Melihat sikap acuh dariku membuat Ray sedikit kelabakan. Di persimpangan jalan Dia berhenti, entah menunggu aku ataukah menunggu yang lain.
Perlahan aku perjalan tanpa melihat dia yang tengah duduk di atas motor matic miliknya.
Oh iya, aku terbiasa pulang sekolah dengan berjalan kaki. Maklum aku hanya orang tidak punya.
Terkadang Jihan atau Bie mengantarku sampai di tempat kerja, namun hari ini aku ada jadwal piket sekolah yang mengharuskan aku pulang terlambat hari ini.
Sebenarnya Jihan dan Bie ingin menemaniku, tapi aku tidak ingin merepotkan mereka berdua.
Pada akhirnya aku menjalani jadwal piket sendirian.
Di sepanjang jalan aku hanya menunduk.
" Zea, dengarkan aku." Ray meraih lenganku lalu sedikit menariknya sehingga kini tubuhku begitu dekat dengannya.
" Lepas." Aku berusaha memberontak semampuku, kesal dan kecewa ini membuat diriku lupa bahwa saat ini aku sedang bermain murka dengan lelaki yang sangat aku cintai.
Ah, masa bodoh dengan cinta.
Saat ini diriku di kuasai oleh Ego yang tinggi.
Ku tatap tajam mata indahnya itu, ku sapu tiap lekuk kornea matanya.
Mata ini seolah menjerit kesakitan atas semua perbuatannya itu.
" Zea, aku benar-benar lupa. Maafkan aku." Ray berlutut di hadapan ku.
" Ray, berdiri. Aku tidak ingin ada salah paham jika nanti ada yang melihat kita disini."
" Kenapa kamu takut, bukankah selama ini kamu mencintai aku?."
Deg....
Bagaikan sebilah pisau menusuk jantung, Aku terkejut saat mendengar ucapan Ray.
Aku mulai salah tingkah dengan semua itu. apa yang harus ku perbuat, akankah aku mengakui perasaan ini, ataukah berbohong untuk menyembunyikan kebenaran yang ada.
Sebagai seorang wanita, tentunya aku malu jika harus mengatakan cinta terlebih dulu.
" Kamu terlalu percaya diri." ucap ku lalu berbalik membelakangi Ray.
(Pasti saat ini pipiku memerah, pasti dia menertawai aku saat ini). Pikirku.
" Zea, coba katakan jika aku salah. Tatap mata ini lalu bicaralah padaku." Ray kembali meraih lenganku.
Namun sebelum itu, aku sudah berlari menjauh darinya.
" Zea...." Ray berteriak saat melihatku melarikan diri darinya.
Aku berlari dan terus berlari, tidak terasa air mata ini tumpah ruah membasahi pipi.
Sakit jika harus terus menerus mengharap cinta dari orang yang tidak pernah melihatku.
Hingga sampailah aku di tempat para tukang ojek mangkal, aku meminta salah satu diantara mereka untuk mengantarkan aku sampai tempat kerja.
" Kita ke tempat kerjaku biasanya ya pak." ujar ku pada bapak ojek langganan ku itu.
Sebut saja Pak Johan.
Dia selalu mengantarkan aku ke tempat kerja, meski aku kerap kali berhutang ongkos padanya, aku akan membayarnya setelah satu bulan aku kerja dan mendapat gaji.
Alkhamdulillah nya pak Johan mau membantu dalam kesulitan ini, beliau sudah ku anggap sebagai Ayah bagiku.
Pertama kali aku bertemu dengan beliau adalah saat aku mengantarkan bekal makan siang untuk ayah.
Kebetulan saat itu Beliau bekerja di salah satu toko beras di pasar dekat rumahku.
Karena toko bangkrut lalu Beliau memilih pindah profesi sebagai tukang ojek pangkalan.
" Kita sudah sampai mbk."ucap pak Johan kepadaku.
" Oh iya, terima kasih ya pak. Seperti biasa ongkos di bayar dua minggu lagi ya pak." Aku merasa malu pada pak Johan, karena aku tidak bisa setiap hari membayar ongkos padanya.
" Mbk Zea tenang saja, Bapak pergi dulu ya." Pak Johan tersenyum padaku lalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments