Bertemu

Nisa melepas helm bogo berwarna pink pastel miliknya setelah memarkirkan motornya. Perempuan dengan balutan dress berwarna putih biru yang dilapisi jaket berwarna putih itu beranjak mencari seseorang yang memintanya bertemu di taman ini.

Nisa mengedarkan pandangannya ke area taman untuk mencari sosok yang sedari tadi memenuhi kepalanya. Nisa sebenarnya belum siap bertemu tapi mau bagaimana lagi, mereka harus membicarakan itu.

Saat hendak meraih ponsel untuk menghubungi orang itu, matanya menatap sosok tinggi dan tegas sedang duduk di bangku taman paling pojok. Laki-laki dengan balutan jas biru itu sedang duduk sendirian sambil memainkan ponselnya. Nisa bisa melihat dengan jelas bibir laki-laki itu tersenyum meski sangat tipis. Jantung Nia berdetak tak karuan. Ayolah, dia sungguh menyukai laki-laki itu jadi tidak ada alasan jantungnya akan baik-baik saja jika berhadapan dengan laki-laki itu.

Dengan menghela nafas pelan, Nisa memberanikan diri melangkah mendekat. Dia tidak ingin mengulur waktu sebab orang-orang di rumah sakit pasti membutuhkannya.

"Hai kak," sapa Nisa setelah berdiri didepan Argi.

Argi mengangkat kepalanya dan menatap Nisa dengan datar. Percayalah, ekspresi itu belum pernah Nisa lihat. Dulu, meskipun Argi memang orangnya agak cuek tapi dia tidak pernah menatapnya seperti itu. Hal itu membuat Nisa bingung sendiri.

"Duduk," titahnya singkat membuat senyum Nisa pudar dan mengangguk pelan.

"Saya tidak menginginkan perjodohan itu," ucapnya tanpa basa basi setelah Nisa duduk disampingnya.

"Kakak bisa nolak. Nisa juga gak mau," ucap Nisa berusaha menahan gemuruh didadanya.

"Kalau gak mau, ayo sama-sama kita tolak. Biar orang tua kita tidak terus-terusan memaksa," lanjut Nisa tanpa menoleh pada Argi.

Laki-laki itu menoleh menatap Nisa dari samping. Entah apa yang dia pikirkan yang jelas dia tidak menyangka bahwa Nisa juga menolaknya.

"Kenapa menolak?" tanya Argi.

"Karena Nisa gak mau menikah dengan orang yang tidak mencintai Nisa meski Nisa menyukai orang itu." ingin rasanya Nisa berteriak seperti itu pada Argi tapi rentetan kalimat itu hanya mampu tertahan di tenggorokannya dan diganti dengan senyum tipis.

"Nisa menyukai orang lain," jawabnya kemudian.

"Sama," sahut Argi semakin membuat senyum miris Nisa mengembang tanpa disadari Argi.

"Ya udah tolak kak," ujar Nisa.

"Gak bisa," jawab Argi cepat.

Nisa menoleh menatap Argi dengan kening berkerut. Dia bingung kenapa Argi menjawab seperti itu.

"Saya tidak mau menyakiti hati mama saya karena menolak semua ini. Dia terlalu antusias menjadikan kamu menantunya..." jelas Argi.

"Jadi kita lanjutkan saja," lanjut Argi.

Nisa terbelalak kaget mendengar penuturan Argi, bagaimana bisa?. Nisa tahu betul Argi menyukai orang lain dan itu Kia, kakak sepupunya.

"Tapi..."

"Tapi ada syaratnya," potong Argi cepat.

Nisa terdiam menunggu Argi menyelesaikan ucapannya.

"Saya tidak mau menyakiti hati orang tua saya dengan menolak ini semua dan saya yakin kamu juga seperti itu. Jadi kita lanjutkan saja perjodohan ini dengan beberapa syarat," jelas Argi.

Nisa menghela nafas pelan berusaha meredam sesak yang tiba-tiba menghujamnya.

"Apa?" tanya Nisa berusaha biasa saja.

"Saya mau pernikahan kita tidak diumbar, cukup keluarga dekat saja yang tau, jangan pernah mencampuri urusan saya begitupun saya. Saya tidak akan mencampuri urusan mu, kita hidup dengan urusan kita masing-masing. Anggap saja pernikahan kita hanya formalitas. Jangan menuntut banyak dari saya dan saya juga tidak akan menuntut apa-apa pada kamu. Setelah menikah kita akan pindah dan hidup di rumah sendiri. Dan yang terpenting setelah satu tahun pernikahan, saya ingin mengakhiri semua ini. Saya rasa kamu sudah cukup paham dan kamu juga tau kenapa saya melakukan ini," jelas Argi panjang lebar tanpa menatap Nisa yang kini sudah mulai berkaca-kaca, hatinya bagai ditikam belati tajam saat mendengar setiap kata-kata Argi. Namun sebisa mungkin gadis itu menahan agar tidak menangis detik itu juga.

Bagaimana Argi bisa melakukan ini, bagaimana bisa dia menganggap pernikahan itu sebagai permainan. Dia tau dan paham betul Argi tidak menginginkan pernikahan ini, dia tau Argi menyukai orang lain tapi apa tidak ada cara lain. Ini tidak benar. Pernikahan diatas kertas, mungkin seperti itu maksud Argi. Yaahh, Nisa paham maksud Argi dengan mengajukan berbagai syarat tersebut.

"Tapi kak..."

"Hanya ini satu-satunya cara agar orang tua kita tidak sedih dan kecewa pada kita. Untuk alasan perceraian nanti biar saya yang memikirkannya," jelas Argi lagi-lagi memotong ucapan Nisa.

Nisa menstabilkan dirinya dengan menarik nafas panjang lalu mengangguk saja, berusaha menyakinkan diri untuk ikut dalam permainan Argi. Dia