Pernikahan Kala dan Ninis akan segera di mulai, semua tamuundangan sudah berada di dalam gedung besar yang menjadi saksi bisu pernikahan tanpa rasa cinta itu. Kala melihat raut wajah Camelia yang tertunduk lemas dan
sesekali melihat mata sembab yang entah mengapa begitu terlihat jelas olehnya, "Kenapa Amel terlihat lemas dan tidak bersemangat, oh mungkin karena pernikahan ku dengan Ninis. karena hanya Amel yang tahu bahwa aku tidak mencintai Ninis, andai saja kamu tahu Mel, kalau aku.. " kalimat yang terucap dalam hatinya itu terhenti manakala ia melihat Camelia yang terjatuh pingsan saat duduk di samping Sumi, Ingin sekali rasanya ia beranjak dan membantu Camelia.
Namun apalah daya, penghulu yang akan menikahkan nya dengan Ninis sudah datang dengan wajah yang terlihat penuh senyuman.
"Sudah bisa dimulai?" tanya Penghulu sembari duduk
di hadapan Kala, Kala mengangguk sembari tersenyum dan ia juga terlihat sedikit mencuri pandangan kearah Camelia yang terlihat di gendong oleh Asep menuju
ruangan lain. Ia juga melihat Sumiati yang begitu sangat mengkhawatirkan Camelia, entah mengapa jantungnya berdetak begitu tak karuan.
"Mas Kala Satria Barata ya?" Tanya penghulu,
"Iya Pak." jawab Kala dengan nada yang begitu lemas.
Penghulu pun bertanya dengan menggunakan sebuah Mikrofon yang dipegang oleh dirinya sendiri, "Mas Kala tahu nama calon istri Mas Kala?" Tanya nya kembali.
"Insya Allah tahu Pak."
"Siapa?" Tanya pak penghulu.
"Ninis." Jawab nya singkat.
"Ninis apa Mas?" Tanya penghulu kembali.
Mendengar pertanyaan itu, Kala terdiam. Ia benar-benar tidak tahu nama belakang dari Ninis tersebut, "Mas Kala?" tanya nya kembali.
"Saya lupa Pak." Jawabnya sembari tersenyum malu.
Pak Penghulu pun tertawa kecil karena mengetahui calon.
pengantin pria yang sama sekali tidak tahu nama kepanjangan dari mempelai wanita nya, "Mas Kala nama Ayah mertua siapa?" tanya nya kembali.
"Raden Mas Aji Brawijaya." jawab Kala karena ia tahu siapa Ayah dari Ninis.
"Jadi Istri namanya?" tanya nya kembali.
"Oh iya, Ninis Brawijaya." jawab Kala dengan nada
yang terdengar begitu canggung.
Kala menunduk, "Lah nama Calon Istri kok Ndak tahu.
" Celetuk Pak Penghulu, Kala tetap terdiam. namun, wajahnya kini terlihat begitu memerah seakan menahan rasa malu akibat kalimat yang terucap dari bibir Pak Penghulu.
Melihat keadaan itu, Pak penghulu menepuk punggung tangan Kala dan berucap..
"Kita cuma becanda ya Mas Kala. jangan di masukkan ke
hati." ucap Pak Penghulu, Kala pun mengangguk pelan.
Akad Nikah diantara Kala dan Ninis pun segera di gelar, Pak Penghulu memberitahu fatwa-fatwa dalam pernikahan dan Kala mencoba menyimak apapun yang dikatakan oleh Pak Penghulu. Setelah memberikan sedikit wejangan, Pak Penghulu meminta agar Kala saling menjabat tangan dengan Aji calon Ayah
mertuanya itu. Kala pun menyodorkan salah satu tangan miliknya, "Bismillahirahmannirahim... Saya nikah kan dan saya kawinkan Ananda Kala Satria Barata dengan putri kandung saya Nyimas Dewi Ninis Brawijaya binti Raden
Mas Aji Brawijaya dengan Mas kawin seperangkat alat Ibadah, Mas seberat 150 Gram dan uang tunai sebesar seratus dua puluh ribu dibayar TUNAI." Aji menggenggam erat tangan Kala, namun saat seharusnya kala membalas kalimat yang Aji ucapkan Kala malah terdiam membisu dan entah mengapa ia semakin mengkhawatirkan sosok Camelia.
Pak Penghulu mencoba menyadarkan Kala, "Mas diulangi,
fokus ya."
"Maaf Om Aji, Kala.. "
"Gak apa-apa, hal biasa kal kalau Nervous." jawab
Aji.
Kala pun kembali menggenggam erat tangan Aji, Aji kembali mengatakan kalimat sebelumnya. namun kali ini Kala menjawab, "Saya Terima nikah dan kawin nya Putri kandung Bapak Nyimas Dewi Ninis Brawijaya dengan Mas
Kawin tersebut di bayar TUNAI."
"bagaimana saksi?" Tanya Pak Penghulu, kedua saksi
dari Kala maupun Ninis pun mengangguk tanda pernikahan Kala dan Ninis telah Sah di mata hukum dan Agama. Mereka semua menengadahkan kedua tangan nya, Kala pun terlihat melakukan hal yang sama. Dan setelah selesai Pak penghulu pun terlihat meminta mereka untuk memanggilkan Mempelai pengantin Wanita, sungguh cantik wajah Ninis yang kini sudah sah menjadi istri dari lelaki tampan bernama Kala itu.
Gaun kebaya putih dipadupadankan dengan batik Khas kota pekalongan dengan siger yang di rancang khusus penuh dengan berlian itu menambah pula kecantikan Ninis, Ninis sendiri memiliki garis keturunan Jawa dan
Sunda. Maka dari itu Pernikahan diantara Ninis dan Kala terlihat bernuansa adat jawa dan adat Sunda, Ninis anak pertama dari dua bersaudara. kebetulan adik laki-laki Ninis sendiri sedang menjalankan sekolah di Negeri Paman sam, ia tidak dapat mendampingi sang kakak dalam pernikahan tersebut.
Ninis duduk di samping Kala, senyuman nya begitu indah
terlihat. Ya, diam-diam Ninis memang sangat mengagumi sosok Kala. namun, tak pernah sekalipun mereka melakukan kencan hanya berdua. bahkan saat pernikahan
akan selesai dipersiapkan, Ninis dan Kala baru dipertemukan kembali.
Isu yang tersebar, sebelum menyetujui perjodohan ini,
Ninis sudah memiliki kekasih bernama Andre. namun, Aji tidak merestui hubungan mereka dikarenakan Andre yang begitu kental dengan kehidupan di Luar Negeri dan Aji takut jika Andre tidak mampu membawa Anaknya kedalam kehidupan yang lebih baik. dan saat Ninis mengetahui bahwa Kala lah yang akan menjadi calon suaminya itupun, Ninis segera menyetujui pernikahan ini, ia juga berani meninggalkan sosok Andre yang sudah 4 tahun menjalin asmara dengan nya.
Rangkaian demi rangkaian Acara pernikahan pun telah selesai di gelar, dan malam ini Sundari dan kedua orang tua Ninis sudah mempersiapkan kamar mewah di sebuah hotel berbintang lima untuk kedua mempelai pengantin itu.
Kala menolaknya, ia mengatakan bahwa dirinya akan lebih nyaman tidur di dalam kamar pribadinya dan ia berharap Ninis pun mengatakan hal yang sama.
Namun Sundari tetap memaksa, Kala pun tidak mampu menolak keinginan ibunya.
Di ujung sana, seorang wanita bernama Camelia itu
memperhatikan gerak gerik dari Kala dan Istrinya. mata sayu dengan wajah pucat itu terlihat begitu menatap lekat wajah Kala juga istrinya, Kala melirik kearah dimana Camelia berdiri.
"Lia, Sini." Titah Kala, Lia menggelengkan
kepalanya.
Tanpa mengatakan apapun, Kala menghampiri Lia dan mencoba memperkenalkan Lia kepada Istri barunya.
"Nis, kenalin ini Lia. Adik aku."
Mendengar hal itu, Camelia begitu bersedih. Ia begitu
mengingat kejadian malam tadi, dimana Kala merenggut harta satu-satu nya yang Ia miliki. Air matanya menetes, namun ia segera menyeka air matanya itu.
"Ninis udah kenal kan Mas, Lia anak Mbok Sum kan?"
tanya Ninis.
Kala menatap wajah Lia, "Kenapa Lia? kamu sakit
ya?" Tanya Kala.
"Lia capek Mas, Lia kan yang mempersiapkan semuanya.
dia sangat rajin, dan sangat membantu Ibu." Ucap Sundari, "Eh Mobil sudah di depan, ayo kami antar ke depan." sambung Sundari.
"Kenapa gak balik ke rumah Ibu saja sih Bu, lagipula
rumah ibu saja sudah seperti hotel. Lantas apa bedanya?" Tanya Kala.
"Suasana nya beda Mas, ini kan malam pertama Mas sama Ninis. jangan sampai mengecewakan Ninis lah." Jawab Sundari kepada Anaknya itu, "Ayo ibu antar, biar nanti barang-barang kalian di kemas dan kirim sama ibu.' sambungnya.
"Ingat ya Ndo, sekarang Surga mu tidak hanya pada Ibu
dan Bapa melainkan suami mu. Jamu dengan baik, karena suami akan mencintai Istrinya jika kebutuhan nya terpenuhi. begitupun Istri akan menghormati suaminya bila suaminya selalu menghargai Istrinya." Ujar Aji sembari
mengusap ujung kepala Anaknya, Ninis mengangguk dengan pelan. Aji juga tidak lupa memberikan sedikit petuah pada menantunya, Kala yang pada saat itu mendengar sebuah petuah pun tak henti menganggukkan kepalanya.
Kala dan Ninis masuk kedalam sebuah mobil klasik yang
diberikan oleh Sundari sebagai hadiah pernikahan nya itu, Kala membuka kaca mobil tersebut. Ninis melambaikan tangan nya namun tidak dengan Kala yang terlihat menatap lurus kursi kemudi yang terisi oleh Asep, supir pribadi ibu kandungnya.
