Malam tiba, Hazel masih duduk di balkon Kastil, dia merindukan Ayahnya, merindukan ocehan Ibu angkatnya, merindukan nasehat Pak Van Hill. Bila mengingat Pak Van Hill, penasaran Hazel kembali mencuat dengan lukisan-lukisan yang terpajang di dinding. Ia bergegas menghampiri Alaric, pria itu sedang asyik memainkan piano, terdengar merdu dengan alunan yang romantis.
Hazel mematung di belakang Alaric, ia menikmati setiap alunan melodi piano itu.
"Ada yang ingin kau tanyakan?" tanya Alaric menebak maksud dari kehadiran Hazel.
Hazel tersenyum kecil, ia memberikan tepuk tangan kepada Alaric, "Kau sangat hebat, itu alunan yang paling merdu aku dengar," ucapnya memuji.
"Kau berlebihan, ini tidak seberapa dibanding bila aku tidak menjadi Vampir, aku memiliki kelebihan banyak, tapi ..ah sudahlah ..Apa yang ingin kau tanyakan?"
Hazel yang pandai menunjuk ke lukisan keluarga kerajaan, " Jelaskan padaku siapa-siapa mereka," pinta Hazel.
Alaric lebih mendekatkan diri ke lukisan itu, dia mengamati satu persatu lukisan gambar dirinya bersama keluarganya. Di lukisan itu mereka senyum bahagia, hidup mereka damai, tetapi kebahagiaan mereka pudar setelah Zhietta menyebarkan virus Vampirnya.
"Ini Ayah dan Ibuku, juga Kakekku," jelas Alaric.
Hazel tertegun, "Kakek? Yang mana?" tanyanya.
"Dia," Alaric menunjuk ke gambar Pak Van Hill. Matanya berkaca-kaca karena memendam kesedihan mengenang Kakeknya.
Deg!
Seluruh tubuh Hazel gemetaran mendengar penuturan Alaric mengakui Pak Van Hill sebagai Kakeknya. Ia bahkan bingung apakah memang itu Pak Van Hill atau hanya sekedar mirip? Tetapi mana ada seseorang yang teramat mirip, bentuk tubuhnya pun tak berbeda. Hazel mengamati seksama lagi gambar itu, dia mencoba menghapus setitik noda di bagian wajah gambar Pak Van Hill.
"Apa yang kau lakukan? Itu bukan noda tapi tahi lalat Kakekku," kata Alaric.
Keterkejutan untuk kedua kalinya membekuk Hazel, semua bukan lagi secara kebetulan, memang Pak Van Hill mirip dengan Kakek Alaric, mereka tak ada perbedaan, bahkan posisi tahi lalat pun sama persisnya. Hazel menyimpulkan, Ini bukan lagi soal kemiripan, namun dua orang yang sama, Pak Van Hill pemilik perpustakaan adalah Kakek Alaric, Raja kedua di Negeri Castor.
"Kau baik-baik saja?" tanya Alaric mengamati raut wajah Hazel yang terkejut.
Hazel tak menjawab, ia duduk di sofa sembari memijit kepalanya. Ia ingin banyak menjelaskan hal itu kepada Alaric, tapi ia tak memiliki kapasitas logika untuk menjelaskan keberadaan Pak Van Hill di dunia manusia.
"Lebih baik kau tidur, kau adalah manusia, kita berbeda energinya," ujar Alaric.
"Kamu benar, aku terlalu lelah dalam berpikir," sahut Hazel. Ia ingin mendamaikan pikirannya dengan cara tidur.
Alaric membopong Hazel menuju kamar ruang tamu, kamar itu sudah di tata rapi oleh pelayannya.
"Tidurlah, jika kau butuh bantuan, panggil pelayan tadi, atau kau ke kamarku," kata Alaric.
Sesaat dia mencuri pandang ke Hazel, tak bosan melihat kecantikan gadis itu. Alaric menyalakan lilin aromaterapi agar Hazel lebih rileks, tidak memendam ketakutan. Saat hendak keluar, Alaric kembali menoleh ke Hazel, ia melemparkan senyum lagi ke Hazel. Gadis itu tersipu malu lalu mengalihkan pandangannya dari Alaric.
Setelah menutup pintu kamar Hazel, Alaric terkejut dengan kehadiran Valencia yang tiba-tiba ada didekatnya.
"Kau mengejutkan ku," kata Alaric seraya mengusap dadanya.
Valencia cemberut, menunjukkan kekesalan hatinya saat itu.
"Kau ada masalah? mungkin kau terlalu lelah, istirahatlah .." ucap Alaric. Ia mengusap pundak Valencia lalu berlalu begitu saja.
"Kenapa harus ada Hazel disini? Aku tidak yakin jika dia mampu mengalahkan Zhietta, lagipula aku bisa bekerja keras lagi untuk membuat ramuan agar kita kembali lagi seperti dulu," ujar Valencia dengan nada protes.
Alaric membalikkan badannya ke Valencia, dia menyipitkan mata menilik maksud dari perkataan temannya itu. Tak di sangka Valencia secara gamblang menunjukkan ketidaksukaan Hazel di Castor.
"Kau sungguh tidak menyukai Hazel, kenapa? Dia gadis lugu, dia akan menyelamatkan kita dari kutukan ini."
"Apapun tujuannya, aku tidak menyukainya, jangan libatkan aku untuk membantu kebutuhan, aku berhak menolak itu Alaric," ucap Valencia tegas.
Valencia kembali masuk ke ruangan laboratorium, Alaric juag ikut masuk, pria itu ingin tahu alasan Valencia membenci Hazel. Namun Valencia malah mengabaikan pertanyaannya, ia malah sibuk dengan rempah-rempah untuk dijadikan obat.
"Baiklah, aku tidak akan menyusahkan mu dalam urusan Hazel, biar aku yang bertanggungjawab atas Hazel sepenuhnya, lanjutkan aktivitasmu, aku juga ingin istirahat," kata Alaric. Ia keluar dari laboratorium karena tak ingin berdebat dengan Valencia.
Bukannya senang mendengar keputusan Alaric, itu malah jadi momok masalah baru di hati Valencia. Ia tidak terima dengan cara Alaric mengistimewakan Hazel, Valencia menginginkan agar Hazel kembali ke dunia manusia saja.
"Dia memang tidak pernah ingin mengetahui hatiku, dia hanya melihatku sebagai teman yang dibutuhkannya," gumam Valencia memandangi kepergian Alaric.
Valencia melirik ke pintu kamar Hazel, ia mencoba memutar kenop pintu itu, ternyata tidak terkunci. Valencia masuk menemui Hazel, gadis itu terkejut dengan kehadiran Valencia yang tiba-tiba, Hazel membangunkan diri sembari mengusap wajahnya.
Cukup lama Valencia mematung menatapnya, Hazel yang kebingungan meraba wajahnya, memeriksa keanehan yang membuat Valencia memandanginya.
"Apa ada yang salah?" tanyanya.
Valencia hanya mengepalkan kedua tangannya, bibirnya terlipat menahan kekesalan. Hazel menebak suasana hati Valencia yang sedang tidak baik-baik saja.
"Aku ingin istirahat, keluarlah .." Ucap Hazel.
Valencia tertawa, seolah mengejek permintaan Hazel itu.
"Ini tempatku selama beratus-ratus tahun yang lalu, kau bukan siapa-siapa disini," sergahnya.
Hazel tak ingin berdebat, ia sudah kehilangan tenaga. Hazel memilih berbaring kembali, menutupi wajahnya dengan selimut guna menghindar dari tatapan Valencia.
Valencia keluar dari kamar Hazel dengan membanting pintu, dia memendam amarah yang belum terlampiaskan, sementara Hazel kembali membangunkan diri. Ia menyadari tatapan Valencia perlu di waspadai.
"Perempuan itu terlihat sangat membenciku, tidak ada salahnya mewaspadainya," gumam Hazel.
Dia beranjak turun dari ranjangnya, memeriksa keadaan luar dari jendela. Suasana teramat sepi, hanya lampu-lampu menara kastil yang menerangi setiap sudut halaman kastil. Cukup lama Hazel menjelajahi setiap sudut pemandangan di sekitar kastil, namun ada satu yang janggal di pohon mati ada sepasang mata merah duduk seakan memantau keadaan kastil Alaric. Makhluk yang sejenis kelelawar, bertengger memandang ke arah jendela Hazel pula. Tanpa aba-aba makhluk itu mengeluarkan api dari mulutnya. Ia menakut-nakuti Hazel.
"Ahhp .." Hazel yang terkaget segera menutup gorden jendelanya. Ia berlari keluar dari kamarnya, meminta tolong sembari mencari keberadaan Alaric.
Di kastil yang luas itu, Hazel kebingungan mencari kamar Alaric, bahkan dia tak menemukan pelayan sama sekali. Hazel memanggil-manggil nama Alaric, berharap pri airu segera datang melenyapkan ketakutannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments