Chapter 4 : Jawaban diluar dugaan
Suasana hatiku semakin memburuk saat Jeon Sul Yeon, teman angkatan kuliahku mengirimkan undangan pernikahan via email. Dia akan menikah di daerah Gangseo, tak jauh dari kantorku.
Aku menghubungi teman kuliahku yang mendapat undangan, dan kami berjanji akan bertemu di sana, ada sesi foto angkatan sebelum resepsinya dimulai.
Aku mengenakan gaun warna cream sederhana dengan stiletto hitam. Anting pemberian Jae Yoon menempel cantik di telingaku.
Dengan penuh percaya diri aku datang ke pesta itu bertemu teman-temanku.
“Wah Sul Yeon tampak seperti malaikat di hari pernikahannya,” ujar salah satu tamu undangan yang duduk tepat di depanku.
“Ku dengar suaminya mengelola bisnis keluarga,” ujar yang lainnya.
“Lihat! gaunnya dipesan khusus untuk acara ini. Pasti harganya mahal,” komentar yang lain lagi.
“Orang-orang ini sangat ribut. Tidak bisakah mereka diam dan menikmati acaranya?,” batinku jengkel.
(Beberapa saat kemudian)
Acara yang dinati-nati kaum jomblo tiba. Acara melempar bunga. Konon katanya yang menangkap bunga akan segera menyusul ke jenjang pernikahan.
Mitos itu tidak ada dalam tradisi Korea, tapi aku memutuskan berdiri di antara lautan wanita yang bersemangat menunggu Sul Yeon melempar bunga.
“Hana, dul, set..,” teriak semua yang hadir.
Bunga dilempar dan jatuh tepat mengenai jidatku.
“Selamat Bit Na-ya, akhirnya kau akan jadi yang selanjutnya menyusul,” ujar Sul Yon bersemangat.
“Ayo selfie," ajaknya.
Sul Yeon meminta izin menautkan postingannya ke akunku. The Next One tulisnya di caption selfie yang diambilnya, saat aku tunduk melihat bunga.
Orang pertama yang memberikan like ke postingan itu adalah Jae Yoon.
Persaanku berbunga-bunga. Setidaknya ada harapan, kebetulan hari ini dia bersedia menjemputku setelah pulang kantor.
“Kau sudah menunggu lama?,” tanya Jae Yoon saat aku masuk ke mobilnya.
“Lumayan," jawabku memasukan buket bunga milik Sul Yeon ke mobilnya. Aku memandang bunga itu sejenak, lalu menaruhnya di jok belakang.
“Sul Yeon sangat cantik di hari pernikahannya,” ujarku.
“Ya, aku lihat fotonya. Aku sudah bilang padanya tidak bisa hadir karena lembur di kantor,” ujar Jae Yoon.
“Ayo kita menikah,” ujarku tanpa memberi jeda.
Jae Yoon menjalankan mobilnya pelan. Dia nampak terkejut dengan ajakanku yang tiba-tiba.
Sedangkan aku berusaha mati-matian menahan deru nafas dan detak jantung, yang terasa memukul-mukul dinding dadaku.
“Kita akan bicarakan itu nanti,” ujar Jae Yoon pelan.
Aku tergagap, berusaha melanjutkan kalimatku namun tak ada suara yang keluar.
Rasa tercekat di tenggorokanku begitu menyakitkan. Jae Yoon baru saja mengatakan penolakan.
Sepanjang jalan Jae Yoon berusaha mencairkan suasana dengan menceritakan suasana kantornya yang sedang sibuk.
Bit Na tak fokus pada cerita Jae Yeon, kepalanya terasa penuh.
“Bit Na, Ok Bit Na,” suara Jae Yoon memanggilku.
“Hah?,” tanyaku menatap wajah Jae Yoon.
“Kau baik-baik saja,” tanyanya lembut.
Tidak, aku tak baik-baik saja raung suara di kepalaku.
“Ne,” jawabku.
Wajah Jae Yoon tampak biasa, tak sedih atau khawatir. Terlalu biasa untuk ukuran orang yang diajak menikah.
“Aku ngantuk, sampai jumpa besok,” ujarku menolak ciuman perpisahan.
Aku melempar clutch ku ke sembarang arah. Aku butuh teman-temanku saat ini.
Ku hubungi Seola dan Bo Ra mengajak mereka menginap, sayangnya mereka menolak. Kemungkinan hujan badai ada dalam perkiraan cuaca, meskipun besok libur keduanya tak ingin ambil resiko.
“Ada apa,” tanya Jung Bo Ra saat telepon kami tersambung, suaranya terdengar tertahan. Tampaknya Bo Ra sedang mengunyah sesuatu.
Aku lagi-lagi harus membeberkan cerita menyedihkan pada mereka berdua.
“Kau akan menyerah begitu saja?,” tanya Seola yang bergabung ke sambungan telepon tersebut.
“Tidak, hubungan kami sudah berjalan selama empat tahun. Selama itu aku hanya melihat Jae Yoon di masa depanku,” ujarku yakin.
“Hubungi Jae Yoon sekarang,” ujar Bo Ra.
“Baiklah aku akan hubungi Jae Yoon,” aku menutup sambungan telepon kami.
Dengan penuh keberanian, aku berusaha menurunkan emosi dan egoku. Aku akan langsung meminta maaf setelah Jae Yoon mengangkat teleponku, batinku menarik nafas berulang-kali.
“Nomor yang anda tuju tidak terdaftar, silahkan periksa kembali nomor tujuan anda”
“Apa?,” ujarku panik lalu menekan nomornya berulang kali. Jawaban yang ku terima tetap sama.
Sekarang baru pukul sepuluh malam, aku segera memeriksa semua sosial medianya.
Profil Line-nya berubah menjadi kosong, padahal foto profilnya adalah foto selfie kami di pantai, Kakaotalk pun sama. Akun SNS nya juga menghilang.
Sejak hari itu Choi Jae Yoon tak pernah muncul.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments