Seharusnya kemarin aku meminta nomor handphone Giandra jadi aku tidak akan dilema seperti hari ini.
Sebetulnya nomor Giandra tertulis di buku konsumen, tapi aku masih merasa tidak sopan jika langsung mengirimkan pesan kepada Giandra, sedangkan ia belum pernah memberikan nomornya.
Sudah 3 hari aku tidak melihat Giandra, hal ini membuat aku seperti kebakaran jenggot. Aku tidak mengerti apa namanya ini, tapi rasanya sangat gelisah sekali.
Makan pun rasanya tidak enak, tidur tidak nyenyak dan aku jadi sering mondar mandir.
" Mas lagi mikir apa sih? Saya perhatiin gelisah banget " Gina bertanya karena mungkin dia risih melihat aku yang mondar mandir di belakangnya.
" Ga lagi mikir apa apa kok gin " aku langsung duduk di meja kerjaku. Mencoba untuk fokus dan mengerjakan handphone konsumen yang rusak.
Selama mengerjakan handphone, aku seperti beberapa kali mendengar suara Giandra. Tapi ketika aku menengok tidak ada siapa siapa.
Akhirnya aku putuskan untuk ke kontrakan, mungkin akan bertemu Giandra di sana.
" Aku ke kontrakan dulu ya Gin ada yang ketinggalan "
" Oh iya mas "
Langsung ku nyalakan motor dan menuju kontrakanku. Sesampainya di depan kontrakan aku melihat ke arah konstan Giandra tapi tidak terlihat dia di sana.
Dan ku putuskan untuk kembali ke counter, baru mau memencet stater Giandra memanggil ku
" Mas Galih " Giandra berjalan dari kostan nya menghampiri aku.
" Mau ke counter ya mas? Aku ikut dong sekalian mau ke kampus " Giandra tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapih.
" Iya mau ke counter, ayo bareng kalo gitu "
Tidak aku sia siakan kesempatan ini, aku langsung meminta nomor telponnya. Giandra langsung memberikan nomornya.
Sesampainya di counter aku tidak berhenti senyum senyum sendiri, sampai Gina terlihat heran melihat aku yang tadinya gelisah sekarang senyum senyum.
Setiap hari kami saling mengirim pesan, bertanya sedang apa dan sudah makan adalah rutinitas kami setiap hari.
Beberapa kali juga kami janjian untuk berangkat bareng dan sekarang setiap aku bonceng Giandra sudah mau memelukku.
Hari ini aku mengajaknya kencan. Kami akan menonton film yang sudah kami tunggu tunggu.
Dia mengenakan baju coklat panjang dan celana putih, membawa tas coklat dan memakai sepatu cokelat.
Giandra selalu mempesona, apa yang dia pakai selalu terlihat bagus.
Sesampainya di bioskop kami menikmati film yang sedang tayang sambil makan popcorn yang sudah kami beli.
Di tengah pemutaran film, Giandra bilang dia kedinginan. Aku berikan jaket yang aku pakai dan kami saling berpegang tangan.
Tangan Giandra sangat lembut, bahkan tangannya saja bisa membuat aku lebih menyukainya.
Setelah nonton kami makan di restoran dalam mall. Membahas film yang tadi kami tonton, Giandra memiliki pengetahuan banyak tentang film.
Sehingga pembicaraan kami hanya membahas tentang film pun tidak ada habisnya.
Aku pikir jika sudah berbagi perhatian setiap hari, beberapa kali kencan dan saling berpegangan tangan artinya kami sudah berpacaran dan tidak perlu untuk menembak lagi, tapi ternyata aku salah.
Di sore hari yang cerah, aku sedang menunggu di depan kostan Giandra, sedang menunggunya berdandan karena hari ini kami ingin ke cafe yang baru buka di pusat kota.
Giandra keluar tidak seperti biasanya, wajahnya tidak ceria, di dalam perjalanan hanya diam saja yang biasanya selalu cerewet.
Aku berfikir keras, kesalahan apa yang aku perbuat sehingga dia bersikap seperti itu padaku.
Berfikir sekeras apapun aku tidak mendapatkan jawabannya. Tadi pagi Giandra masih baik baik saja, masih membalas pesanku seperti biasanya.
Tapi kenapa sore ini dia seperti marah padaku.
Bahkan pada saat memesan makanan di cafe-pun dia hanya bilang terserah. Bingung sekali rasanya.
" Aku perhatiin kamu dari tadi diam aja, kenapa? Aku ada salah? " Akhirnya ku beranikan diri untuk bertanya.
" Ga apa apa kok " Jawabnya acuh sambil tetap tidak melihat wajahku.
Sampai akhirnya kami selesai makan, sikapnya masih dingin kepadaku.
" Aku ada salah sama kamu? " Ku coba bertanya lagi untuk memastikan, kemarahan itu karena aku atau karena hal lain.
" Pikir aja sendiri " Baru kali ini aku melihat wajah Giandra jutek sekali. Sambil meminum vanilla late nya, dia bahkan tidak melihat aku pada saat bicara.
" Kalo aku ada salah, aku minta maaf Gi "
" Memang tau salahnya apa? " Tanya Giandra sinis
Ragu ku jawab " Ga tau " Giandra terlihat lebih marah dari sebelumnya.
" Ga tau salahnya apa kok minta maaf, mas cari tau dulu salahnya apa baru minta maaf " Giandra masih tidak melihat wajahku.
Mungkin dari semua pertanyaan yang pernah orang lain berikan kepadaku, ini adalah pertanyaan yang tidak bisa aku jawab. Sekeras apapun aku memikirkannya, aku tidak tau jawabannya.
Aku mulai me-ingat ingat kemarin kami melakukan apa saja, dan kemarin kami hanya berkegiatan seperti biasanya.
Pagi aku menjemputnya untuk berangkat ke kampus, obrolan kamipun hanya obrolan biasa tidak ads obrolan berat.
Siangnya kami berkomunikasi biasa saja dan sorenya aku antar kembali ke kostan. Tidak ada obrolan yang menimbulkan perdebatan, dan ketika aku antar sampai kostan pun dia masuk ke dalam dengan wajah biasa saja.
Giandra masih menatapku tajam, tanpa bicara dia seperti menunggu jawabanku.
" aku sudah mencoba mengingat, tapi maaf aku ga nemuin jawabannya "
" Iya karena mas ga peka " Walaupun intonasi Giandra tidak tinggi saat mengatakan itu, tapi kalimat itu begitu menusuk hati.
" Coba kamu katakan aku salah apa, biar aku bisa intropeksi diri, kalo kamu marah seperti ini komunikasi kita ga jalan Gi "
Giandra terdiam lama " Aku ini siapanya mas? " Akhirnya dia bicara.
" Siapanya aku? " Tanyaku heran.
" Sudah jawab aja, cuma pertanyaan simple kok "
" Ya pacarku " Ragu ragu ku jawab, karena sebetulnya kami tidak pernah membicarakan hal ini.
" Pacar? Memang mas pernah nembak aku? " Giandra terlihat marah.
" Memang harus nembak ya? Aku pikir kedekatan kita selama ini karena kita berpacaran "
" Itukan pikiran mas. Mana ada cewe yang mau seperti itu "
" Ya terus kamu maunya gimana? " aku masih bingung dengan obrolan ini.
" Ya kamu pikir sendiri " Dia memalingkan pandangannya, seperti malas melihatku.
Rupanya walaupun nilai akademis ku bagus, tapi mengetahui apa yang di mau perempuan sungguh sulit.
Dari obrolan kami tadi ada beberapa hal yang membuat aku bingung untuk melangkah.
Aku tidak tau maksud Giandra marah apakah karena tidak ingin menjadi pacarku atau karena dia mau aku nembak atau dia hanya menganggap ku teman selama ini.
Tanpa sadar selama aku berfikir aku banyak menghela nafas dan itu membuat Giandra tambah marah.
" Mas tuh mikirnya terlalu berat, masa ga ngerti maunya aku " Kali ini nada suaranya lebih tinggi dari sebelumnya.
" Aku harus nembak kamu? " Ucapku ragu.
" Ya menurut mas gimana? " Nada bicaranya mulai menurun.
Disitu aku baru sadar kenapa dia bersikap seperti ini , Giandra mau memperjelas hubungan kami. Jika kami berpacaran maka ia mau untuk aku menembaknya.
Aku tersenyum dan mencoba menatapnya " Gi" Dia tidak menoleh
Aku panggil lagi " Giandra " Kali ini dia menoleh.
" Pacaran yuk " Ku tatap matannya dan raut wajahnya mulai melemah dan dia menangis.
" Mu ngomong gitu aja kok susah banget si mas, aku udah nunggu lama "
" Maafin aku ya sayang " Dan akhirnya drama hari ini selesai.
Giandra sudah kembali riang seperti sebelumnya, kami menikmati live music dengan saling berpegangan tangan layaknya seperti dua orang manusia yang sedang kasmaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments