Pagi harinya saat tebangun dari tidurnya, hanya kabut tebal yang bisa Caitlin lihat dari balik jendela kamarnya, dan bisa ia rasakan klaustrafobia (ketakutan dalam ruang tertutup) merayapi tubuhnya. Namun Caitlin tetap memaksakan diri untuk membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk sesi wawancara kerjanya.
Sarapan bersama eyangnya berlangsung dengan hangat, tak lupa Lauren mendoakan Caitlin supaya cucu kesayangannya itu berhasil dalam wawancara pekerjaannya.
"Terima kasih, eyang," ia mengucapkan terima kasih pada eyangnya, meski ia sering merasa keberuntungan tak pernah berpihak padanya, sejak ibundanya meninggal dunia.
"Ya sudah, kamu habiskan sarapannya ya, eyang mau pergi ke kebun dulu melihat para pekerja." Lauren pamit untuk berangkat lebih dulu, menuju perkebunan miliknya.
Ya, Lauren memiliki 4.2 ha kebun teh yang tak jauh dari kediamannya. Kebun teh tersebut merupakan sumber penghasilan utamanya yang ia gunakan untuk mencukupi semua kebutuhannya sehari-hati.
Setelah Lauren pergi, Caitlin beranjak dari ruang makan, ia duduk termenung di ruang tamu sambil memandangi foto-foto almahumah ibundanya. Lama memandangi foto ibundanya, hingga tak terasa buliran-buliran bening mulai menetes di pipinya.
Caitlin memandangi foto dirinya tengah berada di dekapan hangat ibundanya dan ayahnya berada di sampingnya, foto tersebut di ambil ketika mereka sedang berada di rumah sakit, sesaat setelah dirinya lahir ke dunia, dan foto tersebut diambil oleh salah seorang perawat yang membantu proses persalinan ibundanya.
Pandangan Caitlin beralih ke foto berikutnya yang berada di sebelahnya, foto dimana saat dirinya masuk di hari pertama sekolah atau saat ia masuk play group. Masih jelas terasa dalam benaknya, bagaimana ibunda tercintanya benar-benar mensuport dirinya yang kala itu tidak merasa percaya diri untuk datang ke sekolah, dan inilah yang terjadi dengan dirinya saat ini.
Sekarang Caitlin sedang merasa kurang percaya diri untuk sesi wawancara kerjanya, terlebih ijazah yang ia lampirkan dalam lamaran pekerjaannya hanyalah ijazah lulusan SMA sebab ia belum menyelesaikan pendidikan S1nya.
Foto terakhir, merupakan foto yang di ambil tepat tiga tahun lalu saat ibundanya di rawat di rumah sakit karena kanker payudara yang di deritanya. Dunianya seakan runtuh ketika harus melihat ibunya kalah dalam melawan penyakit yang di deritanya. "Aku sangat merindukanmu, bunda. Aku rapuh tanpamu," gumamnya lirih, sembari mengelus wajah ibundanya dalam bingkai foto.
Caitlin menghapus air matanya, kemudian ia mengenakan hoodienya dan menaikan tudungnya sebelum ia menerobos hujan. Hujan masih gerimis, tapi tak sampai membuatnya basah kuyup ketika dirinya berjalan ke arah mobil antik pemberian eyangnya.
Caitlin merasa cukup nyaman dan kering ketika berada di dalam mobil Ford Mustang miliknya, mungkin karena supir eyangnya telah sedikit memodifikasi mobil antik itu, terutama di bagian kursi yang menurut Caitlin cukup terasa empuk untuk ukuran mobil antik.
Mesin mobil langsung menyala, dan Caitlin cukup lega karenanya, meski derunya sangat keras sekali. Yah, mobil setua ini pasti memiliki kekurangan, namun radioantiknya masih berfungsi dengan baik, hal itu merupakan nilai tambah yang tidak Caitlin duga.
Caitlin mulai melajukan kendaraannya menuju perusahaan mebel yang berada di kawasan kawasan Solo Raya. Untuk menemukan letak perusahaan yang mengundangnya wawancara tidaklah sulit, meskipun Caitlin belum pernah kesana sebelumnya.
Perusahaan mebel tersebut memiliki dua bagunan besar, bangunan pertama di penuhi oleh beraneka furniture mulai dari kursi, meja, hingga lemari.
