"Dear Distinguished Guest.
...You're Invited!...
...Selamat karena telah mendapatkan Diamond Card: Invitation Gen-01. Dengan ini, artinya anda telah mendapatkan tiket masuk menuju Paradise Land. Surga bagi orang-orang yang menginginkan ketenangan....
...Undangan ini bersifat mutlak dan terbatas. Setelah mendapatkan undangan ini, maka agen kami akan datang menjemput para tamu dan membawa kalian ke Paradise Land....
...Tidak ada waktu untuk berpikir, segera siapkan diri anda untuk segala keajaiban tak terduga yang akan menghampiri anda....
^^^From Mr. Kurt."^^^
Rentetan kalimat itu dilihatnya. Di tulis dengan menggunakan tinta perak yang tampaknya juga mengandung butiran berlian di dalamnya.
Davin masih tak percaya dengan apa yang ada dalam genggamannya. Berulang kali dirinya membolak-balikkan kartu hitam yang tengah dipegangnya.
"Apakah ini sungguhan? Paradise Land?" Davin mengerutkan kening. Rasanya seperti ilusi ketika dirinya tiba-tiba mendapatkan sebuah undangan untuk datang ke Paradise Land.
...*...
"Hari yang melelahkan. Aku ingin segera pulang dan beristirahat di rumah," gumam Angelina sambil terus melangkah menuju pintu keluar.
Ia berjalan bersama beberapa pegawai lain yang juga baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka.
Setelah mendapatkan undangan, Angelina memutuskan untuk kembali ke kantor. Apalagi begitu sadar kalau pria yang di tunggunya memang tidak akan datang.
Tep!
Angelina menghentikan langkah kakinya begitu ia melihat seorang pria yang berdiri di halaman kantornya.
"Nona Angelina!" panggil pria itu begitu kedua mata mereka saling bertemu satu sama lain. Angelina terdiam sesaat.
Pria itu langsung menghampirinya begitu sadar yang dicarinya telah tiba di sana.
"Kami sudah menunggu anda sejak tadi."
"Eh?" Angelina menautkan kedua alisnya—bingung.
Pria itu tak menjelaskan apa-apa selain menunjukkan sebuah pin yang tertancap di dadanya.
Angelina melirik pada pin yang dipegangnya. Ia tertegun begitu sadar bentuk pin itu sama persis seperti logo yang dilihatnya pada kartu undangan tadi siang.
Bentuknya bulat, dengan logo Ginkgo pada bagian tengahnya dan inisial HG pada bagian bawah logonya.
Angelina yang menyadari itu spontan mengeluarkan kartu undangan yang disimpannya dalam kantong jas yang dia kenakan.
"Ini…" Angelina menggantungkan ucapannya. Menatap kartu undangan dan wajah si pria secara bergantian.
"Benar, kami agen yang ditugaskan untuk menjemput anda," katanya. "Silahkan ikut kami."
Pria itu menghampiri mobil dan membukanya. Angelina yang dalam keadaan bingung hanya bisa diam tanpa kata sambil melangkah masuk ke dalam mobil.
Begitu dirinya terhenyak di kursi belakang, pria tadi segera masuk dan duduk di kursi samping kemudi.
"Bekerja seharian pasti membuat anda lelah 'kan? Bagaimana kalau anda minum? Kami sudah menyiapkan minuman untuk anda." Si supir tiba-tiba saja bertutur sambil menatapnya lewat pantulan spion tengah.
Angelina yang mendengar ucapannya refleks menatap botol minuman yang berada tepat disampingnya.
"Minumlah." Pria satu lagi menyakinkan.
Angelina lantas meraih dan meminum isinya. Tapi tak lama setelah meminumnya, ia merasakan keganjilan pada dirinya.
Brukk!
Botol dalam genggamannya langsung jatuh. Bersamaan dengan itu, dirinya terpejam dalam keadaan tak sadarkan diri.
...*...
Waktu berlalu. Tanpa sadar, jam terus berjalan hingga sore pun tiba.
Perlahan kantor yang semula ramai mulai sepi ketika satu persatu pegawainya mulai berhamburan pulang ke rumah masing-masing.
Lantai per lantainya pun mulai berubah gelap. Fajar yang menghiasi hari itu juga terus condong ke arah barat—membuat langit yang semula biru tampak berubah jingga.
Sementara pegawai lain sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu, beda halnya dengan Davin. Pria itu sampai saat ini masih terduduk di belakang meja kerjanya. Mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini.
"Huft~" Davin menghela napas pelan. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sambil menggeliat. Meregangkan otot-otot kaku tubuhnya akibat duduk terlalu lama di posisi yang sama.
"Akhirnya aku bisa menyelesaikannya juga," gumamnya pelan.
"Sekarang aku bisa pulang."
Davin beralih menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya sebelum akhirnya membereskan semua berkas yang ada di meja.
Davin beranjak bangun dari tempat duduknya, mengenakan kembali jas yang sempat dilepasnya.
Perhatiannya tiba-tiba beralih pada kartu undangan ketika tangannya bergerak meraih ponsel dan kunci mobilnya.
Pria itu meraih kartu undangan yang baru diterimanya. Ia menatapnya sejenak sebelum akhirnya memasukkan kartu tersebut bersama ponselnya, dan berlalu meninggalkan kantor.
...*...
Sejak awal aku memang tidak percaya dengan undangan itu, batin Davin yang terus melangkah menuju pintu keluar.
Entah kenapa, tapi beberapa saat yang lalu dirinya tiba-tiba teringat akan isi undangan yang diterimanya.
Semuanya memang hanya omong kosong.
Tiba di luar kantor, Davin mendadak menghentikan langkah kakinya ketika matanya secara tak sengaja menangkap sosok pria yang berdiri di depan sebuah mobil sambil tersenyum padanya.
Pria itu tiba-tiba saja menghampirinya.
"Tuan Davin, saya sudah menunggu anda sejak tadi."
"Kau kenal denganku?" Davin menaikkan sebelah alisnya bingung. Tanpa menjawab, pria itu mengusap pin yang tersemat di dadanya. Hal itu membuat Davin refleks beralih menatap pin tersebut.
Pin itu! Lambang yang ada pada pinnya benar-benar sama dengan logo yang kulihat di undangan. Apakah jangan-jangan, dia adalah agen yang dimaksud?
"Silahkan ikut saya." Pria itu berbalik dan menghampiri mobil lalu membukakannya.
Davin awalnya ragu, tapi rasa penasaran benar-benar mendorongnya untuk memberanikan diri melangkah masuk ke dalam mobil tersebut. Ia lantas duduk di jok belakang.
Begitu pria tadi duduk di jok samping kemudi, si supir berkata, "Anda pasti lelah setelah bekerja seharian, bagaimana kalau anda minum dulu? Kami sudah siapkan minuman khusus untuk anda."
Davin beralih pada minuman yang dimaksud. Dia mengambil dan meneguk minumannya. Tak lama, hanya dalam hitungan detik, tubuhnya mulai terasa lemas dengan kepalanya yang berkunang-kunang.
Sepersekian detik berikutnya, Davin tak sadarkan diri.
...*...
Ceklek!
Pintu terbuka, menampakkan pria yang tak lain adalah salah satu dari sekian banyak anak buahnya.
Pria itu melangkah masuk dan segera menghampiri Kurt yang sejak tadi terduduk membelakangi pintu masuk.
"Tuan, semuanya sudah siap. Para tamu sudah di perjalanan, dan sekitar lima sampai sepuluh menit lagi, mereka akan segera tiba."
"Sungguh?"
Kurt memutar kursi berodanya, menatap anak buahnya itu dengan senyuman miring.
"Iya, tuan."
"Itu adalah kabar yang bagus. Kalau begitu, pastikan semuanya lancar dan terkendali. Aku tidak ingin anda satupun rencana kita yang gagal."
"Baik, tuan."
"Kau boleh kembali."
Pria itu membungkuk memberikan hormat sebelum akhirnya beranjak meninggalkan ruang kerjanya.
Klap!
Pintu tertutup rapat, dan sekarang hanya ada dirinya seorang. Kurt beranjak, menghampiri jendela kaca dihadapannya sambil tersenyum.
"The game starts now!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments