"Zha…”
Panggil Bu Riana lirih saat Zhafirah sudah membuat keputusan.
Pagi itu, Zhafirah akan menemui Arkha di kantornya. Ia akan memilih menikah dengan Arkha daripada ibunya harus menerima panggilan dari kepolisian.
“Bu, Insyaallah ini yang paling kecil mudharatnya. Ibu bisa bebas dari tuduhan itu. Ibu juga bisa bebas dari lelaki itu. Insyaallah Zhafirah akan ikhlas menjalani ini. Toh lelaki Bernama Arkha itu mengatakan jika ia akan menikahi aku secara hukum juga. Lelaki itu tak akan macam-macam jika aku menikah dengan lelaki yang memiliki kekuatan secara ekonomi.” Jelas Zhafirah pada ibunya yang terlihat khawatir akan keputusan yang telah dibuat Zhafirah.
“Tapi kamu tidak tahu lelaki itu, bagaimana jika dia sama seperti Ayah mu,” Ucap Bu Riana.
"Tidak bu, Pak Tito bukan ayah ku, yakinlah bu. Ini pilihan yang paling baik untuk sementara ini. Toh Pak Tito bersedia menceraikan ibu juga mencabut laporannya.” Ucap Zhafirah sambil mengecup tangan ibunya.
Ia tatap wajah ibu yang telah melahirkan dirinya itu dengan tatapan kasih.
“Cukup sudah Bu, selama ini ibu tidak pernah berbicara apapun pada aku. Andai aku tahu ibu akan mendapatkan siksaan seperti ini, aku tak akan pernah mau mondok. Bertahun-tahun ibu menahan setiap kekerasan yang ibu dapatkan hanya untuk aku, maafkan Zhafirah yang selama ini takt ahu duka ibu… “ Ucap Zhafirah yang menangis sambil memeluk ibunya erat.
Bu Riana mengusap kepala anak satu-satunya dari hasil pernikahannya dengan mantan suaminya yang meninggal dunia saat Zhafirah baru duduk di kelas 4 SD. Ia pun dengan berlinang air mata membiarkan anaknya pergi menemui lelaki yang kemarin mengatakan akan melunasi semua hutang Tito asal Zhafirah mau menikah dengannya.
Tiba disebuah gedung yang menjulang tinggi dan berada di tengah kota, Zhafirah menemui resepsionis. ia mengatakan bahwa ingin bertemu Arkha. Ia menyerahkan kartu nama yang diberikan sopir Arkha kemarin. resepsionis itu tampak memindai penampilan Zhafirah dengan seksama dari bawah hingga ke atas serta tatapan ejekan.
"Anda sudah buat janji dengan Pak Arkha?" Tanya resepsionis yang menggunakan rok diatas lutut itu.
"Belum. Tapi beliau mengatakan saya bisa kekantor ini jika ingin bertemu beliau." Ucap Zhafirah pelan. Ia tahu bahwa dirinya dianggap rendahan karena mungkin penampilannya.
Bahkan saat tiba di area parkir tadi ia bisa melihat beberapa lelaki dan perempuan yang menatapnya aneh mungkin. Karena motor yang ia gunakan juga pakaiannya yang khas santri. Ia menggunakan rok hitam dan sebuah Tunik berwarna kuning serta jilbab yang senada dengan bajunya.
"Tunggu saja disana. Nanti saya tanyakan dengan asisten pribadi beliau dulu." Ucap Resepsionis yang terlihat dari bed namanya tertulis nama Risa.
"Baik," ucap Zhafirah. Ia pun berjalan kearah lobi yang terdapat sofa untuk menunggu sang pimpinan perusahaan itu.
Zhafirah tak menyangka jika Arkha adalah pemiliknya. Ia mengira jika Arkha hanya manager pemasaran atau bagian penagihan hutang.
Saat Zhafirah sibuk membaca majalah yang tersedia di meja bunda tepat disisinya. Ia cukup kaget ketika melihat ada seorang lelaki berdiri di hadapannya dengan tatapan angkuh.
"Akhirnya kamu datang kemari. Pilihan tepat." Ucap Arkha.
"Ikuti aku..." Ucap Arkha pada Zhafirah.
Arkha yang baru tiba dikantornya sengaja langsung menghampiri Zhafirah. Ia ingat bagaimana gadis ini menolaknya dengan ucapan tak sudih kemarin.Namun hari ini perempuan itu datang menemuinya. Arkha sebenarnya merasa beruntung, Ia bisa mengabulkan keinginan sang ibu. Disamping itu, gosip jika ia sebagai orang ketiga dari salah seorang aktris juga bisa ia tepis dengan dirinya menikahi Zhafirah. Dan yang paling penting, ia tak ingin terkekang dengan hubungan pernikahan. Ia juga tak harus memiliki anak.
Bagi Arkha memiliki anak akan sangat merepotkan, bukan perihal ekonomi. Tetapi baginya akan banyak waktu yang harus terbuang karena memiliki anak. Waktu yang harusnya bisa ia gunakan untuk kerja harus terbuang dengan memperhatikan anaknya.
Zhafirah mengikuti langkah Arkha. Ia berjalan dibelakang asisten pribadi Arkha. Di dalam lift, Romi menyebutkan jadwal rapat hari itu.
"Cancel semuanya. Dan kamu siapkan kontrak kerja yang sama persis seperti dirimu." Ucap Arkha pada Romi. Lelaki itu mengangguk.
Ia merasa aneh. Karena Arkha yang sudah dua tahun memimpin perusahaan peninggalan Pak Bagas itu tak pernah merubah jadwal seenaknya.
"Kamu bawa KTP?" Tanya Arkha Pada Zhafirah.
Gadis itu mengangguk.
"Serahkan pada Romi." Ucap Arkha tanpa memandang Zhafirah.
"Untuk apa?" Tanya Zhafirah heran.
"Untuk mengurus surat nikah kita. Bukankah kamu kemari untuk menikah dengan ku? Kamu pasti menerima opsi yang aku tawarkan bukan?" Tanya Arkha.
Zhafirah mengerucutkan bibirnya. Ia tak habis pikir ada lelaki yang tanpa basa basi juga sombong serta begitu percaya diri.
"Sombong sekali." Ucap Zhafirah dalam hatinya.
Ia membuka tas kecil di samping pinggangnya. Ia serahkan kartu identitas miliknya pada Romi. Asisten Pribadi Rakha itu melirik Arkha tak percaya ketika bosnya itu memerintahkan hal yang begitu mendadak.
"Setelah kamu menyiapkan surat perjanjian nikah, nanti aku beri kamu lagi untuk di revisi. Kamu segera urus surat pernikahan ku. Juga Sebuah pesta dan konferensi pers besok pagi. Oya satu lagi, aku mau semua cukup sederhana dan tetap ada media yang meliput." Ucap Arkha membuka satu kancing jas nya dan keluar dari lift saat pintu lift terbuka.
Zhafirah mengikuti Romi. Lelaki itu membukakan pintu Arkha dan menunggu Zhafirah masuk kedalam ruangan baru ia tutup pintu itu.
Arkha duduk di kursi kebesarannya. Zhafirah justru hanya berdiri tak berani duduk karena belum dipersilahkan.
"Heh. Apa kamu harus semua diperintahkan?" Ucap Arkha kesal dan menatap kursi di depannya lalu mengambil kertas dan pulpen.
Zhafirah duduk dan Arkha tampak sibuk dengan kertas. Ia menulis point-point untuk perjanjian nikah dirinya dan Zhafirah. Setelah selesai ia menyerahkan pada Romi.
"Aku ingin ini di cap jempol bukan di tandatangani." Ucap Arkha.
Romi pun mengangguk. Ia keluar membawa kertas itu dan kartu identitas milik Zhafirah. Gadis yang dari tadi menunduk itu cukup gugup karena ia hanya tinggal berdua dengan Arkha.
"Satu hal, Aku ingin kamu menjadi menantu yang baik untuk Mama ku. Aku tidak suka jika kamu menyakiti Mama ku. Dan berusahalah merubah penampilan mu mulai hari ini. Aku adalah CEO di perusahaan ini. Bahkan aku juga CEO di sebuah rumah entertainment." Ucap Arkha.
Zhafirah bingung kenapa lelaki tampan, kaya justru ingin menikah dengan dirinya dan hanya sebagai status.
"Dan, tak ada yang boleh tahu jika kita menikah karena perjanjian apalagi karena aku membayar hutang ayah mu. Termasuk Mama ku apalagi media. Paham?" Tanya Arkha.
"Paham. Bolehkah saya bertanya?" Tanya Zhafirah masih menunduk.
"Heh. Setidaknya aku punya istri yang aku atur bukan dia yang mengatur apalagi merepotkan." Batin Arkha yang dari tadi melihat Zhafirah tak berani memandangnya.
"Katakanlah." Ucap Arkha yang sudah membuka laptopnya.
"Pertama kenapa anda mau menikah dengan saya, kedua saya mohon lindungi ibu saya dari lelaki bernama Tito itu. Maka semua syarat yang anda ajukan saya terima di surat perjanjian." Ucap Zhafirah.
"Gadis pintar. Satu, saya tidak suka diatur. Jangan banyak tanya. Jika nanti kita menikah, jangan banyak bertanya tentang urusan saya. Jangan pernah campuri urusan saya. Kedua, tidak ada yang akan menganggu ibu mu. Dan kamu jika melanggar perjanjian. Aku akan meminta kembalikan uang ku menjadi 1 milyar." Ucap Arkha yang sudah menangkupkan jari-jari nya di depan wajahnya hingga berbentuk segitiga.
Zhafirah mengangkat wajahnya ia menatap Arkha dan ia mengangguk pelan.
Zhafirah menandatangani surat yang telah di print out oleh Romi. Ia menggunakan ibu jarinya untuk membubuhkan cap jempol di kertas itu. Ada 15 point' yang di tulis di surat itu. Dimana 15 point' itu hal-hal yang tak boleh dilanggar oleh Zhafirah. Ia setidaknya merasa senang karena ada point' bahwa jika perceraian terjadi, maka dirinya akan mendapatkan harta Gono gini sesuai keputusan pengadilan.
Hal itu sengaja dibuat oleh Arkha, karena baginya itu point' untuk membuat Zhafirah pergi meninggalkan dirinya sehingga ia bisa membuktikan pada Mamanya bahwa ia sudah berusaha mewujudkan impian Bu Indira. Dan saat ibunya tidak ada di dunia lagi, Ia bisa meninggalkan Zhafirah tanpa harus memikirkan bahwa akan ada tuntutan lebih perihal harta Gono gini. Dan ia berpikir tawaran menggiurkan bagi Zhafirah jika ia meminta cerai dihadapan ibunya. Zhafirah bisa mendapatkan imbalan uang yang begitu besar. Karena Arkha berpikir, mana ada perempuan yang tak tergiur uang dalam jumlah fantastis.
Zhafirah justru memandang hal itu sebagai keadilan dari Arkha terhadap dirinya sebagai istri. Arkha tidak tahu jika Zhafirah tida seperti kebanyakan perempuan yang hanya fokus pada uang dan materi.
"Setidaknya, Ibu aman. Aku juga tak terlibat hubungan zina yang membuat diriku berdosa. Biarlah sampai mana aku mampu bertahan dengan takdir ku sebagai istri sebatas Status. Toh pernikahan kami sah secara agama dan negara." Batin Zhafirah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yani
Seru
2024-04-26
0
Hera Puspita Sari
menarik 🤗🤗
2024-01-23
1
Benita Lestiyorini
Semoga nasib baik mengiringi hidupmu Zhafira.
2024-01-22
0