Sebuah Pilihan

Setelah kepergian kedua orang tuanya, Paman dan Bibinya memutuskan untuk merawat dan membiayai Satoshi.

Satoshi yang semula adalah anak yang cukup ceria, sekarang berubah menjadi anak yang pendiam dan penyendiri setelah kepergian orang tuanya.

Walaupun anak-anak dari Paman dan Bibinya selalu berusaha menghibur Satoshi, namun Satoshi selalu memilih untuk menyendiri dan membantu pekerjaan rumah.

"Matsuo...Hina...." paman Hideo memanggil kedua anaknya. (Oh iya, "Hideo" adalah nama pamannya Satoshi sementara Bibinya bernama "Tsuna").

"Iya Ayah", sahut kedua anak paman Hideo dan segera berjalan menuju ke ruang keluarga.

"Bagaimana kondisi Satoshi ? Apakah dia sudah bisa ceria lagi ? Sudah 3 bulan ini setelah kedua orang tuanya meninggal, aku lihat Satoshi selalu diam saja".

"Belum Ayah, masih seperti biasa... dia hanya menjawab seadanya dia benar-benar berubah tidak seperti yang dulu" jawab Matsuo kepada Ayahnya dengan wajah yang sedih.

"Aku sangat sedih ayah melihat Satoshi seperti ini, dulu dia begitu manja kepadaku dan selalu ingin ditemaniku, sekarang aku hanya melihat raut muka yang sangat sedih dan tatapan kosong saat aku melihat Satoshi", jawab Hina dengan raut muka yang sedih.

"Bagaimana ini.... dia juga mulai sering terlambat pulang ke rumah, aku dengar dari gurunya dia menjadi anak pemurung sekarang di sekolahnya dan teman-temannya mulai menjauhinya", ucap Paman Hideo

"Hmmm... Coba aku ke kamar Satoshi, aku akan berbicara dengannya" sahut Bibi Tsuna kepada keluarganya.

Bibi Tsuna segera menuju kamar Satoshi dengan membawa segelas coklat hangat.

"Tok...tok...tok...", Bibi Tsuna mengetuk kamar Satoshi.

"Satoshi...bibi boleh masuk ? ada yang ingin aku bicarakan denganmu" tanya Bibi Tsuna yang sudah berada didepan kamar Satoshi.

"Iya.... Bibi silahkan masuk", sahut Satoshi dari dalam kamarnya.

Bibi Tsunapun masuk membuka kamar Satoshi.

"Oh rupanya kamu sedang belajar, maaf bibi menjadi mengganggumu", ucap Bibi Tsuna yang melihat Satoshi sedang belajar.

"Tidak Bi, Bibi tidak menggangguku kok, lagian aku sudah kelas 3 SMP sebentar lagi akan masuk ke SMA jadi aku menyiapkan ini semua"

Satoshi yang melihat Bibinya membawakan segelas coklat panas merasa senang.

"Wahh terima kasih bibi sudah repot-repot membawakan coklat panas untukku" sambil meminum coklat panas itu.

"jadi apa yang mau dibicarakan denganku?" tanya Satoshi kepada Bibinya.

"Tadi dibawah Pamanmu, Matsuo dan Hina sedang membicarakanmu, katanya sekarang kamu lebih sering diam dan menyendiri, apa yang membuat seperti itu Satoshi ? Apakah kamu masih sangat berduka atas meninggalnya kedua orang tuamu ?" tanya Bibi Tsuna kepada Satoshi.

Satoshi hanya terdiam mendengar ucapan Bibinya,

"Oh.. jadi semua mengkhawatirkanku", gumam Satoshi dengan suara lirih dan kepalanya menunduk kebawah.

Kemudian dengan manatap wajah bibinya Satoshi menjelaskan kondisinya,

"Aku memang masih bersedih, aku seperti itu mungkin aku sedang memikirkan masa depanku" jawab Satoshi yang diiringi senyum kepada bibinya.

"Kami juga masih bersedih Satoshi, tapi kamu harus kuat dan bangkit, mulai besok kamu harus ceria saat di sekolah dan sepertinya kamu sudah lama tidak berlatih bela diri juga" sahut Bibinya.

"Aku kurang ceria saat di sekolah mungkin karena aku sedang merenung Bibi Tsuna, salah satu guruku menyarankan untuk melanjutkan ke Sekolah Negeri dengan mutu pendidikan yang tinggi, tapi aku pikir...jika aku sekolah disana akan membebani Paman dan Bibi tentunya, apalagi untuk mendapatkan beasiswa juga sulit, nilaiku tidak cukup" jawab Satoshi kepada bibinya.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal biaya Satoshi, kami masih sanggup untuk membiayaimu" jawab Bibi Tsuna dengan senyumannya.

"Tidak Bibi Tsuna, tidak bisa seperti itu. Kak Matsuo dan Kak Hina juga membutuhkan biaya untuk kuliah, aku tahu walaupun ada sedikit tabungan dari Orang tuaku, itu pun juga tidak cukup sampai menyelesaikan sekolahku, jadi aku beberapa hari ini juga bekerja sampingan di toko buku setelah pulang sekolah untuk tambahan uang jajan, jadi aku sudah jarang berlatih bela diri, he..he..he" jawab Satoshi dengan sedikit tersenyum.

Bibi Tsuna yang terkejut Satoshi mengatakan itu, tiba-tiba meneteskan air mata dan langsung memeluk Satoshi.

"Bagaimana bisa anak seusiamu dapat memikirkan hal dewasa seperti itu"

"Setelah aku masuk ke SMA aku berencana kembali ke apartemen lama ku Bibi",

"Aku akan menjalani hidupku sendiri dan akan mengurus diriku sendiri",

"Karena aku berencana bekerja sampingan nantinya" tegas Satoshi.

"Aku nantinya akan sering pulang malam, jika masih tinggal disini, aku tidak enak dengan Paman dan Bibi".

Bibi Tsuna melepaskan pelukannya dan berkata,

"Tidak Satoshi, tidak boleh !

"Kamu harus tetap tinggal disini sampai kamu dewasa, aku tidak mengizinkanmu !!!" jawab bibi dengan perasaan yang sedih dan kesal.

"Aku mohon..., aku harus menghadapi ini semua" jawab Satoshi meyakinkan Bibinya.

"Tidak Satoshi !!! Aku akan mengadukan ini ke pamanmu jika kamu tidak menurut padaku !" jawab bibi tsuna meninggalkan Satoshi dan bergegas menuju Paman Hideo.

Dan Satoshi yang melihat Bibinya pergi meninggalkannya hanya bisa diam.

Bibi Tsuna langsung menemui suaminya, Matsuo dan Hina, dia menceritakan semuanya.

Semua orang terkejut dan sedikit sedih dengan keputusan Satoshi.

"Satoshi turunlah... Aku mau berbicara denganmu" terdengar suara Paman Hideo dari lantai bawah.

Satoshi yang mendengar teriakan Pamannya begegas menuju ke bawah untuk bertemu dengan Paman, Bibi dan kedua sepupunya.

"Ada apa Paman memanggilku?" Sambil berjalan menjawab panggilan Pamannya.

"Duduk lah" jawab paman hideo.

"Kamu yakin dengan keputusanmu itu ?"

"Bibimu sudah menceritakan semuanya"

"Iya paman keputusanku sudah sangat matang, maaf bila akhir-akhir ini aku menjadi pendiam dan menyendiri". Jawab Satoshi dengan kepala menunduk kepada Pamannya.

"Ini bukan soal kamu pendiam, apa kamu tidak betah tinggal dirumah Paman?" dengan nada sedikit geram bertanya kepada Satoshi.

"Dengan tenang Satoshi menjawab "Paman, aku masih memiliki apartemen peninggalan orang tuaku, aku harus merawatnya dan ingin tinggal disana, aku juga ingin menghadapi masa depan dengan caraku sendiri, aku pasti akan mengunjungi kalian semua".

"Paman dan Bibi adalah waliku sekarang, aku tidak mungkin melupakan kebaikan kalian selama ini kepadaku namun izinkan aku menjalani pilihanku".

Paman dan bibinya terdiam seketika mendengar jawaban Satoshi. Matsuo dan Hina tersenyum bangga mendengar jawaban Satoshi.

Setelah terdiam cukup lama Paman Hideo melanjutkan pertanyaanya.

"Baiklah Satoshi jika itu keputusanmu, lalu SMA mana yang ingin kamu pilih untuk lanjutkan sekolah ?"

"Aku mendapat informasi dari guruku bahwa di kota ini ada sekolah yang biaya nya cukup murah walaupun pendidikannya lumayan buruk"

"Namun setelahku pikir matang-matang, aku cukup melanjutkan sekolahku sampai selesai tidak perlu kualitas yang bagus" jawab Satoshi meyakinkan Pamannya.

"Memang apa nama sekolah itu, aku tidak tahu ada sekolah seperti itu?" tanya paman Hideo kepada Satoshi

Disaat yang bersamaan Matsuo terkejut mendengar ciri-ciri sekolah yang dikatakan Satoshi.

"Satoshi, tunggu...jangan-jangan sekolah yang kau katakan itu adalah SMA Laki-laki Swasta Itachiyama ?" tanya Matsuo dengan rasa penasaran.

Hina yang mendengar Matsuo mengatakan nama sekolah itu langsung terkejut dengan mata yang melotot dan mulut menganga menatap Matsuo.

"Kak, kau tidak asal menyebut nama sekolah itu kan?" tanya Hina dengan rasa ketakutan.

Paman Hideo dan Bibi Tuna heran kenapa anak-anaknya terkejut seperti itu.

"Matsuo - Hina... kenapa kalian seperti itu ? Ada apa dengan SMA Laki-laki Swasta Itachiyama ?" tanya Paman Hideo kepada kedua anaknya.

"Iya betul kak Matsuo, SMA Laki-laki Swasta Itachiyama, aku akan bersekolah disitu, sudahku ajukan ke guruku dan akan diurus pendaftarannya" jawab Satoshi dengan santai.

Matsuo yang semakin terkejut mendengar jawaban Satoshi kemudian menjelaskan ke semuanya.

Bahwa sekolah itu adalah berkumpulnya anak-anak berandalan dari seluruh negeri ini, yang dia ketahui perkelahian antar siswa dan tawuran antar sekolah sudah menjadi hal biasa di sekolah itu setiap tahunnya.

Banyak yang tidak lulus dan di keluarkan dari sekolah itu makanya kualitas pendidikan sekolah itu saat ini sangat buruk.

Guru yang disana bersusah payah merekrut siswa baru agar sekolah itu masih dapat bertahan.

Mendengar cerita itu paman Hideo dan Bibi Tsuna terdiam cukup lama, Satoshi juga ikut terdiam mendengar itu.

"Hmm... sebaiknya renungkan saja dulu Satoshi keputusanmu untuk memilih sekolah itu, mumpung masih ada waktu sebelum kelulusanmu" ucap Paman Hideo kepada Satoshi.

Satoshi kemudian meninggalkan mereka dan kembali menuju kamarnya memikirkan perkataan Matsuo tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!