Sebuah mobil berwarna silver berhenti tepat di depan rumah Zhafirah. Tampak seorang lelaki yang menggunakan baju koko dan celana hitam turun dari dalam mobil. Ia melangkah menuju kediaman Zhafirah. Lelaki itu adalah Mawan Wibowo. Ia seorang teman Zhafirah di pondok pesantren dulu.
Lelaki itu dulu biasa bertugas menjaga pos di tempat barang-barang yang dikirim oleh orang tua para santri, Mawan yang kemarin menyaksikan berita di media online. Ia ingin memastikan pada perempuan yang saat itu meninggalkan berkas untuk ikut beasiswa yang mewakili kader organisasinya untuk bisa ikut jalur beasiswa kuliah S1. Namun tiba-tiba justru dikabarkan akan menikah.
Mawan mengucapkan salam seraya mengetuk pintu rumah Zhafirah. Tak menanti waktu lama, pintu rumah tersebut terbuka dan muncul seorang perempuan yang ia ingin temui.
Zhafirah tertegun menatap lelaki yang merupakan seniornya tersebut.
“Kang Mawan.” Ucap Zhafirah pelan.
“Assalammualaikum.”Ucap Mawan mengulangi salamnya yang belum dijawab oleh Zhafirah.
“Walaikumsalam,” Jawab Zhafirah sedikit menundukkan kepalanya.
“Siapa Zha?” Suara ibu Riana dari arah dalam.
“Teman Bu.” Ucap Zhafirah.
“O…Ya disuruh masuk Zha.” Ucap Bu Riana sedikit berteriak.
“Bisa bicara sebentar Zha?” Tanya Mawan pada gadis yang tampak matanya sembab.
Zhafirah setengah mengangguk, ia mempersilahkan Mawan masuk. Lelaki itu duduk di satu kursi yang terbuat dari kayu. Kursi yang tampak sudah usang karena Ketika Mawan duduk di atas kursi tersebut, terdengar suara dari kursi tersebut.
Beberapa menit, tampak Mawan dan Zhafirah sama-sama menunduk. Zhafirah menunggu apa yang ingin dibicarakan lelaki yang sebenarnya ada di sudut hatinya. Namun Mawan, ia menanti Zhafirah untuk memulai pembicaraan. Saat tak ada yang memulai, akhirnya Mawan pun memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan rencana kuliah Zhafirah.
“Kok belum ada kabar lagi Zha? Besok terakhir untuk kelengkapan berkas calon mahasiswa jalur beasiswa. Kamu tak tunggu-tunggu, kok ndak ngasih kabar?” Tanya Mawan.
Zhafirah menghela nafasnya pelan. Ia tampak memejamkan matanya sesaat. Ada rasa sakit dan perih di hatinya. Cita-cita untuk mengangkat derajat ibunya, mengubah nasib ekonomi keluarganya harus kandas karena ia harus menikah dengan Arkha. Lelaki yang baru ia kenal, jauh dari kata idaman dan ideal dari sudut ilmu agama untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi takdir meminta ia memilih menerima dirinya untuk menerima Arkha.
“Saya sepertinya ndak jadi melanjutkan Pendidikan saya ke jenjang selanjutnya Kang.” Ucap Zhafirah.
Saat Zhafirah akan berdiri, ia ingin membuat minum untuk tamunya. Namun Mawan cepat menghentikan Zhafirah.
“Tidak usah membuat minum Zha.” Ucap Mawan singkat.
Zhafirah Kembali duduk karena permintaan Mawan, gadis itu masih menunduk. Ia berusaha menahan rasa di hatinya untuk menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Namun siapa Mawan, ia hanya kakak tingkatnya.
“Zha… Apa betul kabar yang Kang Mawan dengar kemarin bahwa kamu akan menikah dengan CEO Bagaskara?” Tanya Mawan yang memandang gadis yang masih tertunduk itu.
Zhafirah mengangguk pelan. Ia meremas ujung roknya. Ada airmata yang ia tahan untuk jatuh. Ada rasa yang ingin ia ungkapkan. Namun Mawan bukan orang yang berhak mendengar keluh kesahnya disaat hari pernikahannya tinggal menunggu hari. Bibir Zhafirah tampak bergetar. Ia mengigit bibir bawahnya. Ia tak ingin kedua bibirnya juga kedua netranya menjatuhkan air mata di hadapan lelaki yang sebenarnya memiliki rasa yang sama dengan dirinya. Tetapi semua sudah terlambat.
Mawan yang selama ini hanya memendam. Ia hanya menanti waktu yang tepat untuk menghalalkan rasa yang ia miliki untuk Zhafirah. Akan tetapi gadis pujaan hatinya justru lebih dulu dilamar lelaki lain yang lebih segalanya dari Mawan.
Namun tidak bagi Zhafirah, rasanya untuk Mawan masih ada, ia memilih Arkha karena terpaksa tetapi menyimpan rasa untuk lelaki yang bukan calon suaminya sama saja meminum racun untuk rumah tangganya juga dirinya sebagai seorang istri. Bagaiamana seorang istri bisa dirindukan surga jika ia masih menyimpan rasa untuk lelaki lain.
Bagaimana ia bisa mencintai suaminya yang nanti di hari akhir akan bertanggungjawab akan dirinya jika ia masih mencintai lelaki lain. Zhafirah tak mampu memandang Mawan. Jika selama ini ia begitu mudah berbicara dan bersenda gurau pada kakak tingkatnya di forum, kali ini ia memilih bungkam.
Mawan menanti Zhafirah membalas tatapannya, namun gadis periang, baik hati juga murah senyum itu tak mengangkat wajahnya. Mawan menahan gerahamnya. Kedua tangannya ia kepalkan. Dadanya terasa sesak. Air mata sudah memaksa untuk keluar dari sudut mata lelaki keturunan jawa itu. Ia menarik napas dalam.
“Kalian taaruf?” Tanya Mawan hati-hati.
Kembali Zhafirah hanya mampu mengangguk tanpa menatap lawan bicaranya.
“Kamu menyukai dia?” Tanya Mawan lagi.
“Menurut Kang Mawan, apakah mungkin saya akan menikah dengan lelaki yang tidak saya sukai? Setidaknya satu rasa suka bisa memupuk rasa itu berubah menjadi cinta nanti Kang.” Ucap Zhafirah masih dengan napas yang cukup berat. Dadanya terasa sesak. Bibirnya berkedut berkedut berkali-kali. Ingin sekali Zhafirah mengatakan jika rasa Sukanya pada Mawan bisa berubah menjadi cinta yang halal, namun semua sudah terlambat.
“Hhhhhh…. Ayolah Mawan, Zhafirah akan menjadi istri orang lain. Biarkan dia Bahagia dengan pilihannya.” Mawan bermoonolog dengan dirinya.
Mawan mencoba meyakini hatinya bahwa Zhafirah telah memilih lelaki lain yang lebih sempurna dan bisa membahagiakan Zhafira. Sedangkan Zhafirah masih menenangkan hatinya untuk menerima kenyataan bahwa ia dan lelaki idaman hatinya tak berjodoh. Lelaki yang selalu ia nanti senyumnya saat ia terlambat datang rapat, atau lelaki yang akan mencoba ia curi-curi pandang saat rapat untuk acara.
“Kamu harus sadar Zha, kamu tidak berjodoh dengan Kang Mawan.” Ucap Zhafirah dalam hatinya.
“Baiklah, Maaf kalau mengganggu. Kang Mawan hanya ingin memastikan jadi tidak kamu kuliah dan benarkah kabar yang beredar. Karena Kang Mawan lebih suka tabayyun daripada katanya-katanya. Semoga kamu Bahagia ya.” Ucap Mawan lirih.
Zhafirah bisa mendengar nada bicara Mawan yang berbeda dari biasanya. Ada kesedihan di nada bicara lelaki itu. Ada kekecewaan dari ucapannya. Namun Zhafirah tak menampik bahwa mereka memiliki rasa yang sama,akan tetapi semua sudah terlambat. Ia sudah akan menyandang status istri orang sebentar lagi.
“Nggeh, terimakasih Kang.” Jawab Zhafirah.
Mawan pun dengan rasa kecewanya, tatapan kosong ia mengendari mobilnya. Bahkan baru berapa belas meter meninggalkan rumah Zhafirah, ia menepikan kendaraannya. Ia menelungkupkan wajahnya di kemudi mobil.
“Hhhhhh…. Hhhhhhh….” Lelaki itu menumpahkan rasa sedih dan kekesalannya karena cinta yang kandas disaat ia belum sempat dinyatakan.
Sedangkan Zhafirah, ia langsung berlari kedalam kamarnya selepas kepergian Mawan. Bu Riana bisa mendengar suara tangis Zhafirah. Ibu satu anak itu masuk kedalam kamar Zhafirah.
“Zha… Belum terlambat kalau kamu ingin membatalkan pernikahan kamu. Mawan sepertinya pemuda yang baik. Kalian punya rasa yang sama Nak.” Ucap Bu Riana.
Zhafirah mengangkat pandangannya ke arah ibu yang telah melahirkan dirinya. Ia peluk tubuh perempuan paruh baya itu.
“Hiks… Rasa cinta Zhafirah pada ibu lebih besar daripada rasa suka Zhafirah pada Kang Mawan Bu. Insyaallah, Zhafirah akan berusaha mencintai Mas Arkha setelah kami menikah nanti.” Ucap Zhafirah dalam pelukan ibunya.
“Lalu Arkha? Apakah dia akan mencintai kamu?” Tanya Bu Riana seraya melerai pelukan Zhafirah.
“Umi Siti pernah dawuh Bu, bahwa hal yang paling penting ketika kita mencintai yaitu bagaimana cara kita mencintai dia bukan siapa yang kita cintai. Maka Zhafirah akan menumbuhkan cinta untuk Mas Arkha dan Zhafirah akan mencintainya dengan cara Zhafirah. Mohon doakan untuk kemudahan Bu, dan kebahagiaan untuk pernikahan Zhafirah dan Mas Arkha agar menjadi keluarga yang Sakinah, mawaddah, warrahmah.” Ucap Zhafirah.
Zhafirah yang sempat di akhir-akhir waktunya akan tamat di pondok pesantren. Ia menjadi abdi ndalem, walau hanya menjadi bagian di dapur untuk membantu menyiapkan makan untuk santri-santri lainnya. Namun Umi Siti sebagai pengasuh ponpes sering menceritakan hal-hal yang kadang tak diceritakan di kelas, salah satunya kisah bagaiamana ia dulu menikah dengan suaminya yang tidak sama-sama cinta. Ya, istri Kyai Furqon adalah salah satu Bu Nyai yang sering menyemangatik para santrinya untuk tak usah risau perkara jodohnya siapa. Fokus saja untuk terus memperbaiki diri dan focus saja untuk menjadi perempuan yang punya high value.
Berbekal pengalamannya di pondok pesantren, Zhafirah akan menjalani masa depannya bersama Arkha Bagaskara. Lelaki yang akan menjadi suaminya. Zhafirah sudah mantap dengan keputusannya. Ia tak akan membatalkan apa yang sudah ia pilih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yani
Wanita sholeha
2024-04-26
1
Benita Lestiyorini
Wanita sholiha, insyaaAllah dg kesabaran dan keikhlasanmu, Allah akan ganti dg cinta yg besar dan kebahagiaan
2024-01-22
1
dedee dh
PESONA universe mantap,jangan sampai d angkat jd film apalagi sinetron,kadang malah ngerusak ceritanya,trauma sama ayat2 cinta
2023-10-22
1