"Astaga! Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Meli?" teriak Lily yang bukan main terkejutnya mendengar cerita Meli. Sudut kosong di aula sekolah menjadi tempat mereka bercerita.
"Aku yakin dengan apa yang aku perbuat, Ly," ucap Meli.
"Ya, Tuhan ... Melii ... " Liliyana hanya menggelengkan kepalanya mendengar apa yang dikatakan Meli itu. Dia tahu Meli bukan tipe perempuan murahan. Tapi Meli tak pernah dekat dengan laki-laki mana pun, dia tak pernah mendapatkan perlakuan istimewa dari laki-laki. Bahkan jatuh cinta mungkin baru kali ini. Dan Meli sudah memberikan segalanya buat Vian.
Gila ... Meli benar-benar diluar nalar kali ini. Apakah ini bentuk keputusasaannya? Ya, Tuhan ... Aku tak menyangkanya. Kasihan Meli. Bagaimana nanti jika Vian mencampaknya, batin Lily.
"Mel," panggil Lily pelan. Meli menoleh kearah sahabatnya itu.
"Bagaimana ... kalau nanti kamu ... hamil?" ucap Lily perlan setengah berbisik.
"Hamil?" Meli tersenyum mendengarnya.
"Iya, hamil. Kamu mengandung anak Kak Vian."
"Aku sudah siap dengan resiko itu, Ly. Aku akan membesarkan anak itu nantinya," jelas Meli dengan penuh keyakinan.
"Artinya kamu akan membuang masa depanmu? Kamu akan berhenti sekolah dan melupakan cita-citamu, Meli? Demi Tuhan .. jangan kamu katakan itu. Jangan rusak hidupmu sendiri Meli. Aku tak mau melihatmu seperti itu. Aku tak tega melihatmu menderita lagi, apalagi hanya gara-gara cinta butamu itu. Jangan Mel, aku mohon," ucap Lily begitu memohon pada sahabatnya. Namun Meli hanya menimpalinya dengan sebuah tarikan indah diujung garis bibirnya.
Lilyana hanya menghela nafas panjangnya melihat tanggapan Meli. Mereka lalu kembali masuk kekelas setelah bel masuk pelajaran berbunyi. Semua duduk dengan hikmat dibangku masing-masing mendengarkan penjelasan dari guru mengenai kegitan yang akan diadakan setelah ujian akhir semester ganjil ini.
******
Libur sekolah telah tiba. Semua siswa menikmati libur dua minggu yang diberikan. Lumayan untuk sekedar jalan-jalan keluarga. Tapi tidak bagi Meli. Dia hanya menghabiskan liburan dirumah saja.
Drr ... Drr ...
Ponsel Meli bergetar. Sebuah pesan whatsApp masuk keponselnya.
"Hi, Mel. Apa kabar?"
Pesan whatsApp dari Melviano untuknya. Sebuah senyum indah mengembang dari bibir mungil Melia. Tanpa basa-basi lagi dia langsung membalasnya.
"Kabarku baik, Kak. Kak Vian apa kabar?" tulis Meli membalas pesan dari Vian.
"Kabarku baik. Kamu liburan kemana?"
"Tidak kemana-mana, Kak. Dirumah saja. Kak Vian, pergi berlibur?"
"Tidak. Aku baru pulang latihan. Aku jemput kamu ya, Mel?"
Meli membalasnya. Dan segera bersiap-siap. Dia senang bukan main Melviano mengajaknya jalan. Setangah jam kemudian dia sudah siap dengan pakaian rapi. Tak lama motor Vian terdengar dari gerbang rumah. Meli keluar dan naik keatas boncengan motor Vian. Mereka melewati beberapa gang kecil barulah sampai dijalan utama.
Mereka menghabiskam waktu dengan berjalan-jalan mengelilingi pusat perbelanjaan. Menonton sebuah film romantis yang sedang booming saat itu. Lalu makan siang besama disebuah kafe muda-mudi yang sangat populer.
"Kamu mau pesan apa, Mel?" tanya Vian sambil menyerahkan daftar menunya pada Meli. Gadis muda itu membuka dan memilih-milih menu yang ada disana. Sampai akhirnya dia menemukan dan memutuskan menu makanannya.
"Gado-gado dan lemon tea hangat saja, Kak."
"Baiklah. Aku nasi goreng seafood dan es kopi," ucap Vian sambil menyerahkan daftar menu itu kepada pelayan kafe. Setelah menunggu beberapa lama, makanan yang mereka pesan pun tiba. Kedua muda mudi itu terlihat asyik menikmati makan siang mereka.
"Apakah kamu selalu memakai kacamata itu, Mel?"
"Iya, Kak. Ini kacamata pemberian almarhum Kakek, masih cocok dengan minus mataku. Lagi pula aku tidak percaya diri tanpa memakai ini," ucap Meli setelah selesai menghabiskan makanannya.
