"Ma'af pa aku tidak bisa" Hanya kata itu yang Delia ucapkan sebagai bentuk penolakannya.
Hancur sudah harapan papa Joy, bagaimana nanti nasib perusahaannya yang sudah ia bangun dengan susah payah. Apakah akan hancur hanya dalam waktu sekejap, mengingat siapa orang yang sedang ia hadapi bukanlah orang yang sembarangan.
Dan tiba-tiba saja ia merasa sesak di dadanya, seolah tidak ada pasokan udara untuk mengisi paru-parunya. Ia memegang dadanya yang terasa nyeri dan detik berikutnya ia ambruk tak sadarkan diri.
Delia yang sedang berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak dilantai dua akhirnya menghentikan langkahnya ketika ia mendengar seseorang terjatuh, ia membalikan tubuhnya. Sontak matanya langsung terbelalak ketika mendapati papanya sudah terbaring dilantai dengan keadaan tak sadarkan diri.
"Papaaaaa"
Teriak Delia menggema, hingga para pekerja dan pelayan dirumah itu berlarian menuju arah sumber suara, disana terlihat Delia sedang menangis histeris sambil terus mengguncang tubuh papanya yang diam saja tak bergerak.
"Nona. apa yang terjadi, tuan kenapa ?" Tanya pelayan dengan khawatir.
"Tidak tau, tiba-tiba saja terjatuh. Tolong bantu angkat papa, kita bawa papa kerumah sakit sekarang!"
Isak tangis tak berhenti keluar dari bibirnya, Delia takut sampai terjadi sesuatu dengan papanya. Cukup sudah dia kehilangan mamanya saat dia masih berusia enam tahun, ia tak ingin lagi kehilangan papanya satu-satunya orang yang ia punya.
Dengan dibantu pekerja dan pelayan ia mengangkat tubuh papanya yang tak sadarkan diri ke mobil.
Mobil melesat dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit, untung saja jalanan sedang lenggang hingga bisa cepat sampai dirumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit papa Joy dibaringkan dibrankar kemudian dibawa keruang IGD, Delia yang khawatir hendak ikut masuk mendampingi papanya.
"Nona silahkan anda tunggu diluar!" Ucap perawat sambil menutup pintu ruang IGD, Delia hanya menjawab dengan anggukan pasrah. Walau sebenarnya ia ingin sekali masuk dan bearada disamping papanya.
Delia duduk dikursi tunggu dengan perasaan gusar, ia benar-benar takut terjadi sesuatu pada papanya. Hingga perasaan bersalah kini mulai menghantuinya, andai ia tak menolak keinginan papanya mungkin hal ini tak akan terjadi dan papanya pasti sekarang dalam keadaan baik-baik saja.
"Papa, Delia mohon bertahanlah! Delia janji akan menuruti keinginan papa. Tapi Delia mohon jangan tinggalkan Delia sendiri pa!"
Delia terus menangis hingga sesegukan, tanpa ia sadari seseorang disana sedang berdiri menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Orang itu adalah Gino, entah kenapa pria itu ingin sekali melihat wajah Delia mungkin bisa dibilang pria itu merindukan Delia. Dan sesempainya dihalaman rumah Delia ia malah melihat pemandangan yang menyesakkan dadanya.
Sungguh melihat Delia menangis mumbuatnya sakit, dan akhirnya pria itu mengikuti mobil Delia menuju rumah sakit.
Setelah hampir satu jam dokter keluar dari ruang IGD, Delia langsung bangkit dari duduknya lalu berjalan mengahpiri pria yang memakai jas putih itu "Bagaimana keadaan papa saya dok?" Tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.
"Tuan mengalami serangan jantung, tapi keadaannya sudah stabil dan sebentar lagi bisa dipindahkan keruang perawatan" Jawab pria berjas putih itu dengan tersenyum.
Akhirnya Delia bisa bernafas lega.
Setelah beberapa jam kemudian papa Joy dipindahkan keruang rawat, dan sekarang ia mulai siuman perlahan ia membuka kedua matanya yang terasa berat.
"Delia" Ucapnya dengan suara lirih
"Paa" Delia tersenyum seraya menggenggam tangan papanya.
"Papa minta maaf nak, papa_" Ucapan papanya terhenti ketika Delia menempelkan jari telunjuknya dibibir, mengisyaratkan agar papanya tidak terlalu banyak bicara.
"Papa jangan terlalu banyak bicara dulu, dokter bilang papa harus banyak istirahat!"
Delia menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan, ia akan mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya.
"Aku yang seharusnya minta maaf pa, karna keegosianku akhirnya papa jadi sperti ini. Aku janji akan menuruti keinginan papa, aku bersedia menikah dengan tuan Gino abraham tapi ini bukan untuk perusahaan aku melakukan ini demi papa"
Hanya senyum yang terukir dari wajah papanya disertai dengan cairan bening yang keluar dari sudut mata sebagai jawaban, entah ia harus bahagia atau tidak dengan keputusan putrinya. Dalam hati kecilnya ia merasa bersalah karna sudah mengorbankan perasaan putri semata wayangnya hanya demi kelanjutan perusahaannya, andai bisa memutar waktu mungkin ia akan memilih untuk tidak mengenal seseorang yang bernama Gino Abraham.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments