Gen 5 - Sepuluh tamu

Davin membuka kedua matanya perlahan. Kepalanya masih agak terasa berat akibat efek dari minuman yang sempat ia teguk.

Ia mengerjap beberapa kali guna memperjelas penglihatannya, begitu semuanya tampak jelas. Ia bisa melihat sekelilingnya.

Hal pertama yang dilihatnya untuk pertama kali adalah sosok seorang wanita yang terduduk di kursi yang berhadapan dengannya.

"Arghh…" Semua orang di sana mengerang sambil memegangi kepala mereka masing-masing yang terasa sakit.

Davin masih berusaha untuk tenang. Kepalanya perlahan mendongak, menatap ke sekeliling.

Tidak hanya dirinya di sana, melainkan ada sekitar sembilan orang lain termasuk wanita yang dilihatnya. Jika di jumlah, orang yang kini berada dalam ruangan itu ada sepuluh orang termasuk dirinya.

"Kepalaku pusing," gumam salah satu di antara mereka.

"Apa yang terjadi? Aku dimana? Kalian siapa?" Salah seorang pria berseru dengan wajah panik, menatap orang-orang yang terduduk di meja yang sama dengannya.

Keadaan mulai chaos ketika semua orang mulai sadar dan panik akan kejadian yang sedang dialaminya. Mereka beranjak dari kursi masing-masing dan berusaha untuk mencari tahu keberadaan mereka saat ini.

"Kenapa aku bisa ada di sini? Apakah kalian yang membawaku kemari?" teriak Aaron dengan wajah panik. Ia menatap satu persatu orang di sana dengan tatapan menuduh.

"Jangan asal menuduh! Kami sama sekali tidak membawamu kemari. Kami juga baru sadar kenapa kami bisa di sini!" balas Gaston yang sama sekali tak terima akan tuduhan yang dilayangkan Aaron terhadapnya.

"Dengar! Kami semua di sini juga adalah korban. Kami tidak tahu apa yang terjadi dan kenapa kita bisa di sini." Veronica menimpali.

"Apa yang harus kita lakukan? Jangan-jangan kita semua sudah di culik!" Lavina semakin panik. Wanita itu bangkit dan berusaha mencari pintu keluar. Tapi sayangnya semua pintu, dan jendela yang ada terkunci rapat.

Sementara semua orang panik bukan kepalang, beda halnya dengan Davin yang masih berusaha tenang dan mengamati situasi yang dihadapinya.

Davin terdiam tanpa kata. Otaknya berusaha menelusuri kembali jejaknya sebelum dia tidak sadarkan diri dan berakhir di sini.

Apa yang terjadi? Dan kenapa kita semua bisa berada di sini? Ini benar-benar aneh.

Davin mengerutkan kening.

Aku ingat sekarang! Sebelumnya, aku sedang berjalan keluar kantor untuk pulang. Saat di depan kantor, aku bertemu dengan dua pria yang katanya sudah menungguku.

Davin merogoh kantong jasnya, mengeluarkan diamond card yang sejak awal ditaruhnya di sana.

Pria itu membelalakkan mata begitu sadar bahwa kartu yang semula berupa undangan mendadak digantikan dengan kartu yang bentuknya lebih mirip lagi dengan kartu ATM.

Kalimat-kalimat berupa undangan yang semula ada di belakangnya tiba-tiba menghilang.

Apa ini? Kenapa kartunya berubah? Davin bangkit dan mengecek setiap kantong pakaiannya. Tapi sungguh, hanya itu satu-satunya kartu yang berada di pakaiannya.

Angelina yang menyadari Davin sibuk mencari sesuatu dari dalam kantong pakaiannya seketika beralih fokus padanya.

Fokusnya langsung tertuju pada kartu yang digenggam Davin. Bentuknya sungguh mirip dengan kartu undangan yang juga diterimanya. Refleks Angelina mencari kartu itu juga.

Sama seperti Davin, ia juga dikejutkan dengan kartunya yang ternyata berubah.

