The Hunter Bloods
Siang itu Dion mengantar putrinya, Caitlin. Menuju Bandara Internasional Soekarno–Hatta, jendela mobil yang mereka tumpangi di biarkan terbuka, sehingga Caitlin dapat menghirup udara kota Jakarta untuk yang terakhir kalinya, meski cuaca ibu kota saat itu sangat terik dengan suhu 27°C, langit cerah tanpa awan.
Caitlin mengenakan kaus bergambar marigold, sebagai lambang perpisahan pada kota di mana ia di besarkan, karena mulai hari ini Caitlin akan pindah ke kota Solo, kota dimana neneknya tinggal. Dulu Caitlin datang ke Solo hanya saat libur sekolah, namun kini setelah ayahnya menikah lagi, Caitlin memutuskan untuk tinggal dan menetap di Solo.
"Caitlin," akhirnya Dion berucap, sebelum Caitlin menaiki pesawat. "Apa kau yakin ingin tinggal bersama eyang?" tanya Dion.
Dion mirip sekali dengan Caitlin, kecuali rambut keritingnya dan garis usia disekeliling bibir dan matanya. Caitlin merasa sedikit panik saat menatap mata ayahnya 'Bagaimana aku bisa meninggalkan ayahku yang penuh kasih?' batinnya berbisik. 'Tapi sekarang ayah bersama Claire, istri barunya. Ayah harus membayari semua tagihan-tagihannya, makanannya, belanjanya dan berfoya-foya bersama teman-temannya.' pikiran dan hatinya terus beradu argumen.
“Ya, aku ingin tinggal bersama eyang,” Caitlin berbohong. Caitlin tak pernah pandai berbohong, tapi ia telah mengatakan kebohongan ini begitu sering hingga sekarang nyaris terdengar meyakinkan.
"Sampaikan salam ayah pada eyang, maaf ayah tidak bisa mengatarmu sampai Solo."
"Tidak apa-apa, yah. Aku mengerti, nanti akan kusampaikan salam ayah pada eyang. Sampai ketemu lagi.”
Dion kembali menatap putrinya. “Kau bisa pulang kapanpun kau mau, atau kau bisa menghubungi ayah jika ada apa-apa, ayah akan segera datang begitu kau membutuhkan ayah." Di balik sorot matanya terpancar harapan putri cantiknya itu tak pergi darinya.
“Jangan khawatirkan aku,” pinta Caitlin. “Semua akan baik-baik saja. Aku sayang ayah.”
Dion memeluk putri kesayangannya erat-erat selama beberapa menit, kemudian Caitlin pun masuk ke bandara dan terbang menuju kota Solo.
Butuh waktu 1 jam 15 menit untuk terbang dari Jakarta ke Surakarta, kemudian di lanjutkan dengan perjalanan darat sekitar tiga puluh menit untuk tiba di kediaman eyangnya.
Sebagai cucu satu-satunya tentu eyangnya sangat sayang dan perhatian kepadanya, beliau begitu senang ketika Caitlin mengungkapkan akan tinggal bersamanya. Bahkan eyangnya sudah mendaftarkan Caitlin ke salah satu perguruan tinggi di Solo agar Caitlin melanjutkan pendidikannya. Selain itu eyangnya juga membantu Caitlin mendapatkan pekerjaan karena Caitlin ingin sekali bisa mandiri dengan memiliki uang sendiri dari hasil keringatnya.
Ketika Caitlin mendarat di Surakarta, hujan turun. Ia tidak melihatnya seperti sebuah pertanda apa pun. Hanya hujan biasa, karena memang di Solo sering turun hujan. Lagi pula Caitlin merasa telah mengucapkan selamat tinggal pada terik matahari ibu kota.
Lauren menunggu cucunya di pintu kedatangan bandara, ia memeluk Caitlin dengan hangat ketika Caitlin turun dari pesawat. “Selamat datang di Solo, senang rasanya kamu mau tinggal bersama eyang," ucap Lauren sembari tersenyum.
Caitlin membalas pelukan hangat Lauren. "Terima kasih eyang, sudah repot-repot menjemputku."
"Bagaimana keadaan ayahmu?” tanya Lauren.
"Ayah sehat dan bahagia bersama istri barunya."
Lauren tersenyum masam, sebetulnya sejak awal ia tidak rela jika menantunya menikah dengan wanita yang usianya jauh lebih muda, karena akan banyak menimbulkan konflik dengan cucunya, dan benar saja cucu kesayangannya tidak lagi nyaman tinggal bersama ayahnya.
Lauren meminta supirnya untuk membawakan barang-barang Caitlin, kemudian ia menggandeng tangan Caitlin menuju parkiran.
"Kemarin eyang membelikan mobil bagus untukmu, yang harganya lumayan terjangkau,” ucap Lauren ketika mereka sudah berada di mobil. “Mobil jenis apa eyang?” Caitlin curiga dengan cara neneknya mengatakan ‘mobil bagus buatmu’, seolah itu tidak sekadar ‘mobil bagus’.
" Ford Mustang," jawab Lauren.
Caitlin langsung terkejut mendengar eyangnya mebelikan mobil yang dikenal sebagai salah satu mobil idaman car enthusiast, yang harganya mencapai 1M lebih. “Wow... Dimana eyang mendapatkannya?”
“Kau ingat Paman Daniel yang tinggal di Boyolali?”
“Tidak."
"Dulu waktu kau berusia delapan tahun, dia suka pergi memancing bersama kita di Sukoharjo, saat kau liburan kemari."
Caitlin menggelengkan kepalanya, ia betul-betul tidak ingat, terlebih kejadian itu sudah lama sekali.
“Sekitar enam bulan lalu paman Daniel kecelakaan, sekarang dia menggunakan kursi roda,” lanjut Lauren. “Jadi dia tidak bisa mengemudi lagi, dan memutuskan menjual mobil antiknya dengan harga miring."
"Eyang, aku memang menyukai mobil antik, tapi aku tidak tahu apa-apa tentang mesin mobil. Aku tidak akan bisa memperbaikinya kalau ada yang rusak." Caitlin hanya penyuka mobil antik tanpa mengerti mesin di dalam mobil tersebut, yang ia tahu jika biaya perbaikan mobil antik jauh lebih mahal di bandingkan mobil keluaran terbaru. Caitlin khawatir, jika dirinya tak sanggup membayar tagihan bengkel jika nantinya ada kerusakan.
"Tapi eyang sudah membelikannya untukmu, sebagai hadiah selamat datang.” Lauren menatap cucunya dengan ekspresi penuh harap, bahwa cucunya akan senang dengan pemberiannya.
Caitlin tersenyum ke arah Lauren. "Aku pasti akan merawatnya, terima kasih eyang," ia memeluk Lauren dengan hangat.
"Sama-sama sayang,” gumam Lauren, tersipu oleh ucapan terima kasih yang di ucapkan Caitlin.
Mereka menghabiskan waktu perjalanan menuju kediaman Lauren dengan membicarakan tentang cuaca di kota Solo yang sering turun hujan akhir-akhir ini, sembari mandang keluar jendela mobil untuk melihat pemandangan.
Caitlin tak bisa menyangkal jika Solo memang indah. Semuanya hijau, deretan pepohonan, tanahnya yang terlihat subur sehingga dirinya banyak melewati beberapa kebun, seperti: kebun cabai, melon, hingga kebun salak. Bahkan udaranya tersaring diantara dedaunan hingga terasa sejuk ketika ia hirup.
Tiga puluh menit kemudian akhirnya mereka tiba di rumah Lauren. Rumah sederhana dengan 2 kamar tidur utama dan 1 kamar tidur untuk asisten rumah tangga, sementara sopir yang bekerja di rumah eyang tidak menginap karena rumahnya cukup dekat dengan rumah eyang.
Begitu turun dari mobil, mata Caitlin tertuju pada mobil Ford Mustang berwarna merah yang terparkir di halaman depan rumah eyang. Yang membuat Caitlin amat terkejut adalah, ternyata ia langsung jatuh hati pada mobil tersebut. Ia membayangkan akan berangkat kerja dan kuliah pada hari sabtu dan minggu, dengan mengendarai mobil tersebut.
“Wow, eyang, aku sangat suka! terima kasih!” ucapnya melompat kegirangan.
“Aku senang kau menyukainya,” ucap Lauren, ia pun merasa senang melihat cucu kesayangannya senang dengan hadiah pemberiannya.
Setelah sopir mengangkut barang-barang Caitlin ke kamarnya, Lauren mengajak cucunya masuk. "Kamu pasti capek, kita masuk dulu yuk!" ajaknya.
Caitlin mengangguk, kemudian mengikuti eyangnya dari belakang. Begitu masuk ke kamar, Caitlin mendapati kamar tidurnya yang dulu pernah ia tempati, kini telah di renovasi oleh eyangnya.
Caitlin masih ingat betul tata letak tempat tidur sebelumnya yang menghadap ke dinding, kini menghadap ke halaman depan. Meski telah di renovasi, Caitlin tetap familier pada kamar itu. Lantai kayu, dinding biru cerah, tirai berwarna merah jambu yang membingkai jendela, semuanya.
Selain merenovasi, Lauren juga menaruh laptop di atas meja belajar Caitlin, tentunya dengan di lengkapi sambungan internet, untuk mempermudah Caitlin bekerja dan belajar.
"Caitlin, eyang tinggal dulu ya, agar kamu bisa istirahat," ucap Lauren.
Caitlin mengangguk. "Terima kasih, eyang." Salah satu hal terbaik yang Caitlin suka dari eyangnya adalah, eyangnya tidak pernah membuntutinya.
Lauren ninggalkan Caitlin sendirian untuk membongkar dan merapikan barang-barang-barang bawaannya, berbeda dengan ayahnya yang selalu membuntutinya dan mengajaknya ngobrol sepanjang waktu, bahkan hampir tak memberikan ruang untuk Caitlin sendirian.
Rasanya menyenangkan bisa sendirian, Caitlin bisa melamun di depan jendela sembari memandangi hujan lebat dan membiarkan kesedihannya akan pertengkarannya dengan ibu tirinya mengalir, seakan terbawa air hujan.
Lama Caitlin memandangi hujan, hingga akhirnya ia pun tertidur diatas tempat tidur nyamannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
yuni sayangnya zugaly
,andai aku jadi seperti Caitlin,pasti bahagia bingit ya,bener bener dimanja banget oleh eyangnya,,jadi iri aku
2023-03-12
2
N⃟ʲᵃᵃ࿐DHE-DHE"OFF🎤🎧
baru sempat baca kak Ir
senangnya punya eyang yg ngertiin cucunya,,aku juga mau dong punya eyang macam ntu.
2023-02-06
4
Hearty 💕
Cerita baru diawali kesedihan perpisahan dan kehadiran ibu tiri
2023-02-06
3