Kepergian Ayah Dewa

Pov Author

Kening gadis muda itu berkerut, bingung memikirkan cara agar bisa menemui ayah mertua. Walaupun Aradhana hanya berstatus ayah tiri, Dewa sangat menghormati dan mengasihi lelaki itu.

Aradhana yang sudah divonis Dokter, tidak bisa memiliki keturunan, sangatlah peduli pada ibu dan dirinya. Meski mereka baru mengenal, tatkala usia Dewa delapan belas tahun. Bagi beliau, Dewa dan ibu adalah satu-satunya keluarga, yang akan menopang kala dia berusia rentah.

Namun, apa daya ... sepertinya Aradhana harus mendahului mereka. Akibat kanker nasofaring yang menggerogoti sudah memasuki stadium empat.

Jangan ditanya bagaimana terpukulnya Dewa, saat mendengar kabar itu. Serasa baru sebentar dia merasakan kasih sayang seorang ayah, tapi Aradhana harus meninggalkannya.

Nisa mengganti pakaiannya dengan setelan piyama berlengan panjang, menghapus semua make-up, kemudian dengan gontai menuruni anak tangga.

Berjalan ke arah dapur, membuka lemari makan, melihat sebentar lalu menutupnya kembali.

Gadis itu menarik salah satu kursi di meja makan dan mendudukkan dirinya, wajahnya tampak cemberut. Listiana yang sedari tadi memperhatikan perilaku anak gadisnya, tampak terheran.

Belum sempat wanita setengah baya itu membuka mulutnya, Nisa sudah merengek, "Maa ... pengen makan nasi goreng mang ujang."

"Lho, perasaan baru makan mie rebus?"

"Iya, tapi lapar lagi. Mungkin karena tadi habis baca buku buat wawancara besok, jadi mau makan nasi goreng itu," katanya. Nisa berharap sandiwaranya berhasil, agak sulit rasanya dia harus minta ijin keluar lagi. Kakaknya sudah ada di rumah, ditambah kemarin dia tidak pulang.

"Tapi lumayan jauh tempat mang ujang itu, makan yang lain aja."

"Nggak doyan, Nisa sukanya yang itu."

"Minta tolong abangmu saja, Nis."

"Ogah Ma, ntar bukannya nolong malah ngajak berantem lagi," kilah Nisa. Perasaannya harap-harap cemas, mendengar nama Naresh disebut.

"Atau pesan online aja."

"Nggak ada Ma, mang ujang belum daftar kayaknya."

"Ya ampun ribet amat, mau makan nasi gorengnya. Terus Kamu, nggak apa-apa kalau pergi ke sana sendirian." tanya Listiana cemas.

"Yaelah Mama, dia bukan anak kecil lagi, segitu cemasnya sama anak bengal ini," timpal Naresh dari balik pintu kamarnya.

Nisa hanya mengerucutkan mulut, untuk menutupi kekhawatirannya.

"Buruan pergi sana, cuma mau makan saja buat mama bingung."

"Abang cemburu yah, hahahah ...." Nisa meledek Naresh seraya berlari kecil, kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaian dan mengambil jaket.

\=\=\=

Pov Nisa

"Maaf Kak, lama baru nyampai. Ada bang Naresh di rumah," kataku saat telah berada di samping Dewa.

Lelaki itu sedang terduduk di bangku depan kamar ayahnya. Kedua tangannya yang kokoh, menopang kepala yang tertunduk.

"Aku ke dalam Kak, mau lihat ayah dulu," ijinku seraya hendak bangkit dari tempat duduk itu. Namun, tiba-tiba tangannya menarikku kembali terduduk di samping.

Aku membulatkan mata, menatapnya, meminta penjelasan. Namun, dia tak berkata ... kedua tangan Dewa merengkuhku dalam pelukan.

Deg!!

Jantung ini ... jantung ini terasa memacu lebih cepat, pelukan. Pelukan pertama yang dia berikan padaku. Waktu terasa berhenti, beginikah rasanya pelukan seorang Dewa.

"Ayah, sudah pergi Nis," lirihnya hampir tak terdengar. Andai saja kami menikah atas dasar cinta, mungkin saja tangan ini akan membalas dekapannya.

Ah tidak! Aku tak boleh terlalu hanyut. Pernikahan ini akan segera berakhir seperti katanya saat itu.

Tess!!

Setitik air mata lolos dari sudut mata kiri, Dewa akan segera menalakku. Tak terasa kepalaku terjatuh di pundaknya. Waktu berhentilah sejenak, ijinkan dia memelukku lebih lama lagi, anggaplah ini pelukan pertama dan terakhir darinya.

\=\=\=

Satu per satu para pelayat mengundurkan diri. Ini hari ketiga taksiah kepulangan Aradhana, lelaki penopang keluarga Dewa.

Selama tiga hari itu pula, aku pulang balik antara rumah Dewa dan rumahku. Kutinggalkan rumah itu saat ibu mertua sudah masuk ke kamarnya. Sedangkan untuk keluar rumah menghadiri taksiah, meminta ijin dengan alasan taksiah salah satu orang tua teman sekantor.

"Wa, aku pulang yah. Ibu sudah masuk ke kamar. Besok pagi aku ke sini lagi."

"Hati-hati Nis, besok pagi kita ketemu lagi." Aku mengangguk, kembali membelah malam dengan motor matic andalan.

\=\=\=

"Nisa, ibu minta maaf tidak bisa menyambut menantu baru keluarga ini," kata ibu mertua memegang tanganku.

"Nggak usah dipikirin, Bu, nggak apa-apa."

Dia tersenyum, berkata, "hari ini ada orang yang mau menghias kamar kalian. Anggap saja itu hadiah dari ibu."

"Maksud Ibu?"

"Menghias kamar kalian, agar tampak seperti kamar pengantin baru."

"Haa." Netraku membulat demi mendengar apa yang ibu sampaikan.

"Kamu kenapa kaget begitu, nggak usah malu-malu. Kalian sudah halal, kok," kata ibu menepuk penggung tanganku dan berlalu.

Kuedarkan pandangan mencari Dewa, rupanya dia berdiri di ambang pintu kamarnya. Hanya terkekeh saat mata kami saling berpandangan.

"Kak, kita harus bicara," kataku. Gegas masuk ke dalam kamar. Tercium aroma maskulin khas seorang pria, rapi dan bersih.

Apa reaksi Dewa, ya? 😉

Jangan bosan menunggu ya 🌷 please like, komen dan vote-nya yah 👍🌷🌷🙏🙏🙏

Terpopuler

Comments

Runa💖💓

Runa💖💓

Kalau yg sebenernya sih, pernikahan Nisa dan dewa tidak syah meskipun nikah diri, karena nisa masih ada ayah kandung yg jadi wali nikah nya
Pernikahan tanpa wali a la H tidak syah, beda jika laki2 yg menikah Diam2 tidak perlu wali

2022-08-04

0

Athaya

Athaya

next 😘

2021-04-01

0

u͎y͎e͎e͎

u͎y͎e͎e͎

1-5 dulu kk😊😊😊 semngt terus

2020-07-02

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!