Kini kartu yang dipegangnya hanya berwarna hitam polos dengan logo yang sama di bagian depan. Sementara di bagian belakang hanya terdapat sederet angka di pojok atas dan garis panjang di bagian bawah. Persis seperti ATM, hanya saja tanpa logo lain selain itu semua.

Jika aku dapat ini, dan pria itu juga dapat. Apakah itu artinya, semua orang juga dapat? Angelina terdiam mengusap logo pada kartunya. Mendadak ia teringat akan pembicaraan Olsen dan Kurt beberapa waktu lalu dalam acara televisi yang disiarkan secara live.

Paradise Land… kalau diingat-ingat lagi, aku pingsan tepat setelah aku duduk dalam mobil dan meminum minuman yang diberikan dua pria tadi. Angelina membulatkan kedua matanya. Ia yakin betul bahwa memang mereka yang sudah membawanya kemari.

"Teman-teman, sepertinya aku tahu siapa yang sudah membawa kita ke sini!" ujar Angelina yang dalam sekejap menyita perhatian semua orang.

Semua mata seketika tertuju padanya.

"Kau tahu?" tanya Parker.

"Katakan padaku, siapa yang sudah membawa kita ke sini!" Loko menghampirinya, mendesak Angelina untuk bicara.

"Aku yakin, kau juga tahu. Maksudku, aku yakin kalian semua tahu siapa yang sudah membawa kita ke sini." Davin ikut angkat bicara, membuat fokus orang-orang beralih padanya yang baru saja berucap.

"Jangan bercanda. Kalau kami tahu, kami tidak mungkin kebingungan seperti ini!"

Davin menunjukkan kartu dalam genggamannya. Hanya dengan melihat logo pada bagian belakang kartunya, semua orang langsung mengerti maksudnya.

"Kartu itu!" Veronica membulatkan kedua matanya.

Lavina merogoh kantongnya dan mencari kartu yang sama. "Mereka benar!" katanya begitu menemukan kartu yang sama.

Orang-orang mulai mencari kartu yang menyelip dalam pakaian mereka. Begitu sadar, mereka membulatkan mata dengan apa yang mereka temukan.

"Aku ingat sekarang! Aku pingsan begitu meminum minuman yang diberikan oleh dua orang pria yang mengaku sebagai agen dari Paradise Land yang ditugaskan untuk menjemput ku!" Veronica ingat sekarang.

"Benar! Aku juga," seru yang lain dengan wajah tertegun.

"Lalu kenapa kita semua bisa tiba-tiba terbangun di sini?" Harding berusaha mengingat-ingat lagi. Tapi setelah mengingat dirinya bertemu dua agen tadi, ia sama sekali tak bisa mengingat apapun selain tiba-tiba terbangun di tempat ini.

"Apa kalian semua ingat dengan pembicaraan Olsen di acara yang dipandunya?" tanya Angelina tiba-tiba.

"Maksudmu mengenai live beberapa waktu lalu?" tanya Lucius yang di angguki Angelina.

"Sepertinya kita adalah sepuluh orang yang dia bicarakan, dan mungkin saja kita telah tiba di Paradise Land."

"Itu berarti…"

Semua orang mendadak beralih fokus pada jendela. Serentak orang-orang berlari menghampiri jendela yang tertutup tirai, dan menatap keluar sana.

Sementara itu, Angelina dan Davin hanya diam dan memperhatikan semua orang yang yang penasaran dengan situasi diluar sana.

"Benarkah kita berada di Paradise Land?" Loko bergumam pelan sambil menatap keluar jendela seperti yang lainnya.

"Sepertinya memang benar," sahut salah satunya.

"Jadi, seperti ini Paradise Land?" gumam Veronica.

Davin dan Angelina beranjak dari tempat mereka, menghampiri teman-temannya yang lain karena mereka juga penasaran apa yang ada diluar sana.

Begitu melihat, mereka tak dapat menemukan apa-apa selain bangunan rumah modern yang tersusun berjajar di dekat rumah tempat mereka berada.

Keadaan diluar terlihat sangat sepi, seolah tidak ada kehidupan sama sekali.

Ping!

Perhatian mereka semua mendadak beralih pada suara yang di dengarnya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!