Perasaan Apa Ini?

Entah apa yang dirasakan Melia kini, semua jadi serba salah setelah pertemuannya dengan Vian beberapa hari lalu. Dia merasa resah, gelisah dan tak tenang. Wajah pemuda gagah itu tak lekang dari hati dan pikirannya. Setiap hari dia selalu bertemu dengan Vian disekolah, degup jantungnya selalu berposisi diluar kodratnya. Berdetak overdosis.

"Hi, Mel. Sendirian?" tanya Vian menghampiri Meli yang duduk seorang diri dikantin. Lily yang biasa bersamanya hari ini sedang ikut latihan tari di aula sekolah, dia dan tim tarinya akan ikut lomba tari antar kecamatan.

"Ya, Kak," jawab Meli singkat.

"Boleh aku duduk disini?"

"Hmm,"

Vian membawa mangkuk baksonya duduk disebelah Meli. Otomatis Meli jadi salah tingkah dibuatnya. Senang bercampur malu dirasakannya saat itu.

"Kak Vian juga sendirian?" Meli mencoba membuka obrolan dengan Vian yang sedang asyik melahap bulatan bakso kemulutnya.

"Iya, aku tidak sempat sarapan tadi pagi. Waktu istirahat pertama ada pertemuan dengan member baru. Lapar sekali," ucapnya dengan wajah memelas.

"Kasian sekali kamu, Kak. Sampai kelaparan begitu. Sepertinya Kak Vian sibuk sekali sampai lupa makan." Senyum Meli pada laki-laki disebelahnya.

"Ya, aku kan sudah kelas tiga. Jadi harus ada regenerasi kepemimpinan klub. Aku mau fokus dengan ujian akhir. Targetku bisa masuk perguruan tinggi favorit."

"Aamiin, aku doakan deh. Semoga harapan dan cita-cita Kak Vian tercapai."

"Aamiin, terima kasih ya, Cantik," ucap Vian lepas tanpa menoleh pada Meli. Perempuan itu terkejut bukan kepalang di panggil cantik oleh laki-laki yang dia sukai.

Suatu hal yang baru dia rasakan seumur hidupnya, entah apa namannya itu, yang jelas sekarang dia yakin kalau Melviano Migdadd adalah laki-laki yang dia selalu rindukan. Yang sangat dia sayangi. Konsentrasi hidupnya beralih dan berfokus pada Vian. Bahkan saat belajarpun.

"Mel ... Mel ... Hei ... " panggil Lily setengah berbisik membuyarkan lamunan sahabatnya itu. Meli hanya bengong saat tersadar dari lamunannya itu.

"Kamu kenapa sih belakangan ini sering melamun?" lanjut Lily.

Meli hanya tersenyum. Dia tak tahu harus berkata apa pada Lilyana sahabat karibnya itu. Dia hanya mengambil secarik kertas yang disobeknya dari buku pelajarannya.

"Nanti pulang sekolah aku ceritakan semuanya padamu, Ly."

Lilyana hanya mengerutkan kedua alisnya saat membaca memo dari gadis berkacamata itu. Lalu dia kembali fokus pada konsep logaritma yang dijelaskan oleh guru dipapan tulis. Dua jam terakhir mereka lalui dengan berpikir berat melawan konsep dasar matematika itu. Sampai akhirnya bel panjang berbunyi, semua siswa berlarian keluar kelas. Kali ini Lily sengaja pulang bersama Meli dengan berjalan kaki, dia meminta abudemen langganannya untuk tidak menjemputnya sepulang sekolah. Angin semilir yang menemani jejak langkah kaki mereka di tepi jalan setapak itu, menambah seru obrolan mereka.

"Ada apa sih, Mel? Jangan bikin aku makin penasaran deh, Mel. Ayo cerita!" pinta Lily sambil berjalan.

"Aku ... Aku jatuh, Ly ... Jatuh cinta," ucap Meli senang.

"Haaah!" Lily menghentikan langkah kakinya. Matanya terbelalak mendengarkan ucapan sahabatnya itu. Lily masih menatap Meli, menembus manik mata gadis berkacamata itu, mencari pembenaran dari ucapan Meli tadi.

"Kamu yakin, Mel?" tanya Lily lagi.

"Iya, aku yakin seratus persen."

"Siapa dia, Mel?" kali ini Lily makin penasaran dibuatnya.

"Laki-laki hebat. Gagah dan tampan. Juga baik hati. Dia beberapa kali menolongku dari bully-an anak-anak jahil. Sejak aku pertama bertemu dengannya aku sudah kagum pada kharismanya, Ly. Dia lembut sekali, baik hati. Ya, Tuhan ... Aku pun baru menyadari itu. Aku baru menyadari kalau aku jatuh cinta padanya, Ly. Pada laki-laki itu," paparnya.

"Baiklah, dia tampan, gagah, baik hati dan suka menolong. Tapi, Mel. Yang jadi masalahnya adalah dia. Dia ... Dia ... Siapakah dia yang kamu maksud itu? Kamu hanua menyebutkan dia. Aku tak tahu siapa dia," protes Lily.

"Kak Vian," jawab Meli menghentikan langkahnya. Lily menoleh pada sahabatnya.

"Kak Vian?" tanyanya.

"Melviano Migdad. Ketua klub taekwondo. Aku sayang pada Kak Vian. Tapi aku cukup tahu diri dengan siapa aku ini. Si itik buruk rupa yang tak pantas untuk bahagia," rutuk Meli lirih.

"Siapa bilang kamu itu itik buruk rupa, kamu itu seperti seekor angsa yang anggun. Abaikan mereka. Tak semua orang membencimu, Meli. Yakinlah, suatu saat kamu pasti akan mendapatkan kebahagianmu. Jangan merutuki dirimu sendiri, Mel. Aku mohon. Aku tak tahan melihatmu seperti itu," pinta Lilyana.

"Ly ... Aku tahu aku ini anak pembawa sial dalam keluargaku, aku tidak berbakat, tidak cantik dan aku tidak bergaul. Sejak kecil mereka selalu mengucikan aku. Hanya kamu yang masih mau berteman denganku, Ly. Aku ini sungguh anak yang tidak beruntung," isak tangis gadis muda itu membuat senyap semilir angin. Hening dan sepi menyelimuti suasana sore itu.

Lilyana memeluk Melia yang mulai deras mengalirkan airmatanya. Dia paham benar apa yang dirasakan sahabat kecilnya itu. Meli yang sedari kecil selalu dianggap anak pembawa sial dalam keluarga, terkucilkan dan punya rasa minder yang sangat akut. Dia lebih senang menutup diri dari dunia luar, lebih memilih kesunyian dalam diamnya. Tak jarang dia juga selalu jadi korban keisengan orang-orang disekitarnya. Bullying.

Saat dalam kandungan ayah Meli meninggal dunia karena sakit aneh yang dideritanya, setelah lahir kedunia Meli menyandang status yatim piatu. Dia dibesarkan oleh kakek dan neneknya dikampung. Pada saat kelas tiga sekolah dasar neneknya meninggal dunia. Semua orang beranggapan bahwa kehadirannya adalah anak pembawa sial dalam keluarga. Dia tidak begitu pintar, prestasinya disekolah biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Jarang bergaul dan lebih suka menyendiri. Baginya Lilyana adalah saudaranya. Lily yang terlahir dari keluarga berada mau menerima dia sebagai sahabatnya sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar. Lily yang merupakan anak tunggal juga merasa senang mendapatkan sahabat sekaligus saudara seperti Meli.

Kedua orang tua Lily tak pernah mempermasalahkan hal itu. Mereka sangat mendukung persahabatan kedua perempuan muda itu.

"Mel, Jika kamu menyukai laki-laki itu, ungkapkan perasanmu padanya. Jangan kamu sembunyikan. Itu akan menyiksamu, Meli."

"Aku tidak berani, Ly. Aku takut. Aku malu. Aku cukup tahu diri dengan siapa sebenarnya aku ini. Sudahlah biarkan saja seperti ini," ucap Meli pasrah pada parasaan mindernya itu. Dia tak berani melakukan apa yang dikatakan sahabatnya itu. Baginya mencintai dalam diam adalah hal yang terbaik saat ini.

"Kamu yakin dengan apa yang kamu jalani ini, Meli?" tanya Lily perlahan.

"Ya, biarlah saja seperti ini, Ly. Aku ingin seperti ini. Cukup dengan seperti ini saja sudah pantas bagiku."

"Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dari semua ini, Meli. Hargai dirimu sendiri. Kamu pantas bahagia. Kamu berhak bahagia." Lilyana menyakinkan sahabatnya, namun Meli bukanlah tipe anak yang pemberani. Hatinya akan langsung ciut mendapati masalah seperti ini. Mentalnya tak cukup kuat untuk bertarung.

******

Terpopuler

Comments

Handari Nauval Msi Parimo

Handari Nauval Msi Parimo

sedih toor😢😢

2020-08-14

1

Sahla Sabilla

Sahla Sabilla

orang pemalu suruh nyatain cinta ..cwex lagi mana berani ....
kamu gimna Sei lyly ?? ...

2020-07-27

1

Nunuk Pujiati 👻

Nunuk Pujiati 👻

sudah ya anak kalem suruh ucapkan kata cinta, Liy kau minta di ketok

2020-07-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!