PUSKESMAS

Nizwar yang duduk di samping Nur Rahman pun menegur temannya itu atas kelakuannya yang aneh sejak tadi.

“Kamu kenapa, Nur?”

“Aku nggak apa-apa, War.”

“Nggak apa-pa gimana? Kelakuanmu itu aneh sejak tadi. Apa kamu sedang memikirkan Rendi?”

“Ya,” jawab Nur Rahman pendek sambil menghela napas panjang.

“Kami semua juga memikirkan Rendi, tapi kami masih optimis bahwa korban kecelakaan itu bukan dia,” jawab Nizwar.

“Bagaimana kalau itu emang Rendi?” sahut Nur Rahman sambil mendekatkan wajahnya kepada Nizwar. Ada emosi yang berusaha untuk diutarakan oleh pemuda itu.

“Jangan sekali-kali kamu ngomong kayak gitu!” balas Nizwar sambil menarik kerah baju Nur Rahman.

Mata Nizwar menjadi sembap seketika.

“Bunuh aku, Nizwar! Bunuh!” sahut Nur Rahman dengan air mata yang semakintak terbendung.

“Hentikan! Sebaiknya kita berdoa untuk teman kita itu. Bukan malah bertingkah layaknya anak kecil!” teriak Karmin sambil menoleh ke arah mereka berdua.

Nizwar langsung menarik tangannya dari kerah Nur Rahman. Nampaknya ucapan Karmin cukup didengar oleh mereka berdua. Selanjutnya mereka pun tak saling berbicara sampai bermenit-menit. Pak Ibnu yang sedang menyetir pun tidak merespons apa yang sedang diperbuat oleh ketiga anak buahnya. Hati pria itu saat itu juga sedang tidak karuan karena memikirkan salah satu anak buah sekaligus sahabat terbaiknya.

Sepanjang perjalanan mereka terus berdoa agar ada kabar terbaik dari Rendi yang sejak pagi tadi sudah tidak bisa dihubungi. Pak Ibnu terkenang dengan pertama kali bertemu dengan Rendi.

“Mas, orang yang jual bensin eceran apa masih jauh dari sini?” tanya Pak Ibnu pada Rendi yang sedang nongkrong bersama teman-temannya di pinggir jalan.

“Waduh, kalau jam segini kayaknya sudah tutup semua, Mas. Apa Mas bersedia kalau saya dorong dari belakang?” jawab Rendi.

“Apa tidak merepotkan, Mas? Biar saya dorong sampai di rumah saja,” jawab Pak Ibnu.

“Enggak kok, Mas. Daripada Mas jauh-jauh mendorong,” jawab Rendi sambil naik ke atas jok motornya sendiri.

“Makasih banyak, Mas” sahut Pak Ibnu sambil naik ke motornya.

Demikianlah Rendi yang saat itu masih baru lulus SMA dan hobi nongkrong sampai malam hari bersama teman-temannya pun mendorong motor Pak Ibnu yang saat itu masih berstatus mahasiswa di sebuah universitas ternama di kota tersebut.

Saat itu Pak Ibnu sebenarnya agak khawatir dengan keselamatan dirinya karena ia tidak seratus persen percaya ada remaja yang mau menolongnya padahal tidak kenal. Tapi, nyatanya Rendi memang benar-benar tulus membantunya. Bahkan, ketika ia sudah sampaidi rumahnya dan mau memberikan imbalan untuk Rendi, pemuda tersebut menolaknya dan langsung putar balik ke tempat tongkrongannya itu. Makanya, ketika Pak ibnu sudah memiliki usaha percetakan kecil-kecilan dan ia membutuhkan tenaga kerja, ia ingat dengan remaja yang pernah menolongnya dulu. Dan ajaibnya, setelah ia berkeliling kota di malam hari untuk mencari remaja yang pernah menolongnya itu, Pak Ibnu berhasil menemukan Rendi kembali. Pada saat itu ternyata Rendi sudah duduk di bangku kuliah dan hobi nongkrongnya di malam hari masih tetap ia kerjakan. Pak Ibnu langsung mengajak Rendi untuk bergabung di percetakan kecil miliknya, dan tentu saja Rendi menerimanya karena ia memang sedang mencari pekerjaan part time di sela-sela waktu kuliahnya untuk membantu meringankan beban ibunya yang berstatus single parent.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua jam, akhirnya mereka pun sampai di sebuah Puskesmas yang ditulis di berita tentang kecelakaan itu. Pak Ibnu langsung memarkir kendaraannya di tempat parkir yang sudah disediakan. Laki-Laki dengan sarung diselempangkan di lehernya langsung sigap membantu Pak Ibnu untuk memarkirkan mobilnya. Kondisi Puskesmas saat itu agak sepi. Tapi, ada beberapa petugas kepolisian yang sedang berjaga di depan Puskesmas.

“Selamat malam, Pak. Kami mau bertanya, apakah jenazah korban kecelakaan yang ditemukan polisi di kaki gunung masih ada di Puskesmas ini?” sapa Pak Ibnu pada polisi yang sedang berdiri di sana.

“Selamat mama. Ia benar jenazah korban masih di sini. Sebentar lagi akan kami bawa ke rumah sakit. Ada apa ya?” tanya polisi balik.

“Bolehkah kami ingin melihat korban kecelakaan itu? Kebetulan pakaian korban tersebut sangat mirip dengan teman kerja kami,” jawab Pak Ibnu.

“Oh ya … Monggo saya temani ke dalam!” sambut polisi tersebut dengan antusias.

“Terima kasih,” sahut Pak Ibnu.

Mereka pun mengikuti polisi tersebut masuk ke ruangan IGD. Setelah mengisi data-data pribadi  di depan ruang IGD, mereka berempat dipersilakan masuk ke dalam ruangan tersebut. Jantung keempat orang itu berdegup keras saat melihat sesosok jenazah yang terbujur kaku di atas brankar. Keempat orang itu pun berdiri di sisi kiri dan kanan jenazah yang belum diketahui identitasnya itu.

“Silakan dibuka bagian penutup kepalanya!” perintah polisi tersebut pada Pak Ibnu.

“Iya, Pak!” sahut Pak Ibnu dengan wajah sedih.

Kenangan bersama Rendi tiba-tiba menghinggapi pikiran mereka berempat dan hal itu membuat hati keempat orang itu menjadi semakin sedih. Tangan Pak Ibnu pun gemetaran ketika secara perlahan ia menyingkap kain putih penutup bagian kepala jenazah yang terbujur kaku itu.

Nur Rahman yang saat itu sedang berdiri di bagian samping kaki jenazah tiba-tiba berdiri bulu kuduknya. Bersamaan dengan hal itu, pemuda tersebut melihat arwah Rendi tiba-tiba berdiri di antara posisi berdiri Pak Ibnu dan Karmin. Bersamaan dengan disingkapnya kain penutup di bagian kepala jenazah itu, Nur Rahman memperhatikan bahwa arwah Rendi juga melihat ke arah bagian wajah jenazah itu dan sedetik kemudian ketenangan ruangan tersebut tiba-tiba menjadi ramai oleh teriakan histeris Pak Ibnu dan ketiga anak buahnya.

“Rendiiiiiiiii!!!!”

Petugas polisi yang lain sampai harus turun tangan untuk menenangkan keempat pemuda yang histeris itu. Mereka berempat benar-benar tidak percaya bahwa korban kecelakaan yang beritanya berseliweran di media sosial itu ternyata adalah teman mereka sendiri. Nur Rahman yang sebenarnya sudah tahu duluan pun tak kalah histerisnya menghadapi kenyataan pahit tersebut. Cukup lama bagi para polisi itu untuk menenangkan perasaan keempat pemuda yang sangat akrab dengan Rendi itu.

“Siapa yang akan mengabarkan berita ini kepada ibunya Rendi?” tanya Pak Ibnu beberapa menit kemudian setelah kondisinya cukup stabil.

Tidak ada dari ketiga anak buahnya yang menyahut. Mereka tahu bahwa Rendi adalah anak tertua yang sangat dibutuhkan oleh ibu dan juga kedua adiknya yang masih kecil. Mereka tidak sampai hati menyampaikan berita tersebut pada mereka.

“Siapa yang akan membantu memandikan jenazahnya?” tanya seorang petugas Puskesmas.

Keempat orang itu langsung menoleh kepada laki-laki berpakaian serba putih itu.

“Saya, Pak!” sahut ketiga orang itu secara bersamaan kecuali Nur Rahman.

“Ayo, ikut saya!” ajak pria itu sambil berjalan dengan tegap ke arah bagian belakang gedung Puskesmas.

Nur Rahman memandang dengan penuh curiga kepada pria itu karena ia melihat arwah anak kecil yang ia temui di depan Intermart itu saat ini sedang naik ke punggung pria itu.

BERSAMBUNG

Kira-Kira ada yang tahu, nggak, siapa arwah anak kecil itu?

Terpopuler

Comments

Minartie

Minartie

anak siapa itu?

2025-02-17

0

nath_e

nath_e

eeh kok serem😱

2023-02-11

1

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Kasian beneran rendi yg meninggal...

2023-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!