"Jalan Mang Asep." ucap Kala tanpa memberikan
ekspresi apapun pada wajahnya, Asep pun mulai mengemudi mobil tersebut dengan kecepatan sedang. Dan di dalam mobil itu Ninis yang duduk di samping Kala hanya terdiam dan enggan memulai melakukan pembicaraan kepada Kala.
"Mang Asep pulang lagi?" Tanya Kala.
"Lah iya dong Mas, Mang Asep hanya di suruh mengantar
Mas saja bersama Mbak Ninis menuju Hotel." Jawab Asep, "Nah, Dua hari kemudian Mas Asep jemput lagi." serunya memberitahu Kala saat itu juga.
Kala terkejut saat mengetahui bahwa dirinya dan Ninis hanya berdua saja di dalam kamar hotel selama dua hari, "Dua hari Mang?" tanya Kala.
"Iya Mas, kata Ibu begitu." Jawab Asep kembali.
"Ibu ada-ada saja, Kala kan besok juga udah masuk
kantor lagi. lagian, cuma ambil dua hari cuti." Keluhnya pada Asep, mendengar sebuah keluhan itu Ninis menduga bahwa suaminya memang tidak menginginkan dirinya. Ninis menundukkan kepalanya, dan tetap terdiam tak mengeluarkan suara.
Sesampainya di sebuah halaman Lobby hotel, Kala keluar dari dalam mobil dan berjalan seorang diri menuju Lobby dalam tanpa menghiraukan Ninis. Asep yang pada saat itu melihat kejadian itu pun segera membukakan pintu mobil tersebut, "Silahkan Mbak." ucap Asep saat membuka kan pintu mobil tersebut.
"Makasih Pak Asep, Oh iya. Jangan adukan masalah ini
pada Ibu atau orang lain ya Pak, mungkin Mas Kala masih merasa canggung dengan hadirnya saya." Ujar Ninis pada Asep.
Sembari menunduk malu, Asep pun mengangguk dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Ninis. Ninis berjalan mengikuti langkah Kala, saat itu juga Asep merasa sedih melihat raut wajah Ninis yang mendapatkan sikap dingin
dari suami yang menikahinya tadi Pagi.
Ninis berjalan mengikuti langkah kaki dari Kala dan Petugas hotel tersebut. Nampak sebuah kamar hotel mewah di dalam sana, Kala pun merogoh saku miliknya dan memberikan dua lembar kertas uang kepada petugas lelaki tersebut.
Petugas itu berucap, "Terimakasih Tuan Kala, saya juga
ingin memberitahu bahwa nanti pukul tujuh kami sudah mempersiapkan Dinner malam hari di Atas sana. semua sudah di pesan Nyonya Sundari Termasuk dengan Kamar
hotel ini."
Kala terdiam sejenak, "Baik, Terimakasih."
jawabnya.
Mendengar kalimat persetujuan itu, Ninis pun sedikit merasa lega. Ia mengetahui bahwa Kala tidak akan menolak pemberian ibunya itu, "Terimakasih ya Mas." Ucap Ninis.
Petugas itupun mengangguk dan segera meninggalkan kamar mereka.
Ninis menatap sekeliling kamar tersebut, "Wow,
Pemandangan yang sangat indah. Ibu benar-benar mengerti dengan keinginan ku." ucap Ninis.
Kala duduk di atas sofa sembari membuka alas kaki yang ia gunakan saat ini, "Mas Kala, Mas Kala suka menginap disini dengan ibu?" Tanya Ninis dengan mengurangi sedikit rasa malunya itu.
Sembari menatap dingin, Kala mencoba memberikan senyuman kecil pada Ninis.
"Pernah, hanya beberapa kali. itupun saat kami merasa
bosan berada di rumah." jawabnya dengan nada yang terdengar ketus.
"Oh gitu, kalau Ninis sih jarang. soalnya Bapak sibuk,
Ibu juga kelola toko batik. ya saat di Melbourne aja memiliki kamar seperti hotel, jadi berasa sering ke Hotel tapi gak sama ibu dan Bapak."
"Mas capek, Mas mau istirahat. boleh kan?" Tanya kala kepada Ninis, Ninis menganggukkan kepalanya. Kala pun merebahkan dirinya di atas sofa, menyimpan salah satu tangan nya itu di atas kening miliknya.
"Mas, kenapa gak di atas ranjang saja."
"Enggak, Mas lebih nyaman disini. kalau Ninis mautidur, tidur aja di sana. nanti jam 7 malam Mas bangunkan, Mas juga kabari dulu orang hotel kalau dinner kita di ganti saja di jam 8." Jawab Kala.
Ninis menganggukkan kepalanya, "Baik Mas." Ia pun
berjalan menuju ranjang besar tersebut, dari arah sana ia melihat betapa pulas tidur suaminya itu. Ninis merasakan bahwa Kala begitu menunjukkan sikap dingin nya pada Ninis, namun Ninis berpikir bahwa Cinta tidak akan datang begitu saja, apalagi ia menyadari bahwa pernikahan dirinya bersama Kala benar-benar tanpa
adanya rasa cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments