Bab 5. Eman ada di pohon

"Ke mana larinya maling Itu Jang Adin?" Tanya mang Dodo sambil menatap ke arah Adin

"Nggak tahu Mang, Soalnya kita juga kehilangan jejak. ke mana dong ya?" jawab Adin malah membalikkan pertanyaan.

"Yah ternyata mereka sangat pintar, kira-kira ke mana ya?"

"Ya nggak tahu."

"Eh!"

Begitulah pembicaraan orang yang sedang kebingungan, sedangkan Orang-orang yang lain masih terus mengejar. kedua orang yang sedang berpikir menerka-nerka ke mana arah larinya maling Itu. Adin yang sama seperti Dodo, yang merasa capek. Akhirnya dia pun duduk di hadapan Dodo, tidak ikut mengejar kembali maling yang entah pergi ke mana.

Dari arah bawah terlihat pak Kulisi yang mendekat ke arah tempat istirahat Adin dan Dodo, disusul oleh pak ustad. Mereka pun saling bertanya, saling memberitahu. hingga akhirnya kedua orang yang baru datang pun menjatuhkan tubuh untuk mengistirahatkan rasa capek Setelah berlarian begitu lama. Begitu pula dengan warga-warga yang lain yang menghampiri kerumunan pak ustad, mereka pun beristirahat bersama. soalnya mereka sudah kehilangan jejak tidak mampu mengejar kepiawaian sang maling.

"Gagal...! Gagal...! pekerjaan kita sangat gagal...! pekerjaan kita hanya sia-sia. ke mana berlarinya kedua Bangs4at itu. ternyata mereka si Hadi dan warsa, kedua buronan yang sedang kita cari dari dulu. sayang sekali sekarang ketika sudah ditemukan, malah Kehilangan jejak begitu saja, dasar sial...! sial!" Gerutu pak Kulisi yang diliputi oleh penyesalan yang tak terhingga. soalnya sejak dari dulu dia selalu mencari keberadaan kedua pemuda Begundal itu.

"Saya masih merasa heran, kenapa kedua maling itu berada di saung. Apa hubungannya dengan Eman?" tanya pak ustad sambil menatap ke arah Dodo, dahinya terlihat berkerut dipenuhi dengan kebingungan.

"Bisa jadi nasi yang hendak diantarkan ke para pekerja, direbut oleh Hadi dan Warsa, kemudian dibawa ke Saung yang tadi. Nah, sekarang saya merasa khawatir takut anak saya bertemu dengan bahaya atau bertemu dengan celaka," jawab Dodo yang terlihat menarik nafas dalam, jantungnya terasa berdegup, wajah anaknya terus membayangi di pelupuk mata.

"Benar, kayaknya seperti itu. tapi ke mana perginya Jang Eman, apa jangan-jangan dilukai oleh kedua maling si4lan itu?" timpal pak Kulisi yang semakin membenci Hadi dan warsa, karena sudah jelas bahwa kedua pemuda itulah yang menjadi bibit permasalahannya.

Orang-orang yang di situ hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. namun hati mereka membetulkan bahwa dua pemuda kampung merekalah yang menjadi biang keroknya. mereka beranggapan kalau Eman sudah di jahati oleh Hadi dan Warsa, sehingga tuduhan yang awalnya ditunjukkan kepada Eman, sekarang sudah berubah karena ada petunjuk yang lebih meyakinkan bahwa Eman tidak bersalah.

Setelah mengistirahatkan rasa capek, Pak Kulisi pun mulai memberi komando untuk mencari Eman. karena mereka sudah kalah telak, tidak bisa mengejar kedua pengacau yang sudah melarikan diri. sehingga para warga pun mulai berjalan kembali untuk mencari keberadaan Eman, mereka Semua terlihat bersemangat, tidak memperdulikan rasa capek, tidak memperdulikan gelapnya malam. mereka mulai kembali menyusuri setiap lembah, menyela-nyala rerumputan yang rimbun. motivasi mereka berlipat ganda, berharap selain bisa menemukan Eman, mereka juga bisa bertemu dengan Hadi dan Warsa.

