Tanpa aba-aba Yadipun bertekuk sebelah lutut dengan tangan kanan menggeggam serangkaian bunga yang masih berada dalam vasnya. tak lupa tangan kirinya iya sembunyikan dibelakang layaknya posisi sedang melamar.
"zor mau ga jadi pacar gua?"
tindakan Yadi membuat geger satu kelas, dan suara sorakan dari teman-temannya pun menggema di dalam ruangan tersebut.
"yad lo ngapain?"
Sungguh pendengaran Zora bukananya fokus pada ajakan Yadi malah kesal karena pandangannya terhalanh oleh bunga palsu yang Yadi bawa dari meja guru.
"ngapain?,, ya nembaklo kikin" sindir Yadi melihat respon temannya biasa aja
"mati dong gua" Zora menepis bunga yang ada di hadapannya, dan membenarkan duduknya menjadi tegak lurus menghadap Yadi
Yadi mengatakan kata-kata manis san gombalannya pada Zora dengan panjang lebar. tetapi orang yang dituju malah acuh tak mengerti maksud dari kalimat yang tengah Yadi sampaikan. Hingga akhirnya merasa berbicara sendiri Yadi memberanikan diri bertanya kembali.
"jadi gimana mau ga?" merasa tak percaya diri
"mau apan?" bingung Zora dengana ajakan Yadi
"jadi pacar gua Zor"
"ga mau"
bagai sambaran petir dan ribuan jarum menusuk hati Yadi mendengar jawaban Zora tanpa pikir panjang langsung menolak. Apa boleh buat Yadi memang sudah tau apa yang akan Zora katakan. Tapi tetap saja walau sudah tau sakit dihatinya masih terasa saat Zora sendiri yang mengatakannya.
"zor serius gamau?" tanya Yadi memastikan
"gua serius,, apaan sih udah ah ntar cewek lo ngambek ke gua lagi"
"sekedar info gua udh putus sama Selvi"
Zora tak ingin tahu dan tak ingin memperpanjang urusannya juga. Zora menganggapnya hanya sebuah candaan karena dia tahu temannya itu sering sekali membuat geger satu sekolah.
Melihat zora yang tak merespon" zor gua serius nih mau ga?, gua udah bela-belain simulasi buat lo kemaren sama si Luna"
"apa ada yang bilang lo lagi ngelawak?"
"jadi mau?" Yadi mengepalkan tangannya berharap
"ga" namun hanya satu kata tapi tegas yang keluar dari mulut Zora.
"ga ada perasaan banget lo zor, cewe lain mah kalo ditembak bilangnya iya aku mau kalo ga nanti aku pikir-pikir dulu lah ini to the point banget"
"bagus dong jadi lo ga ngarep apa-apa,, udah ah hus sana simulasi lagi sama cewek lain"
usir zora yang kemudian Yadi menyerah dengan keinginannya. Temannya ini liar biasa kejam bagi Yadi.
belum 5 menit dari acara kehebohan yang dibuat oleh Yadi, wali kelas pun masuk ke kelas zora. Melihat Yadi ada di kelas itu dan tak ada dikelasnya saat dicari-cari, walikelas pun menceramahi Yadi.
walikelas menggelengkan kepalanya melihat Yadi yang masih memegang vas bunga di tangannya. Terheran kekacauan apa lagi yang ia perbuat kini?.
Mengetahui walikelas melirik vas bunga Yadi mengembalikannya sambil cengengesan merasa bersalah.
Ujian dihari pertamapun selesai. Zora dan Yadi beserta semua muris peserta ujian pulang kerumah mereka masing-masing. Dan keesokannya mereka dihadapi dengan hari yang sama, yaitu ujian namun berbeda pelajaran.
Empat hari Zora dan teman-temannya mengikuti ujian, kini waktunya mereka bersantai dan fokus mencari kelanjutan sekolahnya nanti.
Kini walikelas tengah selesai memberi arahan pada muridnya karena pelaksanaan ujian tengah berakhir. Sebelum pulang Zora sempat mencari teman sebangkunya itu yang tumben ga nongol pas sebelum walikelas masuk seperti biasanya.
"apa dia marah?" tanya oenasaran Zora juga khawatir terhadap Yadi
Tak ingin ambil pusing, Zora tak berniat menunggu Yadi dan pulang menuju rumahnya.
keesokan harinya sekolah kembali normal. Dan kini murid kelas IX tinggal menunggu hasil ujian keluar dan menikmati hari bebasnya tanpa belajar.
...bugg...
terdengar suara pintu yang berbenturan dengan tembok. serentak satu kelas melihat ke sumber suara.
"ada apa dengan anak itu tumben-tumbenan telat" guman Zora secara pelan.
Yadi yang terlihat sedang lemas itu berjalan pelan dengan badannya yang terlihat lesu menuju bangkunya.
"lo gapapa?" mendengar pertanyaan Zora, Yadi hanya meliriknya lalu memalingkan kembali wajah malasnya
"napa si lo kaya udah ga ada semangat idupnya tau ga"
"stop jangan ajak bicara, lagi males ngomong" memperagakan tangannya dengan isyarat berhenti.
"seorang Yadi malas ngomong, helo... lo masih waraskan?" pandangan Zora mengecek semua tubuh yadi dengan memegang jidatnya, membolak-balikkan badan Yadi. Tapi tak ada yang aneh pada diri Yadi.
Satu-satunya hal aneh yang tersisa adalah sifat pemurungnya saat ini. berbeda dengan kebiasaan yang sering dia lakukan. Yadi terlihat seperti orang yang tak punya gairah hidup.
karena kelas tak ada jadwal pelajaran, jadi ruangan terasa berisik dari hari sebelumnya. Ditambah kelas yang tadi dipisahkan kini telah gabung kembali. Hingga kealas menjadi ramai dengan obrolan random para murid.
berbeda dengan bangku Zora, biasanya meja Zoralah yang jadi pusat perhatian kelas. Karena ada Yadi yang jadi biang keroknya.
Zora tak masalah dengan keheningan itu, malah dia merasa senang akhirnya mejanya tak dikerumuni oleh banyak orang. Tapi disisi lain Zora khawatir dengan keterdiaman temannya ini.
Yadi menyadari jika sekarang Zora tengah mengkhawatirkannya. Dan memberanikan diri untuk berbicara.
"euy Zor lo abis ini mau lanjut sekolah dimana?" pertanyaan Yadi mendadak dan tak disangka-sangka membuat Zora terheran dibuatnya.
"lo kenapa ngedadak kaya gini?"
"serius Zor"
"gua mah always serius lo yang suka becanda,"
Yadi terlihat sudah rileks kembali, merasa tenang Zora pun melakukan kebiasaanya yaitu menempelkan pipinya pada meja. Dan diikuti oleh Yadi.
"jadi kemana?" bermaksud sekolah SMA
"ga tau, kayanya langsung ngambil kejuruan, tapi ga tau mau dimana sekolahnya. lo gimana?"
"gua percaya kemanapun lo pasti bakalan diterima dimana-mana beda ama gua" Yadi menghempas nafasnya keras
"lo berantem sama ma bapa?" Yadi mengangguk mengiyakan
"kenapa?" tanya Zora ingin tahu dan yadi pun menceritakannya dari awal
jadi waktu hari terakhir ujian semalamnya Yadi diberikan pertanyaan oleh orang tuanya tentang kemana ia akan meneruskan sekolahnya kelak. Tanpa merasa berdosa Yadi menjawab enteng " kemana pun Zora masuk". Orang tuanya pun kesal dengan tingkah anaknya dengan memarahinya.
gimana ga kesel, orang tuanya tahu jika Zora itu anak yang pintar ia akan diterima disekolah manapun sesuai keinginannya. tapi berbeda dengan Yadi orang tuanya tau batas kemampuan Yadi. Syukur-syukur Zora milih sekolah yang biasa-biasa, gimana kalo sekolah yang masuknya aja harus ngalamin rintangan dengan berbagai ujian lagi?
orang tua Yadi menghawatirkan anaknya dan mengambil keputusan akan menyekolahkannya di pesantren milik kakenya yang ada di dekat rumah kakeknya. Dan itu pun diiyakan oleh Yadi sendiri katena ia pun tahu batas kemampuan dirinya sendiri.
yang jadi masalahnya kini adalah yadi galau karena di pesantrenkan ga boleh keluar. harus ngobong. Sedangkan Zora dan Yadi sudah tak satu sekolah dengan otomatisnya jadi bakalan jarang ketemu.
Mendingan kalo cuman beda sekolah, masih sempet nyuri-nyuri waktu buat ketemuan. Lah ini harus ngobong otomatis ga bisa keluar sama sekali. bisa keluar, itupun saat liburan panjang atau ada acara, dan keluarga sendirilah yang datang minta izin pada pihak pesantren.
"gitu ceritannya Zor" finis Yadi bercerita
"ya kenapa harus galau, lo mah enak udah ditentuin ama orang tua, nah gua harus nyari sendiri bingung yang ada, karena dari sekian banyak sekolah gua harus pilih salah satunya" bujuk Zora agar Yadi semamgat kembali
"masalahnya gua ntar ga bisa ketemu lo lagi"
"eh Sukri, gua masih di kota ini ga kemana-mana jadi tenang kita bisa ketemu kapan-kapan jangan terlalu dipikirin, jalani aja"
"gua bukan lo, yang segalanya diambil simple" ejek Yadi dengan semangatnya yang kembali
"nah gitu dong itu baru Yadi gua sahabat gua yang rese"
"zora zora" yadi menggelengkan kepalanya tak habis pikir secara ridak langsung Yadi bermaksud ga mau pisah dari dirinya tapi Zora tetaplah Zora
"Yadi Yadi " mengikuti gaya Yadi
"Zor lo tiap hari drakoran pasti banyak adegan-adegan yang harusnya ga lo tonton di usia lo, nyampe kadang-kadang lo cengar cengir sendirian" menghembuskan nafas keras" tapi giliran lo sendiri yang ngalamin lo malah ga paham kadang ngerasa risih, lo emang aneh Zor"
"hmmm bukannya ga paham cuman netralisir keadaan" perkataan Zora jelas tapi Yadi lah disini yang tak memahami situasinya
"maksud lo?"
"udah lah anak kecil ga boleh tau"
Sebenarnya Zora sangat paham maksud Yadi namun iya berpura-pura, Zora tak ingin kehilangan sahabatnya hanya karena peraan yang bertepuk sebelah tangan. Dan Zora sangat memahami itu. Hanya saja iya ingin menjaga hatinya Yadi namun memberikan jawaban yang pasti pada Yadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments