BAB 5

Selamat Membaca!!!

Bintang dan Angkasa mengikuti langkah kaki Pak Abdi untuk mengikutinya ke ruang arsip. Kepala sekolah itu menyetujui saat Bintang dan Angkasa meminta data mengenai siswi yang tadi sempat berbicara dengan Kintani sebelum menuju rooftop.

"Saya akan cari terlebih dahulu," Ucap Pak Abdi setelah mereka memasuki ruangan arsip itu.

Bintang dan Angkasa mengangguk. "Kami sangat butuh kerjasama Bapak," jawab Bintang sopan.

Pak Abdi mengangguk. "Kintani adalah siswa yang baik. Saya juga tidak percaya jika dia meninggal karena bunuh diri," ucap Pak Abdi dan melanjutkan kegiatannya mencari data siswi yang diminta oleh Bintang dan Angkasa.

"Boleh saya lihat lagi fotonya?" tanya Pak Abdi memastikan. Dia juga tidak begitu ingat semua siswa yang pernah sekolah di SMA Nusantara ini. Apalagi siswi yang mereka cari sudah lulus empat tahun yang lalu.

"Ini Pak," jawab Angkasa memberikan ponselnya.

Entah kelas berapa siswi itu Pak Abdi mencari disetiap lembar data siswi yang sudah lulus dibantu Bintang dan Angkasa.

Setelah beberapa menit, mata Pak Abdi menyipit melihat foto seorang siswi yang agak buram. Berulang kali kepalanya menoleh ke ponsel Angkasa dan ke buku untuk memastikan penglihatannya.

"Coba kalian lihat ini," ucap Pak Abdi memanggil Bintang dan Angkasa.

Dengan segera Binganh dan Angkasa berjalan mendekati Pak Abdi.

"Bukankah ini siswinya?" tanya Pak Abdi memastikan.

Bintang menatap lama foto yang ada di buku dan juga ponsel Angkasa. "Ini sedikit buram," ucap Angkasa yang dianggukki Bintang.

Bintang melihat data siswi tersebut. Dia mendapatkan alamat rumah yang mungkin kini akan menjadi tempat penyelidikan mereka selanjutnya.

"Terimakasih banyak bantuannya, Pak," ucap Bintang sopan.

Pak Abdi mengangguk. "Hanya ini yang bisa saya bantu. Saya harap kasus ini cepat selesai dan kalian bisa menerima apapun hasil keputusan sidang nanti," ucap Pak Abdi menyemangati.

Bintang dan Angkasa mengangguk. "Kalau begitu kami permisi, Pak," ucap Angkasa sopan berosmitan pada Pak Abdi.

.....

"Gak mau makan dulu, Bin?" tanya Angkasa menoleh pada Bintang yang duduk di kursi kemudi.

"Kau lapar?" tanya Bintang yang dibalas senyuman polos dang anggukkan oleh Angkasa.

"Baiklah. Kita makan dulu kalau begitu," ucap Bintang dan langsung membelokkan mobilnya menuju sebuah rumah makan yang sudah menjadi tempat biasanya untuk makan bersama teman-teman polisi yang lain.

.....

Setelah satu jam di rumah makan, Bintang dan Angkasa melajukan mobilnya ke alamat yang tadi mereka dapat.

"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Bintang menatap sebuah rumah yang cukup besar yang kini ada di hadapan mereka.

Angkasa mengangguk. "Benar ini alamat nya," jawab Angkasa yakin.

"Ayo turun," ajak Bintang.

Kedua lelaki tampan itu turun dari mobil. Mereka berjalan menuju pagar rumah. "Gak di kunci," ucap Bintang menatap Angkasa.

Angkasa dan Bintang saling mengangguk. Mereka segera membuka pagar dan memasuki pekarangan rumah.

Tangan Bintang bergerak memencet bel yang ada di sebelah kanan pintu. Setelah menekan berkali-kali, barulah pintu terbuka dari dalam. Nampak lah seorang wanita paruh baya yang dapat mereka telisik adalah seorang asisten rumah tangga.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" ucap wanita paruh baya itu sopan menatap Bintang dan Angkasa.

"Apa benar ini alamatnya Siska Andriani, bu?" tanya Bintang bersuara.

Wanita paruh baya itu langsung menggeleng. "Tidak, Pak," jawabnya reflek.

Bintang dan Angkasa saling pandang. Wanita paruh baya itu memang menjawab dengan nada yakin, tapi Bintang dan Angkasa bukanlah orang bodoh. Mereka seorang polisi yang biasa mengintrogasi pelaku kejahatan, jadi mereka paham akan gerak-gerik setiap lawan bicara.

"Apa anda yakin, buk?" tanya Bintang menatap penuh intimidasi.

Wanita paruh baya itu mengangguk dengan mata yang bergerak gelisah.

"Anda salah memilih tempat untuk berbohong, buk," ucap Angkasa mengeluarkan tanda pengenal mereka sebagai seorang polisi.

Wanita paruh baya itu menatap terkejut pada dua lekaki di depannya ini. Matanya menatap takut pada Bintang dan Angkasa. "Jangan lakukan apapun pada Nona, Pak," ucap wanita laruh baya itu tiba-tiba dengan kedua tangan memohon pada Angkasa dan Bintang.

"Bisa kami masuk terlebih dahulu, buk?" tanya Angkasa sopan.

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Silahkan," ucapnya sembari membuka lebar pintu mempersilahkan Angkasa dan Bintang memasuki rumah.

"Jadi nama ibuk ini siapa?" tanya Bintang setelah mereka duduk di ruang tamu.

"Saya Ismi. Pembantu di rumah ini, Pak," jawab wanita paruh baya bernama Ismi.

"Jadi ini benar rumahnya Siska Indriani kan, buk?" tanya Bintang kembali memastikan.

Buk Ismi yang tadinya menunduk kini mengangkat kepala menatap penuh permohonan pada Bintang dan Angkasa. "Benar, Pak. Tapi Nona kami tidak bisa ditemui," ucap Bi Ismi jujur.

"Kenapa?" tanya Bintang dengan alis berkerut bingung.

Bi Ismi menghela nafas pelan. "Nona muda menderita gangguan mental, Pak."

.....

Sedangkan di tempat lain, Arumi telah menyelesaikan pekerjaanya. Wanita itu nampak mencuci dan mengelap tangannya. "Arumi," panggil Tyas yang membuat Arumi menoleh.

"Iya Nek," jawab Arumi sopan.

"Setelah ini kamu akan kemana, Nak?" tanya Tyas lembut.

"Tidak kemana-mana, Nek. Arumi akan pulang setelah ini," jawab Arumi jujur.

"Bisa ikut nenek ke rumah, Nak. Ada hal yang ini Nenek dan Kakek bicarakan padamu," ucap Tyas memberitahu maksudnya pada Arumi.

"Mengenai apa, Nek?" tanya Arumi heran. Jika tentang pekerjaan, rasanya tidak mungkin karena dia merasa tidak membuat kesalahan apapun. Apa mungkin karena,,,,? Ah tidak! Tidak ada yang tahu mengenai hubungan mereka, jadi tidak mungkin Nek Tyas membicarakan mengenai itu.

"Nanti datang saja ke rumah ya, Nak. Nenek menunggumu," ucap Tyas tersenyum dan berlalu pergi dari hadapan Arumi.

"Kenapa, ya? Kayaknya penting banget, " gumam Arumi heran. Tidak mau larut dalam penasarannya, Arumi segera mengambil tasnya dan menyusul Tyas ke rumah wanita itu.

Arumi mengetuk pintu rumah Tyas.

"Masuk, Nak."

Kaki arumi melangkah masuk begitu mendengar suara Tyas. Di ruang tamu dia langsung bertemu dengan Kakek Hutama yang merupakan suami dari Tyas. Dan pastinya dia juga kakek dari Bintang. Arumi tidak heran kenapa Bintang memiliki wajah yang begitu tampan. Pak Hutama dan Nek Tyas benar-benar mewarisi keunggulan dari segi fisik. Tidak ada celah sama sekali untuk mencaci fisik keluarga Nagara.

"Duduklah, Nak," ucap Hutama lembut.

Arumi tersenyum dan mengangguk. "Iya, Kek," jawab Arumi sopan dan duduk dengan canggung di sofa yang berhadapan dengan Hutama.

"Diminum dulu, Nak," ucap Tyas yang baru datang dari dapur dengan nampak berisi minuman jeruk.

"Terimaksih, Nek," ucap Arumi santun yang di balas anggukkan kepala oleh Tyas.

"Apa kabarmu, Nak?" tanya Hutama yang memang sangat jarang bertemu dengan Arumi. Karena lelaki tua itu sangat jarang mengunjungi usaha cathering istrinya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan memancing.

"Baik, Kek," jawab Arumi seadanya. Jujur saja, kegugupan benar-benar memenuhi tubuh Arumi. Entah kenapa perasaanya tak enak hingga membuat hatinya sedikit tidak tenang.

Hutama nampak menghela nafas. Sedangkan Tyas yang mengambil duduk disebelah Arumi tersenyum. "Kamu gadis yang baik, Nak," ucap Tyas yang membuat Arumi menatap wanita berusia senja itu.

"Putuskan hubunganmu dengan cucu saya, Arumi."

...****************...

Jangan lupa like, favorit dan juga komentarnya ya. Terimakasih semuaa!!!

Terpopuler

Comments

Masiah Cia

Masiah Cia

kasian Arumi

2023-08-07

0

yanti purwanti

yanti purwanti

pindah k sini ya kak,,,pantesan yg d aplikasi sblh ga ada😁

2023-01-12

2

Laila Nabilah

Laila Nabilah

kasihan arumi🥲smngt arumi....

2023-01-12

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!