I P A - Agreement

"Turunlah!" Agam melepas seatbelt dan turun dari mobil. Namun, gadis tersebut masih diam seperti tidak ingin turun.

Pemuda tampan itu mengusap wajahnya frustasi karena menghadapi gadis seperti dihadapannya ini. Kepalanya terasa berdenyut karena hampir kehilangan kesabaran. Ia pun berjalan ke pintu kiri untuk dan membukanya.

"Turunlah, di dalam ada orang yang akan membantumu berganti baju. Mereka semua orang baik," kata Agam meyakinkan.

Puas!

Agam sangat lelah!!

Kenapa gadis ini malah menambah kelelahannya?

Tolong Tuhan!!

Sang gadis pun menurut. Ia melepas seatbelt kemudian turun. Kedua matanya melihat sekeliling. Rumah yang indah dengan halaman yang cukup luas tergambar di matanya.

Gadis itu mengikuti langkah Agam memasuki rumah tersebut. la berhenti saat Agam bicara dengan seorang wanita paruh baya dan sesekali menunjuk dirinya.

Agam pun masuk, sementara wanita paruh baya tersebut menghampiri sang gadis.

"Nona cantik, silakan masuk. Perkenalkan, nama saya Bi Santi. Mari ikut saya. Saya akan tunjukkan kamar Nona," katanya pada sang gadis.

"Nona namanya siapa? Kenapa bisa bertemu dengan Tuan Agam?" Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari bibir Bi Santi ketika mereka sudah sampai di kamar.

Gadis tersebut memindai sekeliling. Kamarnya cukup besar, dengan satu springbed, lemari, dan meja rias. Di sudut ruangan, tersedia kamar mandi. Jadi, ia tidak perlu keluar jika ingin mandi. Kamar tersebut kurang lebih hampir sama dengan kamarnya sendiri.

Luas!!

Seketika mengingat hal itu air mata sang gadis kembali luruh. la terisak dan bersimpuh dilantai, hingga membuat Bi Santi kebingungan.

"Lho, Nona? Kenapa, Non?" Bi Santi panik karena gadis tersebut semakin tergugu. Ia pun membawa sang gadis ke dalan pelukkannya. Menganggapnya sebagai putrinya sendiri.

"Kenapa? Kenapa semua jahat padaku." Gadis tersebut bicara dengan suara serak karena terus menangis.

"Sudah, sudah. Jangan menangis terus. Ada saya di sini. Jangan sedih ya, Nona cantik," kata Bi Santi sambil mengusap-usap punggung sang gadis.

Puas menangis, gadis tersebut menatap Bi Tini. la mencoba tersenyum pada wanita itu. Rasa syukur hadir dalam hatinya karena di dunia ini masih ada orang baik. Dan ia dipertemukan dengan salah satu dari mereka.

"Terima kasih Bi," kata gadis itu.

Bi Santi tersenyum seraya mengusap kepala gadis itu.

"Siapa namamu, Nona cantik?" tanyanya.

"Nama aku Anye. Anyelir Argasana."

Di ruangan lain, Agam tengah melamun di sisi jendela kamarnya. Pengkhianatan yang dilakukan Delisa membuatnya kehilangan gairah hidup. Selama ini, ia benar-benar tulus mencintai wanita itu. Memberikan segala kebutuhannya tanpa peduli dengan harga yang dibayar.

Namun, ternyata Delisa tidak pernah tulus mencintainya.

Andai...

Andai ia pulang tak memberi kabar, tentu kebusukan Delisa tidak akan pernah terbongkar.

Tapi dirinya bersyukur!

Entah!

Agam serasa dicampur adukkan bagai es campur!

Bimbang!

Tok!

Tok!

Tok!

Lamunan Agam buyar saat ketukan pintu terdengar. la mendekat dan membukanya. Sosok Bi Santi ia lihat tengah membawa secangkir kopi pesanannya.

"Terima kasih. Bagaimana keadaan gadis itu?" tanya Agam setelah mengambil kopinya.

"Dia sudah lebih baik, Tuan. Sudah bisa diajak bicara. Sepertinya sekarang dia sedang istirahat."

Agam mengangguk dan bertanya,

"Siapa namanya?"

"Namanya tadi... Anye. Anyelir Argasana."

"Baiklah, Bi Santi bisa pergi sekarang."

***

"Anye ...," gumamnya. Diletakkannya kopi di tangannya. Kemudian duduk bersandar di kursinya sambil terpejam.

"Sepertinya gadis itu bisa menolongku jika Delisa datang nanti," gumamnya.

***

Cahaya mentari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar. Anyelir mengerjapkan matanya sambil meringis karena merasakan ngilu di sekujur tubuhnya. la beringsut turun dan keluar untuk membersihkan diri.

Luka lebam di tubuhnya masih terlihat jelas saat Anyelir membuka pakaiannya. Ia menghidupkan shower dan membiarkan tubuhnya terbilas air hangat di bawah guyuran shower. Rasa perih yang berasa dari lukanya perlahan menghilang. Hanya tinggal menyisakan rasa nyeri dan perih di dalam dadanya.

Air matanya kembali luruh, merasakan betapa kejamnya fitnah yang dibuat oleh ibu tiri dan kakak tirinya. Ia harus menelan pil pahit akibat fitnah keji itu dengan harus kehilangan kepercayaan dari sang ayah dan harus terusir dari rumahnya.

Sakit!

Selesai mandi, Anyelir keluar menemui Agam untuk berterima kasih. Sejak semalam, ia masih takut. Namun, Bi Santi sudah menjelaskan bahwa Agam adalah pria yang baik dan tidak mungkin akan membahayakan dirinya.

"Bi," panggil Anyelir saat melihat Bi Santi di dapur.

"Eh, Non Anye sudah bangun. Sini, Non, duduk," kata Bi Santi.

Anyelir melihat seluruh isi rumah tersebut yang ternyata lebih indah dari pada yang dilihat dari luar. Namun, ukuran rumah Agam lebih kecil dari rumahnya.

"Bi Santi, pria yang kemarin ke mana?" Anyelir melempar tanya karena merasa bahwa rumah itu sangat sepi.

"Tuan Agam?" tebak Bi Santi.

Anyelir tak menjawab karena ia pun tidak tahu namanya.

"Yang kemarin menolong Non Anye namanya Tuan Agam. Dia sudah berangkat pagi-pagi sekali," jelas Bi Santi. Tangannya masih sibuk merajang sesuatu.

"Berangkat ke mana?"

"Ke kampus, Non. Tuan Agam itu seorang dosen." Jawaban Bi Santi menjawab semua pertanyaan di benak Anyelir.

Kalian tahu kan reader's saat masa kuliah Agam, Langit, dan Alister adalah sosok mahasiswa pintar. Yah, walau Langit dan Agam dulunya playboy!!

Hingga Agam bertemu sosok wanita bernama Delisa dan berakhir dengan cinta tulusnya yang dikhianati.

Balasan atas kelakuan masa lalunya kaki ya?

"Tuan Agam sudah pesan sama saya, supaya mengurus Non Anye dengan baik. Sekarang, Non Anye sarapan dulu sana! Saya sudah siapkan, tinggal ambil sendiri," kata Bi Santi dengan lembut.

Anyelir tersenyum. la benar-benar bersyukur karena masih ada yang peduli padanya. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, Tuhan memberikan jalan lain dengan mempertemukannya dengan orang-orang yang baik.

"Kenapa Non Anye senyum-senyum?" Bi Santi heran.

"Aku bersyukur, Bi. Ternyata Tuhan masih peduli padaku. Aku sudah difitnah, dihina, dipukuli, dan dibuang.

Aku sempat ingin mengakhiri hidup kemarin itu. Tapi, ternyata aku malah ditolong sama orang yang tidak aku kenal," papar Anyelir.

"Ya Tuhan, benar yang Non Anye bilang? Non Anye diperlakukan seburuk itu? Sama siapa?" Raut wajah Bi Santi berubah khawatir. Entahlah, pertama kali melihat Anyelir, hati Bi Santi seperti tak tega. la langsung menyayangi Anyelir saat itu juga.

"Iya, Bi. Padahal aku sendiri juga bingung. Kenapa mereka sejahat itu padaku," sahut Anye dengan mata basah karena mengingat kejadian memilukan itu.

Bi Santi memeluk Anyelir. Mengusap-usap kepala Anyelir dengan sayang. "Sabar. Mereka yang jahat pasti akan dibalas suatu saat nanti," ucapnya.

Anyelir mengangguk. Ia menghapus air matanya dan membalas pelukan Bi Santi. Ia sepeti benar-benar menemukan sosok seorang Ibu yang selama ini ia impikan.

"Terima kasih ya Bi. Bibi baik banget sama aku. Padahal 'kan kita hanya orang asing," kata Anyelir.

"Non Anye bukan orang asing. Sudah bibi anggap sebagai keluarga," sahut Bi Santi sambil tersenyum.

Anyelir diam. Ia menatap kosong ke depan. "Aku bukan keluarga Bi Santi atau pun Tuan Agam yang menolong aku.

Aku juga tidak mungkin tinggal di sini terus. Entah waktu itu kapan tiba, aku harus pergi dari sini," kata Anyelir. Ia mengisi gelas kosong di depannya dengan air putih, lalu meneguknya pelan-pelan.

Bi Santi menatap Anyelir iba. Benar yang dikatakan gadis manis itu. Tidak mungkin jika ia terus berada rumah ini. Kecuali...

"Nona Anye nikah saja sama Tuan Agam!" celetuk Bi Santi.

Byur!

Apa?

Sontak, Anyelir menyemburnya air dalam mulutnya usai mendengar celetukan Bi Santi.

"Bi Santi, jangan bercanda. Aku tidak mengenalnya. Bagaimana bisa hal itu terjadi?" kata Anyelir, sedikit sebal.

"Sepertinya kalian ini berjodoh. Karena bertemu pada masa-masa sulit," kata Bi Santi dengan mata berbinar.

Anyelir menggeleng kuat.

Menikah?

Dengan Agam?

Tentu saja itu adalah hal yang mustahil.

"Jangan ngaco deh, Bi. Udahlah, lanjutin masaknya."

Anyelir menajamkan penciumannya. Ia berdiri dan mencari sumber aroma gosong yang menyengat. Seketika ia melebarkan matanya saat melihat ayam dalam penggorengan telah berubah hitam.

"Bi Santiii ... gosong!"

Astaghfirullah hala'dzim!!

Telah terjadi kebakaran dalam masakan Bi Santi ya reader's!!

Seorang ayam jantan terbakar api neraka!

Sungguh!

Apakah ini azab bagi ayam pejantan?

Be like : Jangan lupa dukungannya ya!!!

Episodes
Episodes

Updated 49 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!