...Chapter 3 : Tidak Ada Lamaran...
Pagi itu suasana di kantor sangat dingin. Bit Na tak memulai percakapan, rekan-rekan kerjanya saling melempar tanya ada apa dengan manajer pemasaran Nona Ok yang terkenal pandai bergaul.
Bunyi keyboard komputer yang berisik dari ruang kerja Bit Na, membuat semua mata di kubikel tertuju ke ruang kerjanya yang hanya dibatasi kaca.
“Apa kita membuat kesalahan?,” tanya Kim Sang Min staf termuda di divisi itu.
“Unnie, kau tau apa yang terjadi?,” tanya Han Yuri pada Jung Bo Ra.
“Tentu saja,” jawab Bo Ra memandang mereka satu persatu.
“Tentu saja, kenapa kalian peduli!,” teriak Bo Ra, suaranya meninggi.
“Ya Jung Bo Ra, kecilkan suaramu!,” teriak Shin Mirae
“Ne, Sunbae,” ujar Bo Ra melakukan bow (gesture membungkuk korea).
Saat makan siang tiba. Bo Ra dan Seola mengajak Bit Na makan di kantin yang terletak di rooftop kantor itu alasannya karena rooftop itu berada di lantai 20. Meskipun makanannya biasa saja tempat itu lumayan nyaman karena tak banyak orang di sana.
“Kau berhutang pada kami, cepat ceritakan,” ujar Jung Bo Ra sambil melahap menu vegetarian yang ada di kantin itu.
“Perlihatkan cincinmu,” ujar Bo Ra lagi.
Bit Na menatap malas ke arah Jung Bo Ra, dia satu-satunya yang gencar menyebut pertunangan.
“Bertunangan apanya, melamar saja tidak,” ujarku menyedot es kopi yang ku pesan.
“Hah!?,” teriak keduanya.
“Haiss kecilkan suara kalian,” ujarku melihat keadaan sekitar dan tersenyum canggung dengan beberapa karyawan yang sedang makan di situ.
Aku menceritakan detail kejadian malam itu, dan mereka berdua mendengarkan tanpa memotong pembicaraanku.
“Lihat foto ini,” aku menunjukan foto Jennie yang kulihat di depan toko Channel bulan lalu.
“Apa yang kalian pikirkan saat pertama melihat foto itu?,” tanyaku, mereka berdua meneliti foto yang kutunjukan.
“Cincin!,” ujar mereka serempak menunjuk pada cincin di jari manis Jennie.
“Wah padahal ukuran anting itu jauh lebih kecil dari cincin, bagaimana mungkin Jae Yoon memilih anting,” ujar Seola tak percaya.
“Mungkin dia mengira kau melihat anting,” ujar Bo Ra, mengingat mata Bit Na cukup lebar, jangkauan pandangannya mungkin mengarah ke telinga.
Seola menginjak kaki Bo Ra saat melihat perubahan wajahku.
Mungkin yang dikatakan Bo Ra ada benarnya.
“Jalan satu-satunya kalian harus membahas pernikahan. Apapun pendapat Jae Yoon kau harus terima karena itu adalah resiko,” ujar Bo Ra.
“Aku setuju. Komunikasi dalam hubungan penting, kalian tidak bisa saling menerka jangan sampai hubungan kalian putus karena salah paham,” ujar Seola mengingatkan.
Aku mengangguk, dia tidak ingin larut dalam pikirannya. Secepatnya dia akan membicarakan masalah ini dengan Jae Yoon.
“Waktu makan siang sudah hampir habis, biar aku yang traktir,” ujarku menuju kasir.
“Cepat berikan,” Seola menyodorkan tangannya meminta 50 ribu won pada Bo Ra yang tampaknya tak rela.
“Aku akan mencicilnya ke rekeningmu,” bisik Bo Ra setelah melihat isi dompetnya tak menyentuh angka 50 ribu won.
“Tsk, jangan lari aku! akan menagihnya ke ibumu kalau kau berbohong,” ujar Seola cepat.
“Sssttt,” ujar Bo Ra meminta Seola agar tidak berisik.
“Kau yang mengajak taruhan, sekarang kau ingin lari begitu saja?,” tanya Seola.
“Taruhan?,” tanyaku tak percaya.
Mereka menoleh ke arahku yang berdiri tepat di belakang tempat duduk.
“Kalian benar-benar iblis,” makiku memaksa mereka mengembalikan uang traktiranku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments