Tatap Mata

"Jane, matamu sangat indah. I think everyone can't, mmm... menatap your beauty eyes terlalu lama"

Suara Vick dengan logat ke-inggrisannya memaksa Jane menoleh ke bangku belakang. Vick tersenyum lalu menunduk. Memang benar apa yang dikatakan Vick. Mata Jane sangat indah dan tajam. Warna coklat kehitamannya menyala, seolah siap menerkam siapa saja.

"Sorry, aku nggak bermaksud apapun. I just want, mmm you know that! Tapi kamu tau hal itu kan?" Suara Vick terdengar sedikit berat karena gerogi.

"Yes, I know! Dan kamu adalah orang yang entah ke berapa kalinya mengatakan hal itu padaku. So, biasa aja kali... Aku juga nggak bakal marah kok"

Jane tersenyum, menandakan tidak memiliki niat apapun. Ia sudah terbiasa mendapatkan pujian-pujian semacam itu. I like your beauty eyes! Mata kamu tajam banget! Mungkin kamu bisa mencekik orang hanya dengan menatapnya! Aku menginginkan matamu! Bahkan elang akan takut menerkam kalau kamu memperhatikan dia waktu menukik! Masih banyak lagi pujian yang terkadang dilontarkan oleh orang-orang di sekitarnya. Bahkan pujian itu kadang terdengar terlalu berlebih-lebihan.

"Oh, thank you. But, I want to know... Adakah orang yang bisa mengalahkan kamu dalam permainan tatap mata?" Vick masih saja menunduk.

"Mmm... sejauh ini aku belum pernah melakukan permainan itu. Jadi, I don't know! Aku nggak tau siapa yang bakal bisa mengalahkan tatapan mataku"

"Bagaimana kalau aku mengadakan sayembara untuk itu? Siapa saja yang bisa mengalahkan tatapan you, I will follow everything. Apapun permintaannya" Vick bernafas lega.

Sebenarnya Vick sudah lama menginginkan hal itu. Jane adalah teman sekelas yang ia cintai. Tapi tatapan matanya selalu membuat Vick merasa kalah sebelum mengungkapkan perasaan apapun kepada Jane. Ya, perasaan yang ia pendam selama dua tahun harus ia simpan dalam-dalam.

"Oh, boleh... Tapi apakah tidak berlebihan? Sayembara biasanya diadakan untuk hal-hal yang hebat, Vick"

"Tapi aku yakin banyak yang ikut. I have money..." Vick berhenti sejenak, memainkan ibu jari dan jari tengahnya. "Aku yakin mereka akan mengincar sayembara ini karena butuh uang dan aku akan memberikannya"

Jane terlihat manggut-manggut tanda mengerti. Tapi perasaannya sedikit tidak enak. Entah bagaimana Vick mendapatkan ide sayembara terkonyol yang akan ada dunia ini.

"Bagaimana? Are you want? Itu akan menjadi hal yang seru di sekolah kita. Karena aku yakin, orang yang menang sayembara ini adalah orang yang kamu cintai"

Jane terkejut. Perkataan Vick membuatnya sedikit terlonjak hingga memicingkan matanya. Ia tatap Vick dalam-dalam dan berhasil membuatnya menunduk lagi.

"What? Berarti kamu hanya ingin tau siapa yang aku cintai di sekolah ini? Untuk apa? I don't know... Tapi aku pikir itu bukan hal yang bagus. Aku tidak jadi setuju"

Vick mendongak, bibirnya membentuk huruf "O" karena terkejut. Bukankah tadi Jane sudah setuju dengan idenya? Kenapa dia berubah pikiran secepat itu?

"Usually... Orang akan segera menunduk di depan orang yang dicintai. Apalagi jika ditatap matanya. Ia akan segera menunduk. But, itu tidak berlaku pada setiap orang. So, please Jane! I want to know that... Siapa yang kamu-"

"Shit! Kalau kamu mau mau tau siapa yang aku cintai, kenapa nggak nanya langsung? Atau kamu mencintaiku? Dari tadi kamu terlihat menunduk melulu! Come on, Vick. We are a best friend! Kita udah sahabatan sejak masuk sekolah ini. Tapi kenapa kamu masih sangat konyol seperti murid baru"

"Sorry, I want to know your love. But, mmm... harus dari permainan itu. Kalau kamu menganggap aku sebagai best friend, harusnya kamu mau dong. Please, Jane"

Jane tidak tahu lagi harus bagaimana dan apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Vick. Matanya menelisik setiap sentimeter wajah Vick yang masih saja menunduk. Jane menatapnya seolah-olah sedang memperhatikan sesuatu dengan sangat jeli. Mungkin seekor kutu rambut juga akan menunduk jika melihat tatapan Jane saat ini.

"Oke, kapan kita akan melakukannya?" kata Jane.

"Aku akan mengumumkannya di story WhatsApp ku nanti"

Jane tidak membalas perkataan Vick. Ia membawa tasnya dan segera keluar karena sopir yang menjemputnya sudah menunggu. Beberapa sapaan orang tidak ia hiraukan karena pikirannya masih melayang pada percakapan dengan Vick tadi.

☠☠☠

"Oke, I will start this competition! Jane, are you ready?" Vick mengedipkan matanya sebelah.

Kali ini jantung Jane berdegup kencang. Vick yang biasanya menunduk, kali ini berani mengedipkan sebelah mata padanya. Selain itu, bagaimana kalau orang yang ia cintai selama ini ikut? Atau apa yang terjadi jika ia kalah?

"Jane, are you ready?" Vick mengulang pertanyaannya.

"Oke, aku udah siap. Berapa orang yang akan mencoba mengalahkan tatapan mataku?"

"Lima belas orang! Mereka semua laki-laki" Vick mendekat ke arah telinga Jane dan membisikkan sesuatu "I think, mereka adalah orang-orang yang mencintaimu dan ingin mengetahui perasaan kamu pada mereka"

"Stres kamu!" umpat Jane

Vick terkekeh. Entah bagaimana mulanya. Tapi sejak beberapa bulan yang lalu ia percaya akan satu hal. Orang yang tidak kuat menatap berarti mencintai.

"Eh, kamu ikut nggak Vick?" tanya Rebecca yang ditunjuk Vick sebagai juri.

"Are you serious? Aku yang mengadakan! Jelas aja nggak ikut. Hanya takut menang, aku akan membuat Jane menuruti semua permintaanku"

Tanpa orang-orang sadari, ada seseorang yang merasa lega mendengar penuturan Vick. Jane menghembuskan nafasnya. Kali ini dia pasti akan menang dari semua peserta dan tidak akan pernah memenuhi semua permintaan Vick.

Setiap peserta tatap mata dengan Jane maju satu per satu. Rata-rata mereka hanya kuat selama setengah menit. Semua bisa Jane kalahkan.

"Bagaimana bisa mereka tidak kuat menatap your eyes? And you, apakah tidak ada satupun yang kamu cintai?" Vick membuka pembicaraan saat di ruang OSIS hanya tersisa dirinya, Jane, dan Rebecca.

"I don't know... Santai aja lah. Bukan berarti mereka mencintaiku, Vick. Tapi-"

"Mata kamu yang terlalu tajam" Rebecca memotong kalimat Jane sambil melemparkan sebuah lukisan seorang wanita.

"What do you think?"

"Mungkin Jane hanya akan kalah dengan tatapan mata lukisan" kata Rebecca sambil mengangkat kedua bahunya.

"Shi**t!Tapi aku akan mencobanya"

Jane meletakkan lukisan wanita pada sebuah meja. Lalu ia mencari sebuah kursi. Konyol memang, jelas saja ia akan kalah dengan lukisan. Karena lukisan adalah benda mati, jadi tidak mungkin berkedip.

Semenit, dua menit... Jane belum juga berkedip menatap mata wanita dalam lukisan. Vick dan Rebecca memperhatikan Jane dan lukisan itu bergantian. Mereka juga tidak sempat bingung kenapa Jane mau saja melakukan ide Rebecca yang konyol.

"Kalau kamu bisa tahan lima menit, aku traktir kamu seminggu di kantin!" seru Rebecca.

"I will, mmm... Membelikan kamu jam Rolex seperti koleksi Daddy" kata Vick.

Mereka kembali fokus pada Jane dan lukisan wanita. Tik... Tik... Tik... suara jarum jam di ruang OSIS terdengar sangat jelas karena sekolah sudah sepi. Tepat lima menit, ada mata yang berkedip tanda permainan usai. Jane berdiri sambil mengangkat tangannya yang terkepal.

"Aku menang!" seru Jane.

Vick dan Rebecca memeluk Jane. Mereka bahagia karena pada akhirnya Jane yang menang. Ya, meskipun Vick dan Rebecca harus memenuhi janjinya.

Sorak sorai mereka tiba-tiba terhenti. Jane mendekati lukisan wanita yang terjatuh entah karena apa.

"Kenapa aku yang menang? Padahal lukisan adalah benda mati. Berarti..." kalimat Jane terhenti, jantungnya berdegup sangat kencang.

"Shit, lukisan itu berhantu!" seru Vick

"Oh, come on! Mungkin tadi kita salah lihat. Bagaimana kalau diulang aja? Biar kita yakin apakah lukisan itu berkedip atau tidak?"

Usulan Rebecca disetujui oleh Jane dan Vick.

Jane duduk pada kursi semula. Ia menatap lukisan wanita di depannya dalam-dalam.

Slappp..! Lagi-lagi lukisan wanita itu berkedip bersamaan dengan lampu ruang OSIS yang padam. Semua orang terkejut. Rebecca mencari-cari kacamatanya yang terjatuh.

"Kita harus segera keluar dari sini!" seru Jane.

"Wait, kacamata ku kemana? Help me please..."

Rebecca yang matanya minus lima tentu tidak bisa melihat tanpa kacamata. Ia bahkan tidak tahu kalau Jane dan Vick sudah keluar dari ruang OSIS. Ia sendirian di ruang itu!

Tap... tap... tap... terdengar sebuah langkah kaki mendekati Rebecca. Tapi Rebecca masih sibuk mencari kacamatanya.

"Kenapa suara sepatu kets milik kamu seperti suara sepatu higheels?" tanya Rebecca yang mengira suara sepatu itu milik Jane.

Tidak ada jawaban, Rebecca mulai curiga. Tapi untungnya ia menemukan kacamatanya di bawah sebuah kursi. "Untunglah...."

Saat Rebecca membuka matanya, betapa terkejutnya ia melihat seorang wanita mirip yang ada di lukisan sudah berdiri tepat di depannya. Ia memutar matanya, melihat sekeliling. Jane dan Vick sudah pergi.

"Kamu siapa?" tanya Rebecca dengan suara gemetar.

Tidak ada jawaban, lagi. Wanita di depannya mengayunkan sesuatu di tangannya. Dan akhirnya... "Toloooooooooooong!!!" suara Rebecca mengisi seluruh ruangan. Tapi tidak ada seorangpun yang menolongnya, karena semua orang sudah pulang.

☠☠☠

Keesokan harinya, sekolah dihebohkan oleh pemandangan yang sangat menyayat. Pak Bon menemukan mayat Rebecca tanpa mata yang tergantung di depan kelasnya. Semua orang mengerubungi mayat Rebecca.

Jane dan Vick mendekat ke arah temannya itu. Di mata mereka, baju OSIS Rebecca terdapat tulisan berwarna merah.

"AKU AKAN MEMENANGKAN PERMAINAN TATAP MATA DI TEMPAT LAIN"

Terpopuler

Comments

Anni Zakiyani

Anni Zakiyani

ternyata ceritanya ga berkaitan satu sama lain y

2020-11-29

0

Esmeralda

Esmeralda

semangat selalu kak,😍😍

salam dari love kamu 3000🤗🤗

2020-07-13

1

yulia ari

yulia ari

yuhuu

2020-07-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!