Flova pun langsung naik ke tangga setelah di perintahkan oleh Kai. Dan dengan cepat Flova menyusul Alena. Ia mendapati Alena yang sedang melihat mobil Kai yang akan meninggalkan pekarangan rumah mereka.
Alena melambaikan tangannya dari atas dan terlihat Kai membalas lambaian tangannya. Flova hanya tersenyum kecil dan mengajak Alena masuk, begitu mobil Kai meninggalkan rumah mereka.
"Ayo masuk sayang."
Alena mengangguk dan masuk ke rumah setelah Flova membuka pintunya. Tepat di depan pintu, terlihat Steffa berdiri menggunakan masker dan membuat mereka berteriak.
"Aakkk ..." teriak Flova dan Alena yang langsung memeluknya erat.
"STEFFAAA.." panggil Flova dengan keras.
"Siapa itu tadi? calon ayahnya Alena?"
"Diam! kamu menakuti Alena. Setidaknya lepas maskermu dulu."
Flova pun menggendong Alena dan membawanya masuk ke dalam melewati Steffa. Dan Steffa pun langsung mengelupas masker yang menempel di wajahnya.
"Maafkan aku Alena sayang."
Steffa langsung mendekatinya begitu ia duduk di sofa. Flova pun hanya menggelengkan kepalanya sembari melepas sepatu Alena.
"Iya Kak."
Alena menjawab lirih. Steffa pun tersenyum dan mencium kening Alena kemudian mengusap kepalanya. Usai melepas sepatu Alena, Flova pun mengelus pipinya dengan lembut.
"Bunda harus ke cafe untuk bekerja. Kamu ke rumah nenek lagi ya, nanti bunda jemput."
"Bunda seharusnya tidak perlu bekerja, kan sekarang sudah ada ayah."
"Maksudnya??"
Steffa kaget mendengar pernyataan Alena. Namun, tatapan tajam Flova membuat Steffa tutup mulut.
"Iya, tapi dia bukan ayah resmi Alena. Ayah resmi itu harus memiliki surat resmi terlebih dahulu untuk dapat memanggilnya seorang ayah. Akan ada waktunya Alena memiliki ayah sungguhan hm... Mama juga harus bekerja keras untuk mendapatkan ayah yang lebih baik dari ayah Kai.. hm.."
"Kenapa tidak ayah Kai saja, yang menjadi ayah resmi Alena?"
"Bunda kan tidak tau apakah ayah Kai itu sudah memiliki istri atau pacar. Untuk mengantisipasi hal itu, bunda akan berusaha mencari ayah lain untuk Alena hm.."
Alena mengangguk pasrah. Flova pun menghela nafas panjang lalu mencium pipi Alena.
"Baiklah, Alena ganti bajunya yah. Kita bersiap ke rumah nenek."
Alena mengangguk dengan semangat dan masuk ke kamarnya sendiri. Flova juga masuk ke kamarnya untuk mengganti baju di susul dengan Steffa di belakangnya.
"Maksudmu, yang mengantarkan kalian tadi adalah calon ayahnya Alena?"
Flova yang hendak membuka baju langsung menurunkannya kembali.
"Nanti akan aku ceritakan saat perjalanan ke cafe. Aku takut Alena akan mendengarnya dan membuatnya tersinggung. Kamu keluarlah terlebih dahulu, dan periksa Alena apa dia sudah mahir mengganti bajunya."
"Baiklah." jawab Steffa sambil membentuk jarinya dengan 'OK'.
Steffa pun masuk ke kamar Alena yang di desain khusus dengan kartun Kesukaannya yang tidak lain adalah Pororo. Ia mendapati Alena yang sudah selesai mengganti bajunya dengan rapi. Ia memakai celana panjang hitam dan baju pink berlengan panjang dengan gambar kartun Pororo di tengah bajunya. Steffa pun mendekatinya dan merapikan rambut Alena yang sedikit berantakan.
"Wah, keponakan kakak sangat cantik."
"Iya dong kak. Bunda, udah siap?"
"Dia akan siap sebentar lagi. Apa ada barang yang kamu bawa?"
Alena mengangguk dan mengambil boneka berbentuk Pororo dan menaruhnya di dalam tasnya.
"Sudah kak."
"Baiklah, ayo keluar."
Steffa menggandeng tangan Alena. Dan mereka bertiga keluar dari kamar masing-masing secara bersamaan.
"Sudah siap?"
Steffa dan Alena mengangguk secara bersamaan. Dan Steffa pun mengambil tasnya dan langsung meninggalkan rumah mereka.
...*****...
Begitu mereka sampai, Alena langsung di sambut baik oleh sang nenek dengan senang hati. Flova pun berjongkok di depannya dan mengelus pipinya.
"Alena jangan nakal ya di rumah nenek. Setelah Bunda selesai bekerja, Bunda akan jemput kamu lagi."
"Iya bunda, tapi jangan terlalu malam ya. Kan besok Alena sekolah lagi."
Flova mengangguk dan tersenyum kemudian berpamitan dengan ibunya.
"Bu, aku kerja dulu ya. Titip Alena."
Ibu Kartika mengangguk dengan senyum yang lebar. Dan membiarkan Flova pergi untuk bekerja. Dan sesuai janji Flova , Steffa pun mulai pembicaraan tentang Kai selama perjalanan ke cafe.
"Jadii..., siapa yang mengantar kalian itu?"
Flova menghela nafas panjang dan memulai menceritakan kejadian yang terjadi tadi siang.
"Ah... seperti itu. Dimulai dari Alena yang iri melihat teman-temannya di jemput oleh papanya dan ia bertemu dengan Kai yang tidak lain adalah dosen kamu lalu memanggilnya papa, dan beralih memanggilnya menjadi ayah? seperti itu singkatnya?"
"Iya, seperti itu. Hooahhh... aku tidak tau lagi harus berbuat apa. Dan anehnya mengapa ia tidak keberatan di panggil seorang ayah?"
"Aku tidak tau, mungkin dia menyukaimu."
Flova mengerutkan keningnya yang bingung.
"Kami bahkan bercengkrama hanya beberapa kali, aku bertemu secara pribadi saja baru tadi. Bagaimana itu mungkin?"
Steffa pun merangkul Flova dan mengelus pundaknya.
" Semua orang tidak tau kapan cinta terjadi, dan kapan cinta itu di mulai. Seberapa besar cintanya yang mungkin cintanya tak terhingga. Cinta itu rahasia dari sang pemilik hatinya. Dan kau pasti ingat pepatah mengenai mencintai dalam diam, bisa saja seperti itu kan?"
Flova hanya menunduk bingung dan tidak tau harus menjawab apa. Steffa pun mencubit pipinya gemas dan merangkulnya dengan erat.
"Sudah, lupakanlah. Lagipula dia berkata hanya satu hari saja bukan? Jadi itu tidak masalah. Namun, apabila kalian bertemu lagi, itu adalah sebuah keajaiban yang berkemungkinan kalian adalah jodoh."
Flova menepuk pundak Steffa dengan keras. Tanpa perdebatan lagi, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan tanpa berbicara lagi di saat mereka sampai tepat di cafe tempat mereka bekerja.
Sesampainya Flova dan Steffa di cafe, mereka langsung menempatkan diri mereka, dan mulai membersihkan beberapa meja yang sedikit berantakan.
...*****...
Alena berada di kebun bersama neneknya. Namun, ia sendiri berteduh di gubuk dari panasnya matahari sambil memainkan boneka Pororonya.
Karena kelelahan menyiram dan memeriksa beberapa tanaman, nenek Kirana pun berteduh di sampingnya. Alena yang perhatian, memberikan segelas air untuknya.
"Terimakasih sayang."
Neneknya pun menerima segelas air tersebut dan meneguknya lalu meletakkan kembali gelasnya begitu ia sudah meminumnya.
"Bagaimana di sekolah?"
"Sangat menyenangkan nek. Aku juga bertemu ayah di sekolah."
Neneknya mengerutkan dahinya bingung dan mengelus rambut Alena yang berantakan.
"Maksudnya?"
"Alena akan memiliki ayah baru seperti teman-teman Alena di sekolah. Bunda juga kenal ayah kok nek."
"Hmmm.. Benarkah? Akan nenek tanyakan setelah bunda pulang bekerja nanti."
Neneknya pun mengambil topi dan kembali ke tempatnya untuk memetik sayur yang sudah siap untuk di panen.
"Alena bantu ya nek, Alena bosen."
Dan dengan senang hati, neneknya pun mengangguk. Tangan kecil Alena dengan sigap mengambil wadah kecil untuk memetik tomat yang segar.
"Ambil yang warna merah saja ya, nanti kalau kamu cape, istirahat saja. Ya.."
Alena mengangguk setuju dan dengan semangat ia memetik buah tomat merah yang segar seperti yang di perintahkan neneknya.
"Apakah benar yang dikatakan Alena? Tetapi Alena tidak mungkin berbohong, aku harus menanyakan hal ini nanti."
Dengan melihat Alena penuh ragu, ia pun menghilangkan pikiran negatif tentang Flova dan kembali memanen sawi yang ada di depannya.
...*****...
Sang pemilik cafe yang bernama Wildan datang bersama pacarnya, Evelin. Membuat Steffa dan Flova sedikit kesal dan ingin segera mengakhiri kerja mereka.
Evelin tersenyum miring dan meletakkan undangan lamaran di depan Flova. Sedangkan Wildan memberikannya kepada Steffa.
"Jangan lupa untuk datang ya. Bawa putrimu juga."
Flova mengambil undangan tersebut dan membukanya. Ia melihat tanggal lamarannya yang akan di adakan 1 Minggu lagi.
"Baiklah, kami akan datang." jawab Flova dengan tenang dan langsung membuang undangan tersebut langsung di tempat sampah.
Cafe tempatnya mereka bekerja merupakan cafe di bawah tangan pacar dari teman SMA nya yang selalu iri dengan prestasi yang di dapatkan oleh Flova dan selalu ingin menjatuhkan Flova.
Sebelumnya, Wildan hendak mendekati Flova , namun mendengar bahwa Flova sudah memiliki seorang putri, ia menjauhkan diri dan mendekati Evelin. Dan kini ia sombong karena ia mendapatkan Wildan dan merasa lebih unggul dari Flova.
Evelin mengikuti Flova hingga ke dapur dan menuangkan kopi panas. Dan dengan cepat, Steffa sengaja menyenggolnya.
"Ah.. maaf... aku sengaja."
"Aarrgghh panas.. Dasar.. S*alan..."
Evelin pun langsung merendam tangan dengan air dingin yang mengalir.
"Itu balasan yang belum seberapa. Seharusnya kamu mendapatkan lebih karena merusak hubungan seseorang."
Steffa pun meninggalkannya dan sengaja menutup lampu dapur dan membuatnya berteriak. Wildan pun dengan sigap masuk dan menyalakan lampu dapur tersebut.
"Kamu rekrut saja pegawai lain. Mereka tidak pantas berada di sini." pinta Evelin dengan kesal.
//**//
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Dani Setiawan
Wildan yg slh pilih calon istri yg ngak baik
2023-03-25
1