Mendapati sang putra pulang dari kantor dalam keadaan pakaian yang basah kuyup. Membuat Rohana tersentak kaget.
"El, kamu ini apa apa an. Seperti anak kecil saja." sapa Rohana, yang ketika itu di lewati oleh Gabriel di ruang tamu.
"El ke kamar dulu Ma." jawab Gabriel dengan suara lemah. Tanpa peduli dengan ocehan sang Mama yang kerap memprotesnya beberapa hari ini. Gabriel melangkahkan kakinya menuju kamar.
Tingkah Gabriel makin hari terlihat semakin aneh.
Melihat kelakuan putranya yang semakin hari semakin tidak waras. Dan semakin terlihat seperti orang bodoh. Membuat Rohana makin gusar.
Sejak ditinggal pergi oleh Nandini. Gabriel sering mengunci diri di kamarnya.
Ia bahkan sering tidak makan bersama dengan keluarganya di meja makan.
Jika ia lapar, Gabriel menyuruh art untuk mengantarkan makanan ke kamarnya.
Kamar adalah tempat paling nyaman bagi Gabriel untuk mengurung diri. Dari segala rasa bentuk kekecewaan yang mendalam pada keluarganya terutama sang Mama. Yang sejauh ini belum bisa menerima Nandini dengan baik.
"Aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini Mas. Rasanya aku ingin mati saja berada di rumah ini. Tinggal di rumah besar seperti ini tidak lah membuat aku bahagia. Justru aku seperti tinggal di neraka."
"Sabar sayang, sampai sejauh ini Mas sudah berusaha untuk meyakinkan Mama untuk menerimamu. Tapi mungkin Mama belum bisa benar-benar menerima mu."
"Aku sudah berusaha untuk kuat Mas. Tapi lama-lama, kata-kata mereka selalu tajam ke hatiku. Bahkan mereka dengan terang terangan menghina ku di hadapan Mas El. Menuduh aku mandul, menuduh aku hanya memanfaatkan Mas."
Keluh kesah yang sering di utarakan Nandini padanya jika ia merasa tertekan kembali Gabriel ingat.
Biasanya, Nandini akan menumpahkan semua keluh kesah yang ia rasakan jika mereka telah berada di kamar.
Karena kamar bagi Gabriel dan Nandini adalah satu satunya tempat paling nyaman bagi mereka di rumah itu untuk saling saling mengobrol.
Kamar bagi mereka sudah seperti rumah. Tidak ada bagian ruangan lain di rumah itu yang nyaman bagi mereka untuk bisa bersantai. Karena jika mereka tengah santai di ruangan yang ada di rumah itu. Sang Mama Rohana selalu saja mengusik.
Berjalan dengan langkah lesu. Gabriel membuka lemari pakaian di ruang ganti dan mengambil satu setel pakaian santai untuk bisa ia kenakan.
Biasanya, jika Nandini ada. Nandini lah yang akan menyiapkan baju.
Tidak hanya kehilangan, Gabriel juga kehilangan pelayanan sang istri yang kini dengan setia begitu memperhatikan dirinya.
Ketika ia membuka pintu lemari, baju baju Nandini yang masih tertata rapi di sana kembali membuka luka hati Gabriel teriris.
Gabriel kemudian ingat saat dimana sang istri berkeluh kesah padanya.
Flashback.....
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Gabriel pada sang istri Nandini saat ia memperhatikan sang istri diam tak bicara dengannya.
Gabriel kemudian meletakkan bukunya di atas nakas. Lalu ia mencondongkan tubuhnya dan mengecup dengan lembut pipi mulus Nandini yang saat itu tengah tiduran miring di sampingnya.
"Aku capek Mas. Aku mengantuk. Aku mau tidur awal." jawab Nandini yang sepertinya tidak ingin diganggu. Kemudian ia mulai mencoba memejamkan matanya.
"Apa kamu terluka dengan kata-kata Mama tadi saat di meja makan. Maafkan Mama ya Din. Mas tahu apa yang kamu sedang rasakan. Mas tadi juga merasa sakit hati dengan sikap Mama. Aku bahkan tidak terima dengan semua perlakuan Mama sama kamu. Tapi aku juha bingung Din. Harus bersikap bagaimana. Karena bagaimanapun dia tetaplah Mama ku." ucap Gabriel, yang ingin menghibur sang istri dengan menunjukkan jika dirinya juga memahami apa yang dirasakan sang istri Nandini.
