ANAK KECIL

Dini hari itu juga, Pak Ibnu menjemput Nur Rahman di rumahnya untuk memastikan apakah korban kecelakaan di kaki gunung itu adalah Rendi atau bukan. Sewaktu Nur Rahman masuk ke dalam mobil yang disopiri sendiri oleh Pak Ibnu, kedua temannya, Nizwar dan Karmin sudah berada di dalam mobil itu duluan. Rumah mereka berdua memang lebih dekat dengan rumah Pak Ibnu.

“Kamu cari informasinya lagi, Nizwar! Siapa tahu sudah ada perkembangan terbaru seputar korban kecelakaan tadi,” ujar Pak Ibnu memulai pembicaraan sambil tetap berkonsentrasi pada arah kemudi.

“Belum ada, Pak! Wajah korbannya tetap diblur seperti tadi. Korban juga dikabarkan tidak membawa kartu identitas atau pengenal lainnya,” jawab Nizwar sambil membaca beritanya di sosial media.

“Kalau begitu, dini hari ini juga kita harus ke Puskesmas yang terdekat dengan kaki gunung itu untuk memastikan apakah itu mayat Rendi atau bukan!” sahut Pak Ibnu.

“Iya, Pak! Tapi, untuk sampai ke sana kita butuh sekitar dua jaman. Apa Pak Ibnu kuat menyetir selama itu?” tanya Karmin.

“Nanti saya gantian sama Nur Rahman. Kamu mau kan, Nur?” tanya Pak Ibnu.

“Maaf, Pak. Untuk sekarang saya nggak bisa,” sahut Nur Rahman pendek dengan tatapan wajah sedih.

Pak Ibnu sedikit kaget mendengar penolakan dari Nur Rahman. Nizwar sampai memberi kode dengan menginjak kaki Nur Rahman atas kekurangsopanannya itu. Tapi, Nur Rahman tetap kekeuh dengan jawabannya.

“Kayaknya Nur Rahman masih belum bisa fokus untuk menyetir, Pak. Dia kan baru saja sembuh. Belum lagi seharian ini dia juga kerja lembur,” sela Nizwar kemudian karena ia ingin menyelamatkan Nur Rahman dari kemarahan atasannya itu.

“Iya … Iya … saya paham itu. Kalau begitu kita mampir ke Intermart dulu untuk membeli minuman energi dan snack supaya kita semua bisa melek,” jawab Pak Ibnu dengan sedikit kecewa.

“Iya, Pak,” sahut Nizwar dan Karmin.

Begitu sampai di Intermart, ketiga orang itu buru-buru turun dari dalam mobil untuk membeli kebutuhan mereka masing-masing. Nur Rahman turun paling belakangan karena ia masih tidak tega meninggalkan arwah Rendi duduk sendirian di jok paling belakang. Arwah Rendi nampak sedang menangis sesegukan di dalam mobil. Hanya Nur Rahman yang dapat melihat arwah sahabatnya itu.

“Baru turun kamu, Nur? Kita semua sudah mau balik ke mobil,” tegur Pak Ibnu pada Nur Rahman.

“Iya. Maaf, Pak,” jawab Nur Rahman sedikit terbata-bata.

“Buruan, ya! Nanti keburu terlambat kita sampai di sana,” jawab Pak Ibnu dengan ekspresi kurang enak.

Nur Rahman memaklumi kenapa Pak Ibnu bersikap seperti itu karena sebenarnya atasannya itu juga sedang tidak fit. Tapi, ia harus menyetir sendirian ke tempat yang agak jauh.

“Ayo balik, Nur?” bisik Nizwar pada Nur Rahman.

“Aku mau beli roti sama minuman kopi. Aku belum sempat makan malam, Nizwar,” jawab Nur Rahman.

“Sudah. Aku sudah belikan untuk kamu. Ayo, buruan kita balik ke mobil sebelum Pak Ibnu semakin tidak enak hatinya,” jawab Nizwar kembali.

Nur Rahman pun mengikuti saran Nizwar untuk kembali ke mobil. Namun, saat ia akan berjalan balik menuju ke mobil tiba-tiba ada sebuah tangan mungil yang berusaha menarik tangan kanan pemuda itu. Karena penasaran, Nur Rahman pun menoleh ke arah kanan dan ia terkejut karena melihat seorang anak kecil sedang mengandeng tangannya.

“K-kamu siapa?” tanya Nur Rahman spontan.

“Kenapa, Nur?” tanya Karmin yang kebetulan berada paling dekat posisinya dengan Nur Rahman.

“Ada-“ Nur Rahman ingin menunjukkan keberadaan anak kecil kepada Karmin, tapi ketika ia menoleh kembali ke arah kanan, anak kecil yang baru saja ia lihat itu sudah tidak berada di sebelahnya lagi.

“Nggak apa-apa, Min,” jawab Nur Rahman pendek.

“Ayo, buruan masuk mobil!” ajak Karmin.

“Iya, Min,” sahut Nur Rahman.

Nur Rahman baru menyadari bahwa sosok anak kecil yang ia lihat barusan bukanlah manusia biasa. Wajahnya pucat dan sentuhan tangannya sangat dingin. Nur Rahman teringat dengan pesan seorang kyai yang pernah ia temui beberapa bulan yang lalu.

“Apa Mas Nur sudah yakin untuk menutup mata batin yang Mas Nur miliki sejak lahir ini?” tanya Kyai tersebut yang sudah sepuh sekali.

“Iya, Kyai. Saya sudah yakin,” jawab Nur Rahman.

“Kenapa Mas Nur ingin melakukan hal ini? Bukankah Mas Nur sudah banyak membantu banyak orang dengan kemampuan spesial yang tidak dimiliki oleh sembarang orang ini?” tanya Kyai itu lagi.

“Saya sudah capek, Kyai. Percuma saya memiliki kemampuan ini dan membantu banyak orang, kalau saya justeru tidak berhasil menyelamatkan seseorang yang saya sayangi,” jawab Nur Rahman dengan perasaan sedih.

“Maksud Mas Nur, kekasih Mas Nur, ya?” tanya   Kyai.

“Dari mana Kyai tahu?” Nur Rahman balik bertanya.

“Ibu Mas Nur yang cerita kepada saya. Saya turut prihatin atas kejadian itu, ya,” jawab Kyai lagi.

“Terima kasih, Kyai,” jawab Nur Rahman.

“Mas Nur … perlu kamu ketahui bahwa saya tidak bisa menutup mata batin Mas Nur sepenuhnya karena kemampuan yang Mas Nur miliki bukan hasil lelaku tertentu. Pada keadaan tertentu, Mas Nur masih bisa melihat arwah orang yang memiliki ikatan batin yang kuat dengan Mas Nur. Seperti keluarga, sahabat, dan kekasih. Mungkin sudah tidak seintens dulu, tapi sesekali Mas Nur masih bisa melihat mereka. Terutama kalau mereka meninggal dunia secara tidak wajar. Bahkan, kalau Mas Nur terlalu sedih dengan kematian mereka, arwah-arwah lain juga bisa Mas Nur lihat lagi. Dan satu lagi, Mas Nur jangan sampai makan makanan selamatan orang mati, ya?” ucap Kyai tersebut.

“Iya, Kyai. Saya paham,” jawab Nur Rahman sambil menganggukkan kepalanya.

Dan Kyai tersebut pun mulai melakukan ritual penutupan mata batin Nur Rahman. Sejak saat itu pemuda tersebut sudah tidak pernah berinteraksi lagi dengan arwah penasaran dan hidup layaknya manusia normal lainnya.

Setelah semua orang lengkap berada di dalam mobil, Pak Ibnu pun mulai lagi menjalankan mobilnya. Semua orang yang ada di dalam mobil tersebut pun mengkonsumsi makanan dan minuman mereka masing-masing yang ditraktir oleh Pak Ibnu. Nur Rahman pun bisa menikmati roti yang diberikan oleh Nizwar, tapi baru saja ia memakan setengahnya, bulu kuduknya kembali merinding. Ia sudah curiga arwah Rendi kembali muncul di jok paling belakang. Karena penasaran, ia pun menoleh ke belakang. Dan pemuda itu menjadi terkejut karena yang ia lihat di belakang saat ini tidak hanya arwah sahabatnya, Rendi yang sedang tertunduk sedih, tapi di sebelah arwah Rendi juga ada arwah anak kecil yang memegang tangannya barusan di depan Intermart.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Kenapa anak kecil itu ikut nur juga..

2023-02-03

2

rajes salam lubis

rajes salam lubis

lanjutkan

2023-01-29

1

rajes salam lubis

rajes salam lubis

keren euy

2023-01-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!