Flova dan Steffa menjemput Alena begitu mereka menyelesaikan pekerjaan mereka. Sebelum mereka pulang Ibu Kartika menyuruhnya untuk beristirahat sebentar di rumahnya.
"Ibu mau bicara sama kamu." Ucap sang ibu.
Flova melihat ke arah Steffa dengan bingung, begitu pun sebaliknya. Pandangan Flova terlebih dahulu melihat ke arah Alena yang sedang bermain-main di pangkuan ibunya.
"Steffa, ajak dia ke kamar. Ibu akan bicara dengan Flova terlebih dahulu." Kata sang ibu Flova, karena ia mengerti Alena ada di depannya.
Steffa mengangguk paham dan mengajak Alena ke kamar lama Flova. Hanya ada keheningan dan suara helaan nafas panjang Ibu Kartika.
"Ada apa Bu? Alena mengatakan sesuatu?" tanya Flova dengan ragu.
Ibunya kembali menghela nafas dan melihatnya dengan penuh pertanyaan.
"Apa benar Alena akan segera memiliki seorang ayah? Kamu yakin dengan orang itu akan sanggup mencintai dan menyayangi Alena dengan sepenuh hati? Apakah ia akan tetap menerima kenyataan tentang Alena, walaupun Alena itu bukan anak kandung mu? Seberapa tau dia tentang Alena? Dan siapa orang yang akan menjadi ayah Alena?"
Flova menghela nafas panjang mendengar banyak pertanyaan dari ibunya. Dia menggenggam tangannya sendiri untuk meyakinkan dirinya.
"Bu, dengarkan aku terlebih dahulu. Yang dikatakan Alena itu hanya keinginan dirinya. Dia iri melihat teman-temannya yang memiliki keluarga lengkap yang menjemput mereka, sedangkan Alena hanya mempunyai aku. Tak sengaja dosenku, Pak Kai bertemu dengannya dan Alena pun langsung memanggilnya papa, namun itu hanya permainan satu hari untuk Alena katanya."
Ibu Kirana pun mengelus balik tangan putri satu-satunya dimilikinya sekarang dan mengelus rambutnya dengan lembut.
"Walaupun hanya permainan, anak kecil akan terus menanyakan dimana ayahnya berada, Flova. Ia tau kamu bukanlah ibu kandungnya, namun di dalam hatinya ia merasa kamu membutuhkan seseorang untuk sandaran kamu. Ia juga akan merasa bahwa keluarganya akan lengkap. Akan lebih baik ada seseorang yang membawa hubungan serius dengan kamu daripada kamu harus terus menerus berbohong di depannya. Itu juga akan menyakitinya. Baginya sekarang, kamu adalah panutan hidupnya dan pengganti sosok ibunya. Jangan sampai kamu mengecewakannya. Mengerti?"
Flova mengangguk paham mendengar nasihat panjang lebar dari ibunya. Dan kini ia bimbang dengan permintaan Alena , yang entah ia bisa memenuhinya atau tidak.
Setelah makan malam bersama di rumah ibunya, Flova , Steffa dan Alena pun pulang ke apartemen kecil mereka.
Seperti biasa, sebelum Alena tertidur, Flova terlebih dahulu menemaninya di kamarnya dan mendengarkan beberapa celotehan dari mulut kecil Alena.
"Bunda, apakah besok Ayah bisa menjemput Alena?" Tanya bocah mungil tersebut dan membuat Flova terpaku.
"Ayah pasti sibuk bekerja sayang. Akan sulit apabila dia harus menjemput kamu." jawabnya sambil mengelus kepala Alena agar cepat tertidur.
"Ayah bekerja dimana?"
"Bunda tidak tau, sayang. Sayang, sekarang tidur ya, sudah malam. Besok juga Alena kan harus ke sekolah pagi-pagi."
Flova berusaha untuk mengalihkan pembicaraan Alena yang semakin dalam mengenai Kai yang sebagian besar tidak ia ketahui dan membuatnya hanya bingung setengah mati.
"Kapan Ayah tinggal bersama bunda?"
"Sayang, harus ada ijin khusus dari kakek dan nenek jika Ayah akan tinggal bersama kita. Kakek dan nenek saja tidak tau siapa ayah yang di maksud Alena, karena kakek dan nenek Alena belum pernah bertemu Ayah."
"Kalau begitu, pertemukan saja dengan kakek dan nenek, untuk meminta ijin agar Ayah bisa tinggal di sini bersama kita."
"Tidak semudah itu Alena, Ayah Kai sangat sibuk. Bunda saja tidak dapat menghubunginya."
Flova benar-benar kehabisan kata-kata lagi mendengar begitu banyak pertanyaan dan pendapat yang keluar dari mulut Alena. Namun, ia bisa bernafas lega begitu ia melihat ke arah Alena yang sudah terlelap.
Flova pun menutup tubuhnya dengan selimut, lalu mencium keningnya lembut. Ia pun bangun perlahan dan mematikan lampu di kamar Alena.
Flova meregangkan otot-otot tubuhnya begitu ia keluar dari kamar Alena dan langsung pergi ke kamarnya untuk merawat wajahnya. Sembari ia menggunakan masker, ia pun memanfaatkan waktu yang belum begitu larut untuk mengerjakan skripsinya di meja belajarnya.
Steffa yang baru saja masuk ke dalam kamar yang sama dengan Flova, langsung duduk di sampingnya.
"Alena sudah tidur?"
Flova mengangguk dengan mata yang sangat fokus ke layar laptopnya. Steffa pun melihat ke laptop Flova dan manggut-manggut melihat apa yang sedang ia kerjakan.
"Sudah banyak yang kamu selesaikan. Hebat.."
"Aku mengerjakannya dari aku mulai magang, menulis apa yang aku kerjakan dari awal hingga akhir. Sehingga pada saat skripsian tugasku tidak terlalu padat dan menumpuk."
Steffa mengangguk paham dan ia pun berpindah ke meja rias untuk merawat wajah nya. Hingga ia selesai, ia melihat Flova yang masih berkutik di depan laptop tanpa mengubah tempat duduknya sama sekali.
Steffa hanya menggeleng dan melepaskan masker yang menempel di wajahnya dan menepuk nepuknya secara perlahan.
"Sudah 15 menit, kamu harus melepasnya."
"Terimakasih banyak."
Steffa menghela nafas panjang, di saat dirinya berbicara, Flova pun sama sekali tidak mengubah pandangannya kepada dirinya. Sehingga ia pun memilih untuk tidur di samping ranjang Flova.
"Kamu harus tidur untuk mengantar Alena ke sekolah besok. Bila tidak, kamu akan membuatnya terlambat berangkat ke sekolah."
"Aku akan tidur sebentar lagi, kamu tidurlah terlebih dahulu. Aku akan menyelesaikan satu bab malam ini."
"Terserah kamu saja."
Steffa pun berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Hingga lewat jam 12 malam, akhirnya Flova menyelesaikan satu bab skripsinya.
"Hah, sudah jam 12 lewat.. aku harus tidur agar besok tidak terlambat."
Flova pun terlebih dahulu menutup lampu kamarnya kemudian membaringkan tubuhnya di kasur dan bersiap untuk tidur.
...*****...
Keesokan paginya, Flova kaget karena di saat ia bangun, jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.45 dan dia pun dengan cepat memasak air dan melihat ke kamar Alena.
"Alena..." Teriakknya.
Begitu pintu kamarnya di buka, ia kaget saat melihat Alena sudah tidak ada di kasurnya dan tempatnya pun sudah rapi.
" Loh... Alena... Alena..."
Dia pun melihat ke kamar mandi yang lain dan mencarinya di seluruh bagian rumahnya. Dia begitu panik dan mencarinya hingga ke luar rumah, namun tidak ia temukan.
Ia pun sekali lagi mencarinya di dalam rumah hingga ke kolong tempat tidur Alena dan di bawah tempat tidurnya. Steffa yang melihat Flova mondar mandir ke sana kemari langsung menghentikan langkahnya.
"Apa yang sedang kamu cari?" Tanya Steffa dengan santai memegang pundaknya yang tegang karena ia tau Flova sedang mencari Alena.
"Dimana Alena?" tanyanya yang begitu panik.
"Aku sudah mengantarnya ke sekolah. Bahkan dia yang membangunkanku tadi pagi. Saat kami membangunkanmu, kamu tidak kunjung bangun, jadi aku yang mengurus Alena tadi."
"Aaahhh... Aku lega mendengarnya. Terimakasih Steffa."
Flova pun dapat bernafas lega mendengar bahwa Alena sudah berangkat ke sekolah. Ia pun langsung duduk di sofa sembari meminum air putih untuk menenangkan dirinya.
"Kamu tidur jam berapa tadi malam?" Tanya Steffa yang ikut duduk di sampingnya.
"Jam 12 lebih." jawab Flova singkat.
"Pantas saja." Jawab Steffa sambil memakan camilan.
"Oiya, sarapan sudah aku buatkan. Kamu hanya tinggal sarapan dan mandi lalu kita bersiap untuk ke cafe. Kita akan bekerja pagi untuk mencari tambahan." ujar Steffa .
Flova pun mengangguk paham kemudian langsung mengambil sarapan yang sudah di buat Flova.
//**//
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments