Tak terasa Lima tahun sudah terlewati. Ibu Yasmine tak kunjung siuman dari koma nya. Yasmine sudah kehabisan seluruh tabungannya. Kini ia hanya mengandalkan uang gajinya yang hanya sebesar 6.5 juta rupiah. Tentu jumlah itu sangat timpang dengan biaya pengobatan sang ibu.
Saat sabtu tengah hari, dan minggu ia bekerja serabutan. Menjadi cleaning servis, pramusaji cafe, barista, bahkan delivery makanan. Ia juga menjual aksesoris dan perabotan kecil melalui akun media sosial. Semua itu ia lakoni demi menutupi biaya pengobatan sang ibu.
Banyak orang, bahkan Dokter menyarankan agar Yasmine merelakan ibunya. Bagi mereka, ibu Yasmine sudah seperti mayat hidup yang menguras masa muda Yasmine.
Namun Yasmine tak menganggap demikian, ia akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk kesembuhan ibu nya.
"Permisi..." Ucap Dokter, yang hendak memeriksa kondisi Ibunya Yasmine. Ia memasuki ruangan dengan beberapa perawat.
Yasmine yang baru selesai membersihkan tubuh sang ibu pun menyingkir beberapa langkah.
"Saturasinya melemah Dokter, turun Lima persen sejak hari kemarin." Ucap Sang perawat, sementara satu perawat lainnya mencatat hasil pemeriksaan.
Dokter yang tak lain adalah Nisha, memeriksa seluruh tanda-tanda vital di tubuh pasien. Ia membuka baju pasien, memeriksa apakah ada ruam atau semacamnya.
Setelah pemeriksaan selesai, semua perawat meninggalkan ruangan, kecuali Nisha. Hal yang ia takutkan benar-benar terjadi.
"Apakah kondisi ibu saya semakin buruk Dokter?" Yasmine menatap Nisha dengan penuh harap, walau ia tau jawabannya pasti masih sama seperti hari-hari sebelumnya.
Nisha menghela nafas berat, inilah salah satu kelemahannya, ia memiliki empati yang sangat besar untuk pasien-pasiennya. Seringkali ia merasa tak enak hati, merasa bersalah bahkan merasa gagal saat akan menyampaikan kondisi pasien yang semakin memburuk.
"Terdapat beberapa ruam di pinggul dan tulang belikatnya." Lirih Nisha, ia tak tahan ketika Yasmine menyodorkan tatapan penuh harap.
"Ibumu, mengalami gejala Ulkus Dekubitus, atau lebih dikenali dengan nama Luka baring."
Yasmine menaikkan kedua alisnya, ia berusaha mencerna yang dikatakan Dokter barusan.
"Ruam akibat tekanan konstan pada bagian tubuh, menyebabkan pembuluh darah yang mengantarkan oksigen dan nutrisi kepada sebuah jaringan terhambat. Tanpa nutrisi dan oksigen, kulit dan jaringan di sekitarnya akan rusak dan akhirnya bisa membusuk." Nisha menunjukkan sebuah foto dari layar ponselnya, dimana gejala tersebut memang banyak dialami oleh orang-orang yang lumpuh.
Yasmine mengangguk pelan, ia memang sudah melihat ruam kemerahan sejak dua hari lalu. Namun ia pikir itu hanyalah gatal biasa.
"Tolong berikan obat apapun...."
"Masalahnya adalah..," Nisha memotong ucapan gadis itu, "Ibumu lumpuh total, titik itu memang bisa diobati, tapi tidak menutup kemungkinan itu akan timbul di bagian lain. Setidaknya tubuh ibumu harus digerakkan setiap setengah jam sekali, itu pun hanya untuk memperlambat penyebarannya, bukan mengobati..."
Yasmine memandangi tubuh sang ibu, berbagai selang dan kabel menempel ditubuh wanita tak berdaya itu. Hidupnya bahkan bergantung pada ventilator.
"Apa separah itu..?" Ia kembali memindahkan pandangan, kepada Dokter yang baru lima Bulan ini menangani ibunya.
Terhitung selama Lima tahun, sudah 6 Dokter yang berganti merawat sang ibu. Nisha adalah Dokter ke 7 yang saat ini di limpahkan tanggung jawab untuk mengawasi pasien koma itu.
"Dengan kondisi ibumu, itu bisa sangat parah." Ucap Nisha berat hati.
"Apakah tidak ada solusi untuk itu? Berapapun biayanya, aku akan menyanggupi jika itu bisa membuat ibuku lebih baik." Ia sangat berharap, ada keajaiban untuk sang ibu. Dengan wajah penuh harap, ia menyorot sendu kepada Dokter.
Nisha hanya bisa menghela nafasnya, ia tau gadis itu bahkan kesulitan membayar tunggakan rawat inap. Donasi yang diberikan rumah sakit, hanya mampu membayar 10 persen tagihan perbulannya.
Dengan naluri lembut yang dimiliki Nisha, bukan tak mau ia membantu gadis tersebut. Namun jika ia hanya membantu satu pasien, bukankah itu tidak adil? Ada banyak pasien yang kondisinya mirip dengan gadis miris itu. Ia tak mungkin bisa membiayai semuanya.
Nisha juga mengerti kenapa gadis itu mau mempertahankan kondisi itu selama bertahun-tahun. Karena bukan hal mudah melepaskan seseorang yang paling berharga.
"Kami mendirikan rumah sakit ini memang untuk bisnis. Tapi sebagai Dokter, uang bukanlah yang utama. Kami pasti akan melakukan yang terbaik, tugas kami ialah menghilangkan rasa sakit pasien. Dalam kondisi ini, jika kau bertanya apa yang terbaik untuk pasien, maka jawabannya adalah melepaskan rasa sakit pasien."
"Ternyata Anda juga sama seperti Dokter yang lainnya. Saya bahkan bekerja keras siang dan malam demi untuk kesembuhan ibu saya, tapi kalian para Dokter, terus saja menganggap ibu saya seperti mayat hidup yang tak memiliki harapan." Yasmine menatap tajam wajah Dokter itu, ia sudah muak mendengar saran, agar melepaskan ibunya.
"Menyembuhkan hanya berlaku untuk pasien dengan kesempatan di atas 20 persen. Sementara ibumu, kesempatannya untuk kembali pulih bahkan hanya 000,1 persen. Jadi apapun yang kita lakukan, itu hanya akan memperpanjang rasa sakitnya, bukan menyembuhkannya."
"Bukan kami tak mau merawat ibumu, hanya saja kesempatannya sangat kecil, kau hanya akan kesulitan jika mempertahankan ini..." Nisha menepuk lembut bahu Yasmine, kemudian berlalu pergi dari sana. Rasanya sangat iba melihat Yasmine menghabiskan masa muda untuk hal yang tidak mungkin itu.
Seperginya Dokter Nisha, Yasmine terduduk sayu di kursi. Ia meraba ruam kulit yang ada di tubuh ibunya. Sesaat nalurinya membenarkan pendapat Dokter Nisha barusan, namun jika ia melepaskan ventilator, bukankah itu sama saja dengan mengambil harapan ibunya untuk sembuh? Dengan kata lain itu pembunuhan bukan?
Memang sangat berat hidup yang ia lalui selama 5 tahun terakhir ini, namun ia rela menerjang apapun, demi melihat ibunya sehat kembali.
...~~...
Sore ini, tampak Nisha dan Agam pulang bersama. Dikarenakan jam tugas mereka sama, jadi mereka bisa menghabiskan waktu luang malam ini.
Mobil diparkir pada garasi luas rumah mewah tersebut. Tentu tak hanya satu mobil yang mereka miliki, ada beberapa lainnya yang menjadi koleksi Agam.
"Bisa lembur malam ini..." Bisik Agam kepada sang istri, ia melepaskan sabuk pengaman Nisha sambil meraba pinggang ramping itu dengan senyum menggoda.
"Kamu ini, seperti pengantin baru saja, Mas." Nisha merangkul tengkuk Agam, lalu ia menempelkan dahinya pada wajah sang suami.
"Ini salah satu keistimewaan kita sayang, kita akan terus menjadi pengantin baru sampai kakek nenek." Rayu Agam seraya menyambangi sesuatu dibalik baju Nisha.
Senyum berbinar di wajah Nisha memudar. "Bukannya akan sangat hampa, jika kita seperti ini terus?"
Gairah Agam yang tengah memuncak, menjadi merosot kala ia mendengar hal tidak masuk akal itu lagi. Ada apa sebenarnya? Kenapa akhir-akhir ini Nisha sangat sering membahas hal itu.
"Sayang...," Agam mengangkat wajah Nisha, dan menyorot dalam kedua mata wanita manis itu.
"Ada apa, hmm..?" Ia membelai lembut kedua pipi Nisha, apa mungkin wanita itu benar-benar mulai bosan dengan pernikahan mereka. Agam menjadi cemas karenanya.
...***********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
tanpa disuruh pun laki bisa kawin lg
2023-04-24
1
🌺awan's wife🌺
jangan sekali kali minta suamimu menikah lagi Krn tanpa disuruh pun dia tuh pengen😜😜😜
2023-02-18
2
Anis Yafi Mairah
seru ni kyknya,lanjut kak otor syg🥰🙏💪
2023-02-15
1