Farel POV
Shaquille Alfarel Pramayudha. Itu nama gue. Farel adalah panggilan gue pada umumnya. Gue remaja 18 tahun yang sekarang kelas XII di SMA punya Abah gue, SMA Khatulistiwa.
Gue tumbuh dewasa tanpa adanya ayah kandung. Ya, Abah gue yang sekarang bukanlah ayah kandung gue. Tapi Abah adalah sosok ayah yang selalu menganggap gue putra kandungnya.Sedangkan Ayah kandung gue? Gue gak peduli. Gue gak pernah anggap dia sebagai ayah gue.
Abah gue salah satu pengusaha terkenal baik luar maupun dalam negeri, namanya Hutama Pramayudha. Abah adalah salah satu putra dari pesantren terbaik yang ada di Bandung.
Umma gue sendiri seorang ibu rumah tangga, namanya Raima Pramayudha.
Gue anak pertama dari 3 saudara. Dan kedua Adik gue semuanya perempuan. Rafania Salimi Pramayudha, dia Adek pertama gue yang sekarang kelas XI di SMA yang sama seperti gue. Nazeera Najma Pramayudha, Adek gue yang paling bungsu dan sekarang kelas X di SMA yang sama pula.
Gue seorang leader dari geng motor yang paling di takuti. Gue udah menjabat sebagai leader selama dua tahun lamanya. GREXDA. Itu namanya. Sebuah geng yang berisi hampir 1000 manusia tangguh dari berbagai macam sekolah yang ada di Jakarta. Sedangkan untuk anggota inti terdiri dari lima yang gue pilih dari sahabat-sahabat gue sendiri. Afnan Poernama, Yusuf Ramadhan, Dylan Hamizan, Adam Nabhan. Mereka sahabat-sahabat gue yang pastinya memiliki karekter yang berbeda-beda.
Farel POV End
Author POV
Deruman puluhan motor meramaikan jalanan Jakarta di pagi hari. Puluhan motor itu sama-sama menuju SMA Khatulistiwa, SMA terkenal yang ada di Jakarta. Siswanya berasal dari golongan konglomerat, namun tak khayal banyak juga siswa kelas menengah maupun bawah yang mendapatkan beasiswa.
Kini puluhan motor itu sudah terparkir rapi di parkiran khusus SMA Khatulistiwa. Sekelompok motor itu menjadi pusat perhatian, tak sedikit pula para gadis yang berteriak histeris. Terlebih saat 5 pria yang paling depan membuka helm dan merapikan rambutnya yang berantakan.
"Kya,,, Kak Farel ganteng banget!!!"
"Kak Farel!!! Halalin aku dong!!!"
"Farel, jadi pacar gue mau gak?!!"
"Kak Afnan jangan tinggalin aku yaah!!!"
"Kak Afnan OMEYGAAT ganteng banget!!"
"Kak Yusuf juga gak kalah tampannya!!"
"Kak Dylan, malam nanti jangan lupa ya?!!!"
"Kak Adam jadiin aku Hawa dong!!"
Masih banyak lagi para gadis yang berteriak histeris meneriaki lima pria itu. Sedangkan kelima pria itu tetap berjalan dengan santai melewati koridor demi koridor sekolah. Namun berbeda dengan 2 pria lainnya yang justru tebar pesona dengan lihainya.
"Emang ya, kalo temenan sama si Farel itu enak. Dikenal saentro sekolah," ucap Dylan masih asik mengedipkan sebelah matanya pada Adik kelas.
"Jijik gue ih, yakali gue jadiin Hawa," komentar pria yang bernama Adam. Sosok yang paling kalem antara mereka.
"Hahahaha boleh tuh. Lo cari ntar cewek yang namanya Hawa," ucap Yusuf disertai tawanya yang pecah.
"Jodoh gak ada yang tau," ucapan tenang itu terucap dari bibir Afnan, si cowok cool.
"Pak ketu deh, coba tanyain. Pasti banyak tuh ceweknya,"
Pria yang dipanggil Pak ketu itu tersenyum tipis nan sinis. "Bacot," jawabnya dan semakin melebarkan langkahnya menuju kelas.
"Oi,, tungguin napa?!!" teriak Dylan dan mereka pun menyusul sang ketua yang tak lain dan tak bukan adalah Alfarel.
"GUYS!! GUE ADA BERITA HOT!!" teriak seorang gadis masuk kelas dengan hebohnya membuat atensi beralih kepadanya.
"Info apaan tuh cantik?" tanya Dylan dengan gaya menggodanya.
Gadis yang ber name tag Tata itu tersenyum dan duduk di dekat inti geng GREXDA. "Tadi gue denger guru ngobrol kalo bakal ada pertukaran pelajar selama satu semester. Keren gak tuh?!"
"Keren dimananya? Kan udah biasa sekolah pertukaran pelajar," komentar pedas itu berasal dari Yusuf.
Tata mendelik kesal. "Yang keren ituh tuh, siswa dari ponpes yang ada di Bandung. Gila gak sih?! Anak pesantren nanti sekolah di sekolah kita?"
"Salahnya dimana?" tanya Adam.
"Mereka pasti ba---"
"Pergi!" ucap Farel memotong ucapan Tata membuat seluruh kelas terdiam kaku.
"Loh loh loh, kok di suruh pergi?" tanya Dylan memberanikan diri.
"Pagi gak boleh gossip," jawab Afnan menengahi.
Suara panggilan dari hp seseorang mengalihkan atensi seluruh kelas, pasalnya suara hp itu terdengar nyaring akibat semua makhluknya terdiam. Hp itu adalah kepemilikan Farel. Farel melihat sang penelpon dan tanpa sepatah katapun dirinya berdiri dan berjalan keluar kelas.
"Farel tumben amat ngangkat telpon ngejauh?" tanya Yusuf yang hanya di jawab angkatan bahu oleh Adam.
"Assalamu'alaikum," ucap seorang pria dari sebrang telepon pada Farel.
"Wa'alaikumussalam. Kenapa Kek?"
"Kamu itu gak ada main ke pesantren. Ini sudah 5 bulan. Nenekmu itu selalu nanyain. Atau Kakek sama Nenek aja yang ke Jakarta?" omel Abdullah, Kakek Farel yang tinggal di Bandung, seorang pemilik ponpes ternama di Bandung.
"Maaf Kek, Farel belum sempet. Nanti kalau free Farel ke Bandung,"
"Kamu mah bilangnya selalu begitu, Gus. Tapi sampe sekarang gak ada ke sini,"
"Jangan panggil Gus, Kek,"
Abdullah di sebrang sana terkekeh mendengar penolakan cucunya saat di panggil 'Gus'. "Kamu kan memang Gus. Sudah dulu. Kakek cuma mau bilang itu. Kamu jaga kesehatan di sana ya. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam," Farel tidak menyimpan kembali hp-nya, melainkan ia beralih menelpon Abah-nya.
"Kenapa Bang?" tanya Hutama to the point.
"Abang mau ke Bandung. Izinin sama Umma,"
"Kapan? Berapa lama?"
"Sekarang. 3 hari atau 7,"
"Ya udah Abang hati-hati. Kalau ada apa-apa hubungi Abah,"
"Iya, assalamu'alaikum," jawab Farel dan langsung memutuskan panggilannya sepihak.
Farel kembali ke kelasnya dan langsung menyandang tasnya membuat semua sahabatnya heran. "Jagain Adek gue!" pesannya.
"Lo mau kemana?"
"Bandung," jawab Farel dan langsung melenggang pergi membuat semuanya cengo.
"Pak ketu mau ngapain ke Bandung? Yakali mau cari ponpes yang bakal pertukaran pelajar sama sekolah kita," cerocos Dylan yang hanya di tanggapi angin lalu membuatnya mendengus.
Sedangkan Farel keluar sekolah dengan membawa laju motornya di atas rata-rata menghiraukan teriakan dari penjaga gerbang. Tujuan Farel saat ini adalah Bandung. Tepatnya Ponpes Al-istiqomah, tempat tinggal Kakek Neneknya dan tempat Abahnya dibesarkan.
Setelah 2 jam lebih lamanya Farel berada di jalan raya, kini motornya sudah berada di sebuah perkampungan kecil dengan gapura bertuliskan PONPES AL-ISTIQOMAH. Banyak para santriwan maupun santriwati yang berlalu lalang, terlebih lagi saat ini adalah jam istirahat mereka dari jam pelajaran di kelas. Tak sedikit pula para santri yang menunduk hormat saat Gus mereka melintas.
Motor Farel berhenti di sebuah rumah minimalis yang telihat rapi dan bersih. Biasa di sebut ndalem. Tanpa banyak berfikir, Farel langsung memasuki rumah tersebut.
"Assalamu'alaikum," ucapnya dan dengan santainya melemparkan tas ke sofa. Tak lama kemudian, datang 3 gadis menghampiri Farel dengan menundukkan kepalanya.
"Wa'alaikumussalam, Gus,"
"Nenek?"
"Umi dan Kyai sedang di kantor yayasan, Gus," jawab salah satu dari mereka.
"Simpan!" titah Farel pada mereka untuk menyimpan oleh-oleh yang dibawanya dari Jakarta. Tanpa kata lagi Farel langsung keluar menuju kantor yayasan menyusul Kakek dan Neneknya.
Tok Tok Tok
Suara Farel mengetuk pintu terdengar jelas dari dalam. "Masuk!" ucap seseorang dengan suara beratnya mempersilahkan Farel masuk. Namun, bukannya masuk, Farel malah terus mengetuk pintunya hingga seorang pria membuka pintu untuknya.
"GUS?!" kagetnya.
Farel mengangguk dan dengan santainya menerobos pria yang menjadi salah satu pengurus yayasan.
"Loh?! Gus? Mau kemari kok Kakek sama Nenek gak tau?" kaget sang Nenek, Jamilah saat Farel mencium tangannya.
"Tadi aku telfon dia tapi gak bilang mau kemari. Takut Kakek Nenek menyusulmu ke Jakarta hm?" ucap sang Kakek, Abdullah.
"Kalau kesana nanti capek," jawab Farel dan lagi lagi dengan santainya duduk di kursi kebesaran sang Kakek sebagai pemilik ponpes.
"Siapa?" tanya Farel menatap 2 santriwan dan 2 santriwati yang dihadapannya.
"Mereka yang akan jadi perwakilan buat pertukaran pelajar di SMA Khatulistiwa,"
Farel mengangguk faham. Mata tajamnya tak pernah lepas menatap seorang santriwan yang dirasanya sedari tadi menatap tak suka kearahnya.
"Kenapa?" tanya Farel pada santri itu.
"Tidak ada," jawabnya dengan masih memberanikan diri menatap mata tajam Farel.
Farel mengangguk dan mengambil pena yang ada di atas meja. Farel menutup mata santri itu dengan pena. "Jangan pernah tatap mata saya!" ucap Farel dingin dan melemparkan penanya ke sembarang arah.
"Loh?! Kenapa? Emang salah saya menatap mata Anda,"
Farel tersenyum tipis dan sinis. "Berani juga nih orang," batin Farel menyeringai.
"Kumpulkan santri kelas XI!" perintah Farel entah kepada siapa lalu langsung menarik tangan Kakek dan Neneknya dengan lembut.
"Yang sabar Gus! Kontrol emosimu," nasihat Jamilah dengan suara lembutnya.
"Tidak bisa menghargai," jawab Farel.
"Dia itu baru 4 bulan di pesantren Gus. Maklum saja belum tau kamu. Kan belum pernah ketemu,"
Farel mengangguk-angguk. "Jadi kalo belum kenal boleh semena-mena?" tanya Farel membuat Abdullah terdiam dan hanya tersenyum. Cucunya yang satu ini memang bisa membuat dirinya termakan ucapan sendiri.
"Kamu mau Nenek masakin apa buat makan siang Gus?" tanya Jamilah saat mereka sudah sampai di ndalem.
"Terserah. Farel bawain oleh-oleh dah disimpen,"
"Repot-repot segala bawain oleh-oleh,"
Farel menggeleng bahwa itu tidak merepotkan. "Mau mandi," ucapnya dan melenggang pergi menuju kamar miliknya jika menginap di pesantren.
Tbc...
^^^#as.zey^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
═ NISA ═
iyee gus...
2023-05-15
2
kak masun
duh Gus dingin benget Gus, melebihi kulkas 3pintu
2023-02-03
0