Kira-kira setelah 2 jam mencari, terdengar ada suara orang yang berteriak memberitahu dari arah pohon Trembesi, karena dia mendengar suara dengkuran dari arah pohon. namun orangnya tidak terlihat, sehingga orang-orang pun berjalan mendekat ke arah pohon. mereka berkumpul sambil mengangkat obor masing-masing, ada juga yang menerangi atas pohon menggunakan senter.

"Sebentar.....! sebentar...! ini ada apa?" tanya Pak kulisi memecah keriuhan orang-orang yang sedang bertanya-tanya. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya ada salah Seorang warga yang maju dia pun berbicara dengan agak sedikit cadel.

"Ada suala dengkulan dari alah atas, tapi olangnya belum diketahui," jawab orang itu sambil mendongakkan kepala, tangannya menunjuk ke arah atas pohon trembesi.

Semua orang pun mendongakkan kepala, tak ada yang berani berbicara. telinga mereka dipasang untuk menangkap lebih jelas suara dengkuran. hanya suara semilir angin malam yang menerpa ke arah daun pohon trembesi, membuat dedaunan itu melambai-lambai bergoyang menimbulkan suara kemerosok. di Sahuti dengan suara jangkrik dan belalang hijau, menambah ketirnya suasana malam itu.

Grrrrrrrr!

Grrrrrrr!

Grrrrrrrrr!

Terdengar suara orang yang sedang mendengkur di Sahuti oleh suara gonggongan anjing dari arah Kampung, semakin menambah suasana yang begitu mencekam. apalagi mereka sedang berada di pohon Trembesi yang sangat rimbun, ditambah dengan gonggongan anjing dan dengkuran yang belum diketahui Siapa orangnya. sehingga bulu Kunduk para warga Kampung Sukamaju yang memiliki sedikit keberanian mulai berdiri. pantatnya terasa berdenyut ingin cepat berlari, namun dia berpikir ulang, kalau berlari dia juga takut kalau sendirian, hingga tangannya pun kelayapan mencari pegangan.

"Haduh.....! apa-apaan kamu...!" Bentak orang yang kepegang perutnya, merasa kaget mendapat sentuhan seperti itu.

"Yah....! ada apa nih?" Timpal yang lain yang sama merasa kaget mendapati temannya berteriak.

"Ada apa, Ada apa?" tanya yang lain menyahuti.

Orang yang sejak dari tadi dipenuhi dengan ketegangan, akhirnya memeluk warga yang berdiri di samping, namun orang yang dipeluk pun merasa ketakutan, hingga Mereka pun berpelukan seperti tidak mau dipisahkan.

"Halah dasar penakut....! Jangan gugup, Kalian harus tetap tenang. Nanti kita bisa celaka sendiri. Coba kalian dengarkan yang benar, itu suara apa?" ujar pak ustad menengahi keributan, hingga orang-orang pun terdiam seketika. telinga mereka dipasang kembali untuk mendengarkan suara yang keluar dari atas pohon.

Lama terdiam namun mereka sama sekali tidak bisa mendapat jawaban, karena cahaya senter tidak bisa menembus dedaunan pohon Trembesi yang begitu rimbun, sehingga Pak ustad pun memberikan keputusan.

"Coba tolong cek ke atas Jang Isi, takut ada sesuatu yang aneh!"

"Baik pak ustad, sebentar saya akan naik. Tapi tolong terangi saya dengan senter, soalnya keadaannya lumayan gelap." Sanggup Pak Kulisi yang terlihat bersiap-siap dengan menyingsingkan tangan baju dan membuka sepatunya.

Setelah semuanya dirasa rapi, Pak Kulisi pun mulai memanjat ke pohon trembesi, cahaya senter terus menerangi seluruh pohon itu. sehingga mata pak polisi bisa melihat dengan jelas keadaan sekitar pohon, semakin lama dia pun semakin naik ke atas, hingga akhirnya dia sampai ke ranting pohon yang pertama.

Sesampainya di atas matanya pun menangkap bahwa di ranting yang paling besar, terlihat ada seorang yang sedang duduk menyandarkan tubuh ke pohon.

"Masya Allah...! ternyata ini Si Eman," gumam pak Kulisi sambil menggeleng-gelengkan kepala. pembicaraannya terdengar oleh warga yang berada di bawah, sehingga mereka pun terlihat bergoyang, ingin mengetahui keberadaan Eman. Mereka ingin tahu kenapa Eman berada di atas pohon.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!