Bab 4.

Keluarga tante Nia mengajak aku dan Tante Halima untuk makan bersama di kediamannya malam ini. Begitu tiba aku langsung takjup melihat bangunan megah yang ada didepan mata ku.

Seakan tak percaya aku menginjakkan kaki ditempat yang merupakan istana bagiku. Bangunan yang begitu menjulang tinggi dan luas. Karna merasa takjup sampai aku tak mendengar perkataan tante Halima yang mengajak ku masuk karena yang empunya istana sudah menyambut kami didepan pintu.

"Sri... Sini sayang tante kenalin sama om dan yang lainnya." Ajak tante Nia menarik tangan ku masuk kedalam istananya.

Kembali aku membelalakkan bola mata ku melihat isi didalam sana. Tapi otak ku secepat kilat tersadar sehingga aku menjaga pandang mata ku agar tidak melihat sekeliling secara berlebihan takut jika mereka tidak menyukai cara aku melihat segala barang berharga mereka.

Ternyata kami langsung dibawa keja makan oleh sang empunya rumah. Dan disana sudah menunggu anggota keluarga yang lainnya.

"Ini om Gael papanya Rey dan juga Monika." Tunjuknya kepada pria yang merupakan suami dari tante Nia.

"Malam om." Kata ku singkat sambil mengambil tangan om Gael untuk ku salim.

"Dan ini putri tante kakaknya Rey dan yang disampingnya itu suaminya Monika, Aldi." Jelasnya lagi.

"Malam kak." Lagi-lagi aku hanya menyapa sebatas itu saja dan kak Monika juga menyambut ku dengan ramah begitu juga dengan suaminya.

"Duduklah!" Suruh tante Nia kepada ku sambil menarik kursi untuk ku kemudian melakukan hal yang sama kepada tante Halima.

Sejenak aku melihat kepada kak Monika yang sepertinya aku tidak asing dengan wajahnya. Setelah beberapa menit kemudian aku baru tersadar jika dia pernah datang kesalon wakti itu bersama dengan suaminya itu.

Kupandangi kembali wajah kak Monika dan ternyata dia belum juga lahiran tapi dari yang aku lihat sepertinya sudah hamil tua.

Kami menikmati makan malam kami masing-masing hingga selesai dan setelah itu kami diajak untuk duduk diruang tamu. Banyak hal yang kami bicarakan saat itu namun ada satu hal yang mengganjal hati ku sedari tadi.

"Dimana orang yang akan menjadi suami ku nanti?" kata itu hanya mampu ku ucapkan didalam hati.

Dan sepertinya tante Nia tau apa yang sedang aku pikirkan.

"Maaf ya Sri, Halima. Rey masih sibuk dengan pekerjaannya jadi lain waktu aku pasti akan usahakan bisa mempertemukan mereka berdua." Jelas tante Nia menetap ku.

"Tidak apa Nia." Bukan aku yang menjawab melainkan tante Halima sementara aku hanya bisa tersenyum kaku karna tidak tau harus bagaimana.

Keluarga ini sepertinya memang sudah kenal baik dengan tante Halima, terlihat dari cara mereka berbicara satu sama lainnya.Enrah bagaimana awal pertemuan mereka aku pun tidak berani bertanya terlalu jauh tentang itu.

"Sri.." Panggil om Gael.

"Ia om." Sahut ku.

"Om harap nantinya setelah kalian sudah sah jadi suami istri tolong bantu om dan tante membimbing Rey ya. Dia itu anaknya keras kepala jadi kami sangat berharap kau bisa merubah keras kepalanya itu."

"Apa ini? astaga semoga saja aku bisa bertahan." Ucap ku tapi hanya didalam hati sementara diluar aku hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepala ku.

Karna sudah cukup lama kami saling berbicara kak Monika dan suaminya meminta ijin untuk masuk terlebih dahulu kekamar.

Mungkin dia lelah jika terlalu lama duduk pikir ku.

Sudah pukul sembilan malam namun orang yang sedang ku tunggu-tunggu tak juga menampakkan batang hidungnya sampai kami pulang. Sedikit kecawa rasanya , karna bagaimana pun juga aku penasaran dengan orang yang akan mendampingi ku nantinya.

Namun semua itu hanya sia-sia sampai aku berpikir yang tidak-tidak tentang semua ini. Apakah dia sengaja tidak menemui ku? atau benarkah pekerjaan yang menjadi alasannya? sulit untuk bisa ku terima dengan akal sehat ku.

Sebisa mungkin ku tepis semua pikiran buruk itu seolah aku memberi harapan pada diri ku sendiri.

***

Tiga hari lagi menjelang pernikahan ku tapi sampai pada hari ini aku belum mengenal siapa pria yang akan menjadi calon suami ku itu.

Bahkan ucapan tante Nia yang sudah berjanji akan mempertemukan kami tak kunjung terlaksana dan aku pun tidak mau mendesak atau sekedar menanyakan hal itu. Perasan takut atau apa lah yang ku rasakan ini aku sendiri juga bingung memikirkannya.

Lelah dengan pikiran yang selalu menduga-duga aku mencoba merilekskan diri dengan membeli es krim ruko diujung jalan tak jauh dari ruko salon tante Halima.Sesampainta disana aku membeli banyak berbagai rasa es krim. Manatau bisa mendinginkan isi kepala ku yang beberapa hari terakhir ini sudah seperti benang kusut yang tak berbentuk.

Hendak kembali ke salon tak sengaja aku menabrak seseorang. "Maaf, maaf aku tak sengaja!" Kata ku.

"Kau ini tidak bisa jalan atau tidak bisa melihat?" bentaknya membuat ku terkejut.

"Maaf.." Ku ulangi lagi ucapan ku karna bagaimana pun aku memang salah tidak memperhatikan langkah ku karna asik melihat kesana-kemari.

"Minggir!" serunya tapi bukannya menuruti ucapannya aku malah diam mematung.

"Maaf nona menyingkirkan tuan saya mau lewat." Kata lembut itu bukan dari orang baru saja ku tabrak melainkan seseorang yang sedari tadi berada dibelakangnya.

"Ah ia maaf!" Sambil bergerak memberikan jalan kepada mereka.

Samar-samar ku dengar dia mengumpat mengatai ku tapi biarlah aku tak perlu meladeni orang dalam itu yang ada nanti urusannya makin panjang.

"Kau lama sekali?" cecar tante Halima begitu aku tiba. Belum sempat aku bertanya kenapa tante sudah lebih mengeluarkan perkataannya.

"Baru saja Rey datang kemari mencari ku tapi kau lama sekali membuat dia tidak sabar menunggu." Jelas tante Halima.

"Rey?" tanya ku memperjelas jika apa yang kudengar itu tidak salah.

"Iya Sri."

"Untuk apa dia datang?" tanya tanpa sadar

"Kau ini pake acara tanya untuk apa, ya untuk menemui lah."

"Oh.." Aku mengangguk-anggukan kepala ku.

"Tadi memangnya kalian tidak ketemu didepan ha?" selidiknya.

"Bagaimana bisa ketemu jika kami saja belum saling mengenal?" Kata ku.

"Ia juga ya, Tante lupa jika kalian belum pernah bertemu." Dengan santainya beliau berbicara seolah tidak ada yang salah dengan pertanyaan darinya itu.

"Apa jangan-jangan...Ah tidak mungkin." Tepis ku sambil meletakkan es krim bawaan ku diatas meja.

"Jangan-jangan apa?" tanya tante Halima yang mendengar ucapan ku.

"Tidak ada kok tan." Balas ku.

"Benarkah?" rupanya tante Halima meragukan ku.

"Umm" sahut ku karena mulut ku sudah penuh dengan es krim.

"Kurangi es krim jika tidak mau gemuk!" kata-kata yang sudah sering ku dengar setiap aku membeli es krim.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!