Katakanlah aku adalah seorang pecinta makanan. Makanan apapun siap aku lahap jika sudah di depan mata. Apalagi kalau makanan pedas, gurih dengan tekstur yang lembut. Lidahku akan bergoyang mengiringi suara gigi yang bergemelatuk ******* makanan yang masuk mulut.
"Aku pernah makan dimsum yang sangat enak, Vee!" kata Reni, temanku adalah seorang food vlogger yang sedang naik daun akhir-akhir ini.
"Kamu sangat antusias! Kenapa tidak kamu rekomendasikan saja dimsum itu pada followers mu?"
"Tidak akan pernah!" seru Reni sambil mengepalkan tangannya.
Sikapnya membuatku bingung. Seorang food vlogger yang pernah menikmati makanan enak, kenapa tidak memberitahu followers nya? Bukankah orang-orang mengikutinya karena ingin mengetahui makanan paling recommended abad ini?
"Mereka lebih butuh saran makanan dari kamu ketimbang aku. You know lah... Meskipun aku bukan food vlogger, tapi sudah banyak makanan yang aku coba. So-"
"Dengarkan aku dulu, please..." Reni memotong kalimat ku dan menggenggam tanganku erat.
"Oke, kamu mau bilang apa?"
"Aku pernah makan dimsum terenak sepanjang hidupku. Tapi setelahnya aku sangat mual"
"Kenapa begitu?" tanyaku heran.
"Karena bahan yang digunakan untuk dimsum itu!"
"Dimsum ayam, udang, sapi, kambing, unta, kelinci, kod-" aku menghentikan kalimatku ketika melihat Reni melirik sebal. "Sorry"
Hening, kamar Reni yang dingin karena AC terasa semakin dingin. Aku ingin menanyakan tentang dimsum lagi. Tapi mungkin percuma. Aku sudah hapal dengan sikapnya. Sekali badmood tetaplah badmood dan sulit mengembalikan mood nya lagi.
"Mmm... aku pulang saja. Ini sudah jam sembilan malam. Takutnya mama sama papa khawatir" kataku sambil memasukkan beberapa tugas yang sudah kami kerjakan ke dalam tas.
"Pergi kesana kalau kamu ingin tau"
Reni menyerahkan secarik kertas. Aku menerimanya dan langsung memasukkan ke dalam tas.
"Jangan lupa tulisannya dibaca!" seru Reni saat mengantarkan ku sampai pintu.
Sampai di rumah, aku segera mengambil secarik kertas pemberian Reni.
Perum Golden Butterfly No. 301
a.n. Dokter Andreas
Sebuah alamat seorang dokter. Aku mengerutkan dahi karena tidak mengerti. Apakah dimsumnya enak karena dibuat oleh seorang dokter? Apakah bahan dimsum merupakan resep rahasia sang dokter? Atau... ah, entahlah.
☠☠☠
Sudah sebulan sejak Reni memberikan alamat Dokter Andreas. Setiap hari pula ia mengingatkanku untuk menyempatkan diri ke sana.
"Kenapa kamu sangat merekomendasikan itu padaku? Sedangkan kamu sendiri mual setelah memakannya" kataku tak mengerti ketika Reni kembali menyuruhku pergi ke tempat Dokter Andreas.
"You are my best friend! Aku tau kamu pecinta makanan. Dan aku yakin kamu akan menyukai dimsum itu. Coba sekali saja makanannya. Setelah kamu tau bahan yang digunakan, kamu boleh memilih kembali makam atau menyudahinya. Terserah!"
"Kenapa kamu tidak mengatakan saja padaku bahan yang digunakan?"
"Biar kamu penasaran!"
"Oke, aku akan ke sana setelah jam kuliah ini. Lumayan hanya satu jam perjalanan dan kita selesai masih siang"
Reni tersenyum lebar mendengar penuturanku. Dasar anak aneh! Dia yang memaksa aku mencoba, tapi tidak mau mengantar dan memberi tau bahan yang digunakan. Padahal dia sendiri mual setelah mengetahui.
Setelah jam kuliah selesai aku segera melajukan mobilku. Ajakan Randy untuk pergi ke kos nya aku tolak. Pacarku memang begitu. Entah apa yang akan dilakukannya ketika kami berada di kos yang sama.
Setelah melakukan perjalanan sekitar satu jam, aku berhenti pada sebuah komplek perumahan. Mataku mulai menatap jeli tulisan nomor pada setiap rumah.
"Bu, maaf numpang tanya. Rumah Dokter Andreas dimana, ya?" tanyaku ketika melihat segerombolan ibu-ibu.
"Mau kuret, ya dek?" tanya seorang wanita tengah baya berbaju merah.
"Hah, kuret? Emangnya biasa gitu?" tanyaku dengan ekspresi kebingungan tentunya.
Beberapa ibu-ibu mulai bisik-bisik di depanku. Entah apa yang mereka katakan. Mungkin mereka menganggapku sedang hamil dan mendatangi Dokter Andreas untuk kuret. Gila! Randy saja pacar pertamaku. Kami belum melakukan apapun selain bergandengan tangan saat di mobil.
"Maaf, dimana rumah-"
"Kamu lurus saja, nanti kalau ada pertigaan kedua belok kiri. Lurus lagi dan pada perempatan belok kanan. Setelah itu cari saja rumah yang banyak pohon mangga nya" seorang ibu berbaju kuning dengan baik hati menjelaskan jalan menuju rumah Dokter Andreas secara detail sampai aku hapal.
"Terimakasih, Bu. Mari..."
Aku melajukan mobil ku kembali sesuai arahan ibu berbaju kuning tadi. Rumah yang banyak pohon mangga nya. Yah... ketemu! Rumah itu terlihat bersih dan sangat terawat.
Tok... Tok... Tok...
"Permisi..."
Tidak sampai dua menit, pintu sudah terbuka. Seorang ibu-ibu dengan pakaian kebaya berdiri di depanku dengan senyum ramah.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya ibu itu.
"Apakah benar, ini rumah Dokter Andreas?" tanyaku gugup ketika seorang lelaki tampan keluar dari kamar mandi tanpa baju.
"Ya, saya sendiri" kata lelaki yang ternyata adalah Dokter Andreas. "Biarkan dia masuk Mbok"
Gila, dokter muda setampan itu adalah tukang kuret? Apakah tidak ada rumah sakit yang menawarkan pekerjaan untuknya? Padahal wajahnya terlihat smart dan tubuhnya sangat bugar. Benar-benar aneh.
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, Dokter Andreas duduk di dekatku. Segelas teh hangat sudah mulai dingin karena belum aku sentuh sama sekali.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Dokter Andreas.
Aku diam beberapa saat. Sebenarnya bukan karena terpukau karena ketampanannya. Tapi bingung bagaimana mengatakan tentang dimsum. Padahal lelaki di depanku jelas-jelas seorang dokter. Meskipun tadi aku mendengar tentang kuret.
"Ada yang bisa saya bantu, nona cantik?" kata Dokter Andreas.
Aku tersentak dari lamunanku. Menyadari bahwa aku belum mengatakan tujuanku ke sini. Tapi bagaimana?
"Mmm... Maaf sebelumnya. Seorang teman merekomendasikan untuk ke sini. Tapi bukan untuk, mmm... kuret! Dimsum! Ya, dimsumnya katanya enak sekali!" kataku gugup.
Dokter Andreas tersenyum. Ia merapatkan duduknya ke arahku. Tanpa aku duga, tangannya mulai memainkan ujung rambutku dan beberapa kali menciumnya.
Jantungku berdegup kencang. Rasa takut dan khawatir mulai menyelimutiku. Perasaanku mulai tidak enak karena sikap Dokter Andreas.
"Jangan khawatir, aku hanya suka bau shampoo milikmu. Rambut kamu wangi" kata Dokter Andreas.
Huft...
Aku mengembuskan nafas lega. Ternyata pikiranku terlalu kotor. Tapi waspada juga perlu, kan?
"Mbok, dimsum satu porsi!" seru Dokter Andreas.
Beberapa saat kemudian ibu berbaju kebaya yang tadi menyambutku keluar dengan sebuah nampan dengan sebuah piring di atasnya. Ia meletakkan piring itu di meja depanku. Rupanya ia menyajikan dimsum. Tampilan luar dimsumnya terlihat biasa saja. Tapi aku akan mencobanya.
Tanpa ba-bi-bu aku mulai mencocol dimsum pada saus sebagai pelengkap. Kata Reni, jangan tanyakan bahan yang digunakan sebelum merasakan dimsumnya. Nanti bakal menyesal jika melanggar pesan Reni.
"Jangan melihat sesuatu dari luarnya"
Kalimat itu sangat tepat digunakan untuk dimsum yang sedang aku nikmati. Kulitnya yang tipis tidak sempurna menutup isiannya terasa gurih dan enak. Sedangkan dalamnya sangat lembut dan empuk dengan cita rasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tekstur dimsum sedikit ada sensasi kriuk-kriuk. Mungkin ada tulang lunak di dalamnya.
"Bagaimana rasanya?" tanya Dokter Andreas dilengkapi dengan senyum manisnya.
"Aku belum pernah merasakan dimsum seenak ini. Btw, harganya berapa?"
"Terserah kamu mau membayar berapa"
"Lho, kok bisa?"
"Tentunya kamu akan membayar sesuai rasanya, kan?"
"Satu porsi lima ratus ribu, apakah anda rugi?"
Dokter Andreas menggeleng pelan. Ia mengambil sepotong dimsum dan menyuapkan padaku. Aku tidak harus membayar suapan lelaki tampan, kan?
Setelah selesai makan, aku menyempatkan diri untuk berbincang tentang banyak hal dengan Dokter Andreas. Ternyata orangnya humble dan asyik diajak ngobrol apapun. Aku semakin yakin dia orang yang smart.
Setelah memberikan jumlah uang, aku pamit untuk pulang. Dalam hatiku, aku harus kembali ke sini suatu saat nanti. Kalau perlu akan aku ajak keluargaku atau Randy.
"Apa rahasia resep dimsumnya? Kenapa sangat enak?" tanyaku tepat sebelum masuk mobil.
Dokter Andreas tersenyum. Ia tidak segera menjawab pertanyaanku. Jari telunjuknya malah bermain dari dada ku dan berakhir di perut. Sampai di perut ku, ia mengusap pelan sambil beberapa kali mengedipkan sebelah matanya.
"Apa maksud dokter?" tanyaku tak mengerti. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku.
Dokter Andreas mendekatkan bibirnya di telingaku. Sial, parfum nya rupanya sangat mahal. Jantungku berdegup semakin kencang.
"Janin"
Deg! Sungguh? Benarkah? Apakah rahasia dimsum karena dicampur dengan janin? Ah, mana mungkin!
"Hahahaha! Dokter bercandanya nggak lucu, deh!"
Dokter Andreas tersenyum mengerikan. Ia menunjuk wajahnya sendiri dengan jadi telunjuk.
"Apakah wajahku terlihat berbohong?"
Aku membulatkan kedua mataku. Berarti yang dikatakan benar?
"Dan dimsum yang paling enak adalah yang terbuat dari janin hasil hubungan sedarah. Kamu bisa melakukannya denganku sekarang juga!"
Perutku mulai mual. Ketika kaki kananku berhasil masuk mobil, Dokter Andreas menarik tubuhku dan membawaku ke dalam kamarnya. Tubuhku yang kecil tentu tidak bisa melawan kekuatannya.
"Ini adalah waktu yang aku tunggu sejak lama. Aku akan merasakan dimsum paling enak setelah lima tahun. Hahaha"
Dokter Andreas mulai membuka bajunya, masih dengan tertawa terbahak-bahak. Ia mendekati tubuhku yang sudah di atas kasur. Aku diam, tapi degup jantungku terdengar sangat keras.
"Kamu adalah adikku yang dipungut oleh Tante Marie dan Om Juna, papa dan mama kamu yang sekarang. Kehidupanmu selalu lebih baik daripada aku yang tinggal bersama orangtua kandung. Aku iri!"
"Ta-tapi... tidak ada yang pernah mengatakannya padaku. Tolong jangan lakukan apapun. Hiks... hiks... hiks..." tangismu mulai pecah.
"Semua merahasiakannya karena kamu memiliki sebuah penyakit. Penyakitmu membuat semua orang lebih sayang kamu!"
Dokter Andreas menarik keras rambutku. Ia tidak memedulikan aku yang mengaduh kesakitan. Semakin aku menangi, ia semakin menjadi.
Tiba-tiba ia berdiri dan mengambil sebuah foto. Ia tunjukkan foto itu sambil duduk di perutku.
"Lihat ini! Kamu pasti mengenali orang-orang dalam foto ini, kan?"
Aku memperhatikan foto itu baik-baik. Sepasang orangtua dengan seorang lelaki berusia sekitar lima tahun dan gadis kecil yang sangat aku kenali.
"Itu aku! Bagaimana kamu bisa memilikinya?"
"Sudah aku katakan, kita itu sedarah"
"Tapi kenapa kamu melakukan ini semua padaku?"
"Aku terlalu banyak mendapatkan luka dalam hidup dan dendam untukmu. Tujuh tahun lalu aku menemukan resep dimsum terenak dengan janin dari hubungan badan sedarah. Tapi akhir-akhir ini aku tidak pernah menguret orang-orang yang begitu. Jadi aku berniat melakukannya denganmu"
"Tapi kenapa Reni tau soal dimsum milikmu?"
"Dia hanya alat, baby... Tepat lima menit setelah kamu memuaskan nafsuku, dia akan mati karena suruhan ku sudah mengikutinya"
"Gila! Lepaskan aku sekarang juga!"
Aku memukul-mukul dada Andreas yang tepat berada di atasku. Karena tenaganya lebih kuat, dia dengan leluasa mampu mempermainkan tubuhku seenaknya. Mahkota yang aku jaga selama ini ia renggut dengan sesuka hati.
☠☠☠
Setelah kejadian Andreas merenggut mahkotaku, aku seperti terikat dengannya. Hampir setiap hari kami melakukan hubungan badan dan aku tidak pernah keluar dari rumah itu. Bahkan beberapa bulan setelahnya, aku bisa tertawa bahagia menikmati dimsum terenak bersama Andreas dengan bahan utama janinku sendiri, anak Andreas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Isnaaja
tanggung jawab nih kak,aku jadi mual bayanginnya,,
2020-11-07
0
Ummu Istiqomah
ini seperti cerpen, setiap episode tidak berhubungan satu sama lain, ceritanya terpisah, 🤔🤔🤔🤔,jadi bingung bacanya
2020-10-31
1
Tria Wulandari
tetap semangat Thor.. like..
mampir ya kak di tulisan ku like dan vote nya
2020-10-21
0