasih udah mau nginep," ucapnya penuh sarkasme.
......................
Tanjung nyaris terkagum dengan sikap gadis ini. Jujur saja, Tanjung bahkan akan kagum kalau ada orang yang berani menatap matanya tanpa suara, dan gadis ini malah bersikap sarkastik?
Anak yang unik. Tanjung paham kalau dia tidak mengenal siapa Tanjung—lagipula ia bukan artis—tapi tetap saja.
Dia bersikap berani pada apa yang tidak dia ketahui.
"Lo mau ke mana?" tanya Tanjung, mengabaikan ucapan gadis itu.
Siapa tadi namanya? Sahrani?
"Kerja." Gadis itu berbalik, mengambil topi di gantungan dekat pintu.
"Bentar." Tanjung menahan ringisan akibat luka di perutnya. Ia sadar harus segera berbaring, tapi gadis ini membuatnya terlalu penasaran. "Lo enggak usah kerja hari ini."
"Hah?"
"Cuti. Gue bayar waktu lo."
Tanjung serius. Ia perlu tahu banyak hal mengenai orang yang menolongnya tanpa pamrih ini, kan?
Begitu pikir Tanjung, saat justru dia tersenyum paksa.
"Lo mau tau sesuatu, Siapa Pun Nama Elo?" Gadis itu memasang topingnya dengan gestur kesal. "Gue benci duit, jadi makasih. Dah."
Tanjung hampir tidak percaya ia ditolak oleh perempuan. Apalagi perempuan yang nampaknya sekali tendang juga sudah mati.
Tapi anehnya mood Tanjung sedang tidak panas sampai mau menendang orang sungguhan. Jadi Tanjung kembali berbaring, meresapi rasa sakit di tubuhnya yang luar biasa sulit dijabarkan.
Sampai pukul dua belas siang, Tanjung hanya tertidur.
Setelah merasa lebih baik, baru ia kembali beranjak. Tujuannya adalah melihat-lihat sekitaran, paling tidak harus mengenali siapa sebenarnya gadis bernama Suryani ini.
Tunggu, siapa tadi namanya?
"Suriana." Tanjung membaca tulisan di atas kertas di meja.
Begitu tahu siapa sebenarnya nama dia, Tanjung kembali berbaring. Luka di tubuhnya membuat Tanjung merasa hanya bisa berdiri semenit.
Sepanjang sore pula Tanjung berbaring. Cuma sekali beranjak ke kamar mandi, lalu sisanya diam. Jam menunjuk ke pukul setengah dua belas saat Tanjung menengok.
Kenapa gadis itu bekerja sampai larut malam? Rumahnya cuma sepetak kontrakan, kerja malah siang dan malam. Atau memang dia orang bodoh?
Tanjung terus menunggu. Rutin mengecek jam sampai jarum panjang jam menunjuk ke angka empat dan jarum pendeknya menunjuk angka satu.
"Gue kira pergi." Gadis itu bergumam lemah, datang mengecek infus. "Lo ganti sendiri?"
Tanjung tak menjawab. Hanya melihat dia pergi ke kamar mandi, menghilang selama lima belas menit, lalu kembali.
Dia memakai baju kebesaran yang nampaknya baju laki-laki, berbaring begitu saja di lantai dengan satu bantal dan selimut tipis.
Sedikitpun tidak menyuruh Tanjung pergi.
Tanjung tidak paham. Kenapa?
Tidak, Tanjung sungguh tidak paham. Ia hidup di dunia di mana membantu itu omong kosong, berbuat baik itu kotorananjing.
Bagi Tanjung, perbuatan anak kecil ini susah dimengerti.
Atau dia mau minta Tanjung membayarnya nanti?
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments