Nisha menggenggam kedua telapak tangan Agam. Ia menatap lekat kedua mata yang menyorotnya penuh cinta itu.
"Memangnya Mas tidak ingin memiliki keturunan?"
"Memilikimu, sudah membuat kehidupanku sangat sempurna." Ujar Agam, mengecup bibir Nisha dengan lembut.
"Yang bermasalah itu aku Mas, kamu bisa punya anak dari wanita lain..." Tuturnya sembari mengusap pelan kedua tangan Agam.
"Tidak ada yang bermasalah, kamu dan aku, kita sudah ditakdirkan berdua selamanya. Tidak akan ada kesempurnaan selain dirimu, kau satu-satunya sumber kebahagiaanku. Jadi berhenti membahas hal itu, atau aku akan melepas semua pakaianmu disini." Agam memeluk erat istrinya sembari memberi sedikit kecupan di tengkuk halus sang istri.
Nisha pun membalas dekapan hangat suaminya itu. Memang selama ini tak pernah terucap dari mulut Agam, bahwa ia menginginkan buah hati. Namun lelaki mana yang tidak menginginkan seorang penerus? Seorang anak yang bisa menemani dimasa tua, dan yang bisa membuat pernikahan mereka semakin sempurna.
braak..brakkk..!
Pasangan suami istri itu sontak saling melepaskan pelukan, kala kaca mobil mereka di pukul dari luar.
Agam segera membuka pintu mobilnya, dan mendapati adik bungsunya tersenyum lebar. "Lukka..?"
"Kakak... Lukka lapar.. Mama belum pulang, Lukka mau makanan.." Pinta pria dengan kelainan mental tersebut. Walaupun usianya sudah sangat dewasa, ia tetap menjalani hari-harinya seperti anak berusia 7 tahun.
Rumah mewah diseberang, adalah rumah milik keluarga Agam. Mama, Papa, serta Lukka tinggal di rumah itu.
Papanya Agam merupakan seorang profesor sekaligus pemilik rumah sakit Kasih Ibu, tak jarang ia sangat sibuk hingga tak punya banyak waktu luang. Sementara Mamanya, merupakan seorang pemilik butik ternama. Mereka berdua sangat jarang dirumah,hingga Lukka hanya menghabiskan hari-harinya bersama seorang pengasuh, atau kalau Agam dan Nisha dirumah, ia akan bermain dan tidur dengan mereka.
"Lukka lapar..?" Tanya Nisha, ia menatap lembut anak besar dengan wajah berbinar itu.
Lukka mengangguk cepat, ia sengaja menunggu Nisha pulang. Karena ingin memakan masakan Nisha.
"Lukka mau makan kepiting, udang, dan...eee.. nasi merah."
"Baiklah, ayo masuk.." Nisha menggandeng tangan Lukka.
"Mama belum pulang?" Tanya Agam yang berjalan di sebelah Lukka.
"Mama mau buat.., fashion sow.." Jawab Lukka dengan kosakata seadanya, perkembangan mental dan pola pikirnya benar-benar berhenti saat berusia 7 tahun.
Lukka berbalik, menatap bulat wajah sang kakak dengan bola mata ceria. "Kak Agam sudah pulang kerja kan? Lukka boleh tidur disini malam ini kan?"
"Boleh Lukka, lagipula kau libur sekolah kan?" Agam mengusap pucuk rambut sang adik sambil tertawa kecil.
Bukan tak pernah keluarga Agam berusaha mengobati Lukka, mereka sudah membawa Lukka kesana kemari, dari mulai Psikolog, Konsultan, bahkan Pakar Genetika. Namun tak ada yang bisa membuat Lukka hidup sebagai anak seumurannya.
Agam merasa sangat prihatin, dengan semua hal yang mereka punya, jabatan, uang, dan kemampuan. Tak ada satupun yang dapat membantu Lukka.
Kemalangan itu bermula kala Lukka mengalami demam tinggi saat usia 4 tahun. Ia sampai kejang dan mengeluarkan busa dari mulutnya. Perawatan medis tingkat tinggi dikerahkan oleh Papanya, dua hari Lukka tak berhenti demam dan kejang. Apabila pengaruh obatnya habis, Lukka harus diberikan dosis tinggi untuk membuat tubuhnya kembali tenang.
Setelah beberapa hari, keadaan Lukka perlahan membaik. Tak ada yang menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan Lukka. Anak itu tetap ceria, tetap bisa berjalan, namun kemampuan berpikir dan nalarnya kurang. Mereka berpikir itu hal biasa, sebab usia Lukka juga masih sangat kecil.
Saat usia Lukka menginjak 8 tahun, mereka baru menyadari bahwa kemampuan belajar, sensorik, daya ingat serta daya tanggap Lukka tak seperti anak seusianya.
Lukka divonis mengalami gangguan permanen pada batang otaknya. Ia bisa disembuhkan melalui operasi perbaikan jaringan otak, namun kesempatan selamatnya sangat kecil. Karena itu keluarga Agam lebih memilih membesarkan Lukka, dari pada menanggung resiko yang bisa membuat Lukka dalam bahaya.
-
Jam menunjukkan pukul 21:00...
Suasana rumah Agam terlihat ramai, karena Lukka mengajak mereka semua bermain petak umpet. Beberapa kali Agam dan Nisha mengerjai Lukka, namun anak besar itu menikmati permainannya.
Kali ini juga giliran Lukka yang berjaga, ia menghadap kedinding. Sementara Agam dan Nisha berlari cepat menuju tempat persembunyian.
"Sembilan... Sepuluh..!" Lukka berbalik, sambil mengusap kedua matanya yang agak gelap. Sepertinya ia terlalu rapat menutup mata tadi.
"Kak Nisha..!" Seru Agam sembari menunjuk Nisha di balik tangga.
"wahh, kau cepat sekali menemukanku? Kau curang ya..?" Nisha menuding wajah Lukka seraya menyipitkan mata. Tak lupa tawa riang terpampang di wajah manis itu.
"Tidak, Lukka melihat rambut kakak.." Bisiknya, lalu berlari kecil mengelilingi ruangan itu untuk mencari Agam.
"Lukka..? Kau disini?" Ucap seorang wanita berusia 60 tahun, ia adalah Ambarwati atau kerap disapa Nyonya Ambar. Ya, wanita itu adalah ibu kandung Agam dan Lukka.
Lukka langsung berlari kearah mamanya, ia jadi lupa untuk mencari Agam. "Mama..? Mama sudah pulang?"
"Ini, mama bawakan jajan kesukaan kamu. Nisha, kemarilah.." Ia duduk di atas sofa, kemudian memanggil menantunya untuk bergabung.
Sesaat senyum ceria Nisha pudar, ia berjalan sendu kearah sofa dengan senyum hambar.
"Sini, Mama belikan black forest. Mari kita makan bersama.."
Dengan sangat antusias, Lukka mengambil potongan black forest lalu menggigitnya semua. Ia memang sangat menyukai cokelat dan makanan manis lainnya.
"Mama dengar dari luar tadi, ramai sekali.." Ucap Ambar, ia juga ikut mencicipi kue itu dengan ujung jarinya.
"Iya ma.. Lagi main sama Lukka." Nisha menjawab pelan. Hubungannya dan ibu mertua memang agak canggung. Apalagi sejak kecelakaan Lima tahun silam.
"Seru ya kalau ada anak kecil... Coba saja kamu dan Agam punya anak, pasti rumah ini semakin ramai."
Mendengar itu Nisha mengecap bibirnya, hanya senyum palsu yang ia lontarkan. "Iya ,Ma. andai saja ya.."
Sejak kecelakaan itu, Nisha memang selalu dipojokkan. Keinginannya untuk liburan ke Turki selalu diungkit-ungkit.
"Coba waktu itu kamu dengar kata-kata Mama, pasti anak kalian sudah besar sekarang."
Untuk yang kesekian kalinya, kalimat itu kembali menghujam dibenak Nisha, bak tombak tajam yang menusuk amat dalam.
Tak ingin larut dalam ucapan perih itu, Nisha pun mencoba mencari topik obrolan lain.
"Keadaan Butik sedang ramai ya, Ma? Lukka bilang Mama mau adakan fashion show?"
"Mama batalkan gelaran fashion show nya." Jawab Ambar tertawa masam. Akhir-akhir ini ia terpikir, kalau semua yang ia kejar selama ini sia-sia.
"Loh, kenapa Ma? Apa Mama kekurangan orang? Aku bisa bantu cari..."
"Mama sudah malas rasanya melanjutkan itu. Usia mama sudah tua, untuk apa mama mengejar hal-hal besar itu lagi? Apalagi sekarang anak mama sudah berkecukupan semua. Cucu juga tidak punya, mau untuk siapa mama meraih itu semua?"
"Untuk Lukka.." Anak besar itu unjuk diri, dengan bibir hitam belepotan.
"hahahah sayang, hidupmu sudah berkecukupan. Jangan khawatir..." Ambar menyeka bibir sang anak menggunakan sapu tangannya.
"Kamu sudah memikirkan perkataan mama tempo hari?" Bisik Ambar, ia menagih kembali perkataannya, yang tempo hari sempat membuat Nisha menangis sesenggukan.
Nisha tertunduk, jemarinya saling menggaruk halus. Ini memang kesalahannya, dan ia lah yang harus mencari jalan keluar. Agar keluarga Agam bisa tetap mengizinkannya bersama dengan sang suami.
"Maaf, Ma. Kalau untuk menceraikan Mas Agam, aku tidak bisa. Tapi aku akan mencari jalan lain, agar Mas Agam punya keturunan."
"Caranya..?" Wajah Ambar tampak pias, ia menganggap ucapan Nisha barusan seperti main-main.
"Hei, tubuhku gatal semua karena bersembunyi didalam lemari, tapi kalian malah enak-enak makan?" Celetuk Agam menyela, kedua tangannya sibuk menggaruk tubuh.
"Kenapa bercerai..?" Seloroh Lukka dengan wajah polos. Ia menangkap kalimat yang diucapkan Nisha, namun kata 'bercerai' ia tak memahami itu. Sebab itulah ia bertanya kembali.
Saras dan Nisha seketika membelalak, sedangkan Lukka hanya menatap dengan rasa penasaran.
"Siapa yang bercerai..?" Agam melipat dahinya dengan tatapan dalam.
...*************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🌺awan's wife🌺
hadir thor
2023-02-20
2
Anis Yafi Mairah
lanjut kak ,💪🥰
2023-02-17
1