"Aku rasa kamu lebih cantik jika memakai softlens. Lagi pula minus mu kan tidak besar. Akan lebih terlihat modis dengan softlens dari pada kacamata tua itu." Vian menyeruput es kopi yang ada dihadapannya. Dia memang jago dalam menilai penampilan perempuan.
"Nanti aku fikirkan saran Kak Vian," ucap Melu sambil tersenyum. Mereka melanjutkan perjalanannya menuju sebuah rumah mewah dikawasan elite dipusat kota. Vian mengajak Meli singgah kerumahnya. Rumah besar dan mewah. Maklum saja, ayahnya seorang pejabat kementerian dan ibunya seorang dokter kecantikan terkenal.
"Sepi sekali, Kak." Meli memperhatikan setiap sudut rumah.
"Hmmm ... Ada bibi asisten rumah tangga dan penjaga saja. Mereka ada di paviliun belakang."
"Orang tua Kak Vian kemana?" tanya Meli polos.
"Mama dan papa sedang dalam proses perceraian. papa pergi bersama adikku yang bungsu. Adik tiri, tapi bunda yang mengasuhnya sejak ibunya meninggal saat melahirkannya. Papa dan mama Entah apa yang membuat mereka merasa sudah tidak cocok lagi. Papa mempunyai pacar baru dan kemungkinan akan menikah setelah bercerai dengan bunda," papar Vian sambil meletakkan segelas minuman dingin dihadapan Meli.
"Maafkan aku, Kak. Aku tak bermaksud mengorek luka lama, Kak Vian." Meli merasa tak enak pada Melviano.
"Tidak apa-apa, Mel. Santai saja. Aku ini laki-laki. Jadi harus kuat. Aku tak boleh lemah."
"Kak Vian hebat, tak seperti aku. Cengeng. Lemah dan penakut. Sejak kecil aku selalu dikucilkan. Mendapat perlakuan yang tak pantas dari orang-orang disekitarku. Tapi aku hanya bisa menangis. Hanya Lily teman ku tempat aku berbagi cerita. Aku merasa hidup ini sangat tidak adil padaku. Mungkit langit begitu membenciku, sehingga melimpahkan penderitaan yang bertubi-tubi." Meli mulai berkaca-kaca. Dia kembali teringat dengan semua yang dia alami sejak kecilnya. Vian mendekat padanya. Lalu memeluknya.
"Jangan sedih, Mel. Ada aku yang siap mendengar ceritamu. Anggap saja aku ini juga sahabat mu. Kamu bebas menceritakan apapun yang kamu mau," tutur Vian sambil membelai lembut.
Vian menarik tangan Meli menuju kamarnya dilantai atas. Dia menutup dan mengunci pintu kamar itu. Dia melepas kacamata Meli lalu meletakkan dinakas. Kedua tangannya memegang wajah Meli.
"Aku terobsesi, Mel. Terobsesi dengan tubuhmu. Jujur aku baru melakukannya denganmu. Aku berusaha menahannya tapi aku tak bisa, bayanganmu selalu menghantui hidupku."
Meli tertunduk. Wajahnya bersemu merah. Dia pun merasakan hal yang sama pada laki-laki itu. Mungkin ini adalah cinta dan cara mereka mengartikan cinta itu sangatlah salah. Belum pada waktunya. Bisikan setan itu kembali datang. Menggoda sepasang manusia yang mengurung diri didalam kamar itu. Vian sadar apa yang dilakukannya itu adalah tabu dan sebuah dosa yang pedih. Namun jiwa mudanya tak mampu menolak hasrat kenikmatan itu. Libidonya kembali naik ke ubun-ubun. Kembali menagih kenikmatan bersama perempuan yang ada dalam pelukannya itu. Tertawalah para iblis saat berhasil membujuk sepasang manusia yang mabuk kepayang itu. Mereka kembali bermandikan dosa, mereguk lagi kenikmatan surgawi semu yang belum selayaknya.
"Kak," panggil Meli yang menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Vian. Mereka masih dalam satu selimut yang sama.
"Hmmm ... "
Meli tak melanjutkan ucapannya dia memeluk pinggang Vian. Membenamkan dirinya lebih dalam kepelukan laki-laki gagah kesayangannya itu. Dia seolah tak perduli dengan kenikmatan semu dan dosa yang telah mereka perbuat. Waktupun turut diam dan menjadi saksi perbuatan mereka.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Hera
mely udah dibutakan rasa cintanya ya tpi mo gimana udah keulang lgi kejadiannya
2022-06-23
0
Rahayu
memang zaman sekarang banyak yg kayak gitu ,menikmati semu tanpa sadar mereka melakukan dosa yg mungkin akan akan jadi penyesalan seumur hidup
2020-12-29
1
Sahla Sabilla
cuma dianggap sahabat ...mely mau melakukan lgi😅😅🤦
2020-07-27
3