"Terima kasih sudah selalu memahami ku Mas. Tapi ya sudahlah. Kita dari dulu sampai sekarang harus bersikap sabar,sabar, dan sabar kan. Apa lagi yang bisa kita lakukan. Tidak ada kan Mas. Pergi dari rumah ini saja kita tidak bisa." sindir Nandini halus pada sang suami.
"Aku bisa bertahan sampai sejauh ini karena Mas El. Satu satu nya orang yang perhatian dan memperhatikan aku di rumah ini hanya kamu Mas. Aku tidak tau bagaimana jika sikap Mas El berubah."
"Sikap Mas tidak akan berubah terhadap mu sayang."
"Aku harap begitu."
"Kok kamu jadi ragu sama Mas."
"Aku tidak ragu, aku percaya. Tapi kita tidak tau apa yang terjadi kedepannya dengan hubungan kita kan. Tentu dan pastinya aku berharap baik Mas."
"Jangan takut sayang, kamu satu satunya wanita yang ada di hati Mas."
"Terimakasih," Ucap Nandini sambil mengulas senyum tipis.
"Sudahlah mas, aku ingin istirahat. Aku ingin tidur dulu. Jangan ganggu aku." Nandini kemudian mencoba untuk menutup matanya dan tidur.
Gabriel membiarkan sang istri tidur. Ia kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Nandini yang saat itu mengenakan gaun malam.
Gabriel menyelimuti sang istri dan kemudian memberikan satu kecupan ke kepala Nandini.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Flashback on
"Sebelum semuanya terlambat, segera cari istri mu dan minta maaflah. Agar kamu tidak lebih merasa menyesal."
Dan, tanpa pikir panjang. Gabriel langsung menyahut ponselnya yang ada di atas meja dan segera pergi meninggalkan ruang kerjanya. Yang pada malam itu ia sengaja lebur di kantor.
Dengan hati yang sudah bergetar, pikiran yang kacau dan rasa takut akan kehilangan sang istri. Membuat Gabriel melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk segera sampai di rumah.
Setelah mendengarkan perkataan Rafael. Kini pikiran Gabriel terbuka.
"Nandini aku minta maaf." ucap Gabriel di sepanjang perjalanan menuju rumah.
Ia berharap, ia bisa segera minta maaf pada sang istri setelah ia sampai di rumah.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Setengah jam kemudian, Gabriel yang baru saja sampai dan memarkirkan mobilnya di garasi. Langsung keluar dari mobil dan melesat masuk kedalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah. Gabriel menaiki anak tangga dengan langkah cepat untuk menuju kamarnya.
Sampai di depan kamar. Dengan kedua tangannya. Gabriel membuka pintu kamarnya lebar lebar. Karena ia ingin segera melihat wajah sang istri. Yang tadi siang telah ia abaikan dengan sengaja keinginannya untuk bertemu dengannya.
"Nandini." Pangil Gabriel. Matanya nampak memindai seluruh ruangan kamar untuk mencari sosok yang sangat ia ingin temui. Tetapi sosok itu ternyata tidak ada di kamar.
"Nandini!" seru lagi Gabriel. Kemudian ia melangkahkan kakinya untuk lebih masuk ke dalam kamar dan mencari cari sang istri. Tapi tetap, ia tidak bisa menemukannya.
"Nandini. Kamu di mana?" kini suara Gabriel nampak bergetar.
Gabriel kemudian meraih ponselnya dan menghubungi nomor ponsel Nandini. Tetapi nihil, ponselnya tidak aktif.
Saat Gabriel berjalan melewati meja rias. Perhatian Gabriel nampak terfokus pada sebuah benda kecil melingkar yang terletak di atas sebuah selembar kertas.
Begitu Gabriel mendekati meja rias. Dan Gabriel amati dengan seksama. Benda itu ternyata adalah cincin pernikahan antara dirinya dan Nandini.
Dan yang ada di sana adalah cincin milik sang istri Nandini.
Tidak hanya cincin. Nandini juga meningalkan dua buah kartu ATM.
Dengan perlahan, Gabriel mengambil cincin.
"Tidak Nandini."
Melihat di atas meja rias ada selembar kertas yang di dalamnya telah tertuliskan kata kata. Gabriel kemudian mengambil kertas itu dan membacanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Pisces97
baru nyesel sekarang EL kemarin² kemana saja kamu disaat dini membutuhkan perhatian mu kamu malah mengabaikan dia dengan cemburu butamu .cemburu sih boleh tapi jangan berlebihan yang gitu sekarang tinggal penyesalan yang kamu dapat 😅
2023-04-12
0
selena gomez
jangan menyerah El
2023-02-03
2
Tina Nine
Semangat thor...
2023-01-31
3