Letak gedung pertama sangat strategis, berada di pinggir jalan raya sehingga pembeli tidak kesulitan untuk mencari lokasinya. "Benar-benar strategi marketing yang bagus," gumamnya.
Dan bangunan yang kedua tak kalah besarnya, ada papan besar bertuliskan OFFICE di atas bangunan tersebut, Caitlin menepikan kendaraannya di bangunan kedua, namun ia sempat kebingungan karena melihat tak ada yang parkir di depan bangunan itu, sehingga Caitlin yakin jika parkiran tersebut khusus untuk para petinggi perusahaan, misalnya manager atau pemilik perusahaan.
Caitlin memutuskan untuk bertanya dari pada ia harus berputar-putar mencari parkiran karyawan, ia tak ingin parkir di parkiran pengunjung, sebab parkiran pengunjung sangat terbatas sehingga ia khwatir akan mengganggu pengunjung yang datang untuk berbelanja.
Setelah memarkirkan kendaraanya di parkiran karyawan, Caitlin melangkah keluar dari mobil antiknya yang nyaman dan hangat, ia berjalan masuk ke gedung kantor. Sebelum masuk Caitlin menghirup napasnya dalam-dalam, untuk mengurangi rasa gugupnya.
Di dalam gedung keadaan sangat tenang, lebih hangat dari dugaannya. Kantornya sangat luas, dan terdapat ruang tunggu yang di lengkapi dengan sofa yang empuk, permadani hitam di bawahnya, lemari tempat menyimpan sederet penghargaan dan meja resepsionis yang di huni oleh seorang wanita bertubuh langsing, berambut pirang yang menggunakan kaca mata. Wanita itu mengenakan blouse tanpa lengan yang membuat Caitlin terlihat salah kostum, ia merasa dirinya terlampau formal dengan pakaian hitam putihnya.
Wanita itu mendongak. "Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.
"Aku Caitlin...." ucapnya, ia melihat mata wanita itu napak berkilat terkejut. 'Apa aku harus mengatakan jika aku cucu dari Lauren, kerabat baik manager keuangan di perusahaan ini?' Batinnya.
"Oh baiklah, tunggu sebentar," ucapnya sembari mengaduk-aduk tumpukan dokumen di mejanya hingga ia menemukan apa yang dicarinya. "Ini lamaran kerja milikmu," wanita itu menyodorkan berkas lamaran yang Caitlin kirim minggu lalu. "Kau pegang dan tunggulah di sana, sebentar lagi pak Aaron, pemilik perusahaan ini akan datang. Beliau yang akan mewanwancaraimu secara langsung." Ia meminta Caitlin untuk menunggu di sofa.
Caitlin sedikit terkejut mendengar bahwa ia akan di wawancara oleh pemilik perusahaan, tadinya ia mengira jika dirinya hanya akan di wawancara oleh bagian HRD.
Setelah menunggu selama lima belas menit akhirnya pintu kantor tebuka oleh seorang pria tampan, kira-kira berusia 26 tahun. Pria itu tersenyum ke arah Caitlin saat ia melewatinya, kemudian ia berhenti di meja resepsionis "Helen, apa wanita itu yang kemarin melamar ke perusahaan ini?" ia melirik ke arah Caitlin.
Helen mengangguk. "Betul pak Aaron, itu calon pegawai yang akan bergabung di perusahaan kita."
"Kalau begitu, lima belas menit lagi suruh dia ke ruanganku," pintanya, kemudian ia berjalan menuju ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
🏘⃝Aⁿᵘ3⃣ ⏤͟͟͞R •𝕯• Kᵝ⃟ᴸ
semangat Caitlin..semoga kamu lulus interview
2023-03-18
3
🏘⃝Aⁿᵘ3⃣ ⏤͟͟͞R •𝕯• Kᵝ⃟ᴸ
Ketika kita rapuh...pelukan hangat seorang ibu merupakan obat yg mujarab..dan tentunya Caitlin jd sangat merindukan ibunya..
2023-03-18
3
N⃟ʲᵃᵃ࿐DHE-DHE"OFF🎤🎧
kalo ngomongin kanker payudara suka baper sendiri,, tetangga ku ada yang kena kanker payudara,, sekarang udah tenang n ngga ngerasain sakit lg, selamat jalan tetangga ku
2023-02-06
4