Bab 2.

Hari demi hari berganti dan tak terasa sudah hampir 4 bulan aku bersama Tante Halima. Semakin lama aku semakin mahir melayani para pelanggan yang datang kesalon. Seperti memotong rambut pelanggan, meluruskan rambut dan cuman aku belum terlalu berani jika disuruh untuk merias para pelanggan misalnya merias pelanggan yang akan menghadiri pesta pernikahan.

Aku takut jika pelanggan kami tidak merasa puas dengan hasil yang ku perbuat. Dan bersyukur juga Tante Halima tidak terlalu memaksakan aku untuk hal yang aku belum mampu.

Belakangan ini seorang wanita sepantaran Tante Halima sering berkunjung kesalon dan kadang juga datang kerumah kami tinggal. Dari penampilannya sudah terlihat jelas jika dia orang kaya terbukti setiap datang kerumah ia selalu diantar oleh supir dengan mobil mewahnya.

Hingga pada suatu malam wanita itu datang untuk meminta ku untuk menikah dengan anaknya. Tentu saja aku menolak hal itu walaupun dia dari kalangan orang kaya namun aku tidak mau asal dalam memilih calon suami ku kelak terlebih lagi aku belum mengenal anak dari wanita itu.

Wanita yang biasa dipanggil oleh Tante Halima dengan sebutan Nia.

Aku tidak tau sedekat apa hubungan keduanya yang aku lihat mereka berteman baik.

Penolakan ku ternyata tidak membuat Tante Nia menyerah untuk membujuk ku agar mau menikah dengan anaknya. Namun selalu aku tolak dengan bahasa yang santun takut jika aku salah bicara dan membuat dia sakit hati.

Tapi sepertinya mereka tidak putus asa agar aku mau dan menerima keinginan mereka. Maka aku putuskan untuk memikirkan hal itu terlebih dahulu mengingat aku belum mengenal anaknya.

Tante Nia pun mau bersabar untuk menunggu keputusan dari ku.

Hari ini aku tidak berangkat kesalon bersama dengan tante Halima karena aku bangun kesiangan. Efek dari tidak bisa tidur karena memikirkan jawaban apa yang akan aku katakan nantinya kepada tante Nia jika sudah tiba waktunya ia bertanya lagi.

Didepan gang rumah aku berdiri sambil menunggu angkot yang lewat menuju pasar. Karna terburu-buru aku tidak memperhatikan jika ada sebuah mobil yang melintas hingga aku hampir tertabrak. Tapi nasib baik masih berpihak kepada ku ternyata.

Aku tidak kenapa-napa tapi pengemudi mobil mewah itu turun dari mobil miliknya langsung memarahi ku tanpa menanyakan keadaan ku.

Padahal kan disini bukan sepenuhnya kesalahan ada pada ku. Dia juga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Kau punya mata tidak?" bentaknya kepada ku.

Aku hanya tertunduk tanpa bisa mengucapkan sebuah kalimat apa pun.

Kalau kau ingin mati bilang biar aku melajukan mobil ku lebih kencang lagi! ucap nya membuat ku emosi dan sontak menatap kewajahnya.

Antara mau marah tapi tidak jadi. Mulut ku tidak sanggup berkata-kata begitu bola mata ku menatap kepada orang yang sedang berdiri didepan ku. Seorang pria dengan tubuh yang tinggi tegap wajah yang tampan kulitnya putih bersih. Sungguh indah dipandang mata sehingga aku lupa diri diwaktu yang sesaat.

"wah selain tidak bisa meluh ternyata kau juga tidak bisa mendengar ucapan ku dengan baik." Sentak pria itu membuyarkan lamunan ku.

"Maaf!" Kata ku sambil menundukkan kepala ku dan didetik berikutnya aku mengumpat diriku sendiri. Bagaimana tidak bisa-bisanya aku diam saja terpukau oleh wajah tampannya.

"Dasar orang aneh." Ejeknya dan kemudian berlalu begitu saja meninggalkan begitu saja.

"Ya ampun kau tampan tapi sayang cara mu berbicara tidak setampan wajah mu." Gerutu ku begitu ia sudah masuk kedalam mobilnya.

* * *

Tanpa sepengetahuan ku tante Halima memberitahu kepada keluarga tante Nia jika aku bersedia menikah dengan anak dari tante Nia. Jujur aku sungguh terkejut dengan apa yang sudah kulihat dimana begitu banyak kartu undangan yang bertuliskan nama ku disana.

"Rey dan Sri"

"Ini apa tante?" tanya ku dengan sedikit gusar.

Aku belum siap jika apa yang aku pikirkan itu benar adanya.

"Itu undangan pernikahan kau dan Rey anak dari Nia. Dan sebentar lagi Nia akan datang menjemput mu untuk memilih pakaian pengantin untuk mu." Jelasnya.

"Tapi aku belum memutuskan jika aku..."

"Tante yang memutuskan dan tante juga sudah meminta persetujuan dari ibu mu. Jangan khawatir semuanya sudah tante urus kau hanya perlu mengikuti apa yang Tante katakan padamu."

"Apa?"

Aku tak habis pikir ku kira tante Nia tidak menagih jawaban dari ku karena tidak ingin memaksa ku tapi apa ini? aku bahkan belum mengenalnya demikian juga dengan anak dari tante Nia. Bahkan kami belum pernah bertemu sekali pun. Sungguh ini tak adil, ini tidak masuk diakal.

"Tapi tan..." Belum sempat aku melanjutkan kalimat penolakan ku tante Halima sudah memotong ucapan ku.

"Jangan menolak karna ini semua demi kebaikan mu Sri!"

"Kebaikan apa tan? tante tidak bisa seperti ini! ini hidup ku aku yang akan menjalani bukan tante dan karna itu tante tidak seharusnya mengambil keputusan tanpa sepengetahuan dari ku. Aku tidak mencintainya bahkan tidak mengenalnya sama sekali!" Ucap ku dengan meninggikan suara ku sambil menahan tangis dan sesak didalam dada ku.

Rasanya aku sulit untuk bernafas, dunia ku seakan berhenti. Pupus sudah harapan ku ingin menikah dengan orang yang aku cintai dan yang mencintai ku tentunya.

"Sri..Kau tidak tau apa-apa tentang cinta! cinta tidak akan menjamin hidup mu bahagia, ingat itu."

"Tapi tan...Aku mohon jangan seperti ini." Ucap ku dengan suara lirih.

"Tidak ada gunanya menangis mau tidak mau suka atau tidak kau harus tetap menikah dengan Rey." Tegas Halima membuat tangisan Sri pecah.

"Aku mohon tante..."

Tangisan ku ternyata tidak berpengaruh apa-apa, Tante Halima meninggalkan ku sendiri. Sungguh begitu kejam apa yang aku rasakan ini dimana orang terdekat ku sendiri yang membuat aku masuk dalam lingkaran hidup yang tidak pernah aku pikirkan sedikit pun.

Entah apa yang ia katakan kepada ibu sehingga ibu mengikuti keinginannya tanpa menanyakan kepada terlebih dahulu. Mereka semua membuat rencana tanpa sepengetahuan ku seperti ingin memberi ku sebuah kejutan dan terima kasih karna kejutannya sukses membuat ku terkejut hingga dunia ku seakan runtuh.

"Apa yang akan terjadi pada ku nanti?" bergumam sendiri dan tanpa sadar ternyata Tante Nia sudah berada dibelakang ku karna bertepatan pintu depan tidak tertutup pada saat itu.

"Kau menangis?"

"Tidak tan, ini hanya air mata bahagia." Bohong ku menutupi apa yang baru saja terjadi.

Tiba-tiba Tante Nia memeluk ku sambil berkata. "Terima kasih sayang sudah mau menuruti permintaan tante."

Aku pun hanya memaksakan senyuman ku tidak tega jika aku mengecewakannya yang terlihat sangat bahagia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!