Tanjung tak menyangka ia masih hidup setelah merasa akan mati.
Seluruh tubuhnya mati rasa, bau darah menyengat di sekitarnya telah hilang, digantikan dengan bau antiseptik.
Rumah sakit? Tidak. Bukan rumah sakit. Ini—
"Sudah sadar?"
Tanjung spontan menoleh, meraih kasar leher seorang pria yang mendekat padanya. "Lo siapa?" tanyanya penuh antisipasi.
"Tenanglah. Ini saya, Dokter Moris." Pria itu terlihat tegang karena lilitan lengan Tanjung di lehernya. "Dokter Moris. Saya pernah ngobatin kamu."
Dokter Moris?
Berkat hal itu, Tanjung melepaskan leher Dokter Moris. Membuat dia langsung menghela napas lega.
"Perempuan yang nyelametin kamu dan nelepon saya," jelas dokter itu.
"Siapa?"
"Bukan seseorang yang mengancam."
Dokter Moris menunjuk seorang perempuan tengah berbaring di tempat tidur lipat dekat ranjang ia berbaring.
"Namanya Suri. Dia kebetulan ngeliat kamu, tapi dia punya masalah pribadi sama polisi, jadi dia enggak mau bawa kamu ke rumah sakit. Omong-omong, dia juga mendonorkan darah buat kamu."
Kenapa seseorang mau melakukan hal seperti itu?
"Tanjung." Dokter Moris memanggilnya. "Kamu butuh bantuan saya pergi dari sini?"
Pandangan Tanjung tertuju pada perempuan itu lagi, berpikir banyak hal di kepalanya.
"Kondisimu sangat buruk. Saya bahkan enggak percaya saya lagi bicara sama kamu sekarang."
Tanjung menutup matanya lagi. "Jangan ngomong apa-apa."
Itu adalah isyarat tidak usah memberitahu siapa pun, entah gadis itu, atau seseorang yang mungkin akan mencari Tanjung nantinya.
Fisiknya lelah, mentalnya lelah. Tanjung hanya ingin beristirahat untuk sekarang.
"Baik. Saya enggak akan terlibat. Akan saya anggap pertemuan ini enggak pernah terjadi."
Itu lebih baik.
...*...
Seseorang pernah berkata pada Suri, menolong orang lain itu pekerjaan yang tidak mudah.
Nyatanya benar.
Pagi-pagi ia bangun, mandi dan bersiap untuk kerja, Suri merasa berat harus pergi ketika ada orang asing berbaring di kasurnya.
Berbagai pertanyaan muncul di kepala Suri. Kenapa ia harus tidur di kasur cadangan karena orang ini? Kenapa ia harus merawat dia padahal mereka tidak kenal? Kenapa Suri harus melakukannya?
Tapi pada akhirnya Suri kalah oleh rasa kemanusiaan.
Tatapan Suri sempat tersita oleh dompet pria itu. Uangnya banyak. Padahal sudah diambil sebagian oleh Dokter Moris, dompetnya masih tebal.
Kalau Suri ambil sebagai biaya perawatan, seharusnya tidak masalah.
Sayangnya Suri tidak melakukan, ingat pesan seseorang.
Dia bilang kalau mencuri, nanti kita juga akan dicuri.
Maka Suri berangkat kerja seperti biasa.
Pertama, mampir ke toko hewan untuk bekerja sebagai tukang bersih-bersih, lalu siangnya menuju kafe tempat ia menjadi salah satu pelayan sampai sore. Malamnya Suri menuju tempat Ayudia, membayar kewajiban sekaligus menemani dia membuat kue.
Ayudia adalah pembuat kue pesanan untuk ulang tahun juga pernikahan. Atau lebih tepatnya, dia desainer kue sementara Suri bertugas membuat adonannya untuk dipanggang.
"Lo enggak istirahat dulu, Ri? Mau langsung pulang?"
"Iya, nih." Suri mengikat tali sepatunya buru-buru. "Ada urusan. Duluan, Yu."
"Eh, enggak ngambil barang dulu?"
"Besok aja."
Suri menatap jamnya berulang kali, tak sadar sekarang sudah pukul setengah dua. Niatnya mau pulang cepat, kenapa malah jadi lebih lambat?
Tempat Ayudia dan apartemen Suri berjarak dekat, jadi bisa dicapai dengan berjalan kaki. Tapi seharian ini Suri capek, tadi hanya makan roti dan minuman kaleng manis, plus ia berlari karena khawatir dirampok.
Apa boleh buat, kan? Segala sesuatu bisa terjadi di kota ini.
Tapi untungnya saat membuka pintu, manusia yang ia tolong masih berada di tempat sama, berada di posisi yang sama pula.
Cuma, Suri harus buru-buru mengganti infusnya yang sekarat juga, sebelum akhirnya bisa tepar di lantai.
Siialan. Suri berusaha mengatur napas dan terpejam risi. Ia lapar. Gatal. Gerah. Intinya capek.
Kenapa pula gue nolongin orang, yah? Perasaan waktu sekolah gue enggak ngambil kelas belajar menolong sesama manusia enggak dikenal.
Memang rada gila dirinya ini. Sudah susah, malah tambah menyusahkan dirinya sendiri.
Sambil mendumel di hatinya, Suri pun terlelap capek.
Tak memerhatikan mata seseorang yang kedepannya akan merusak hari-hari damai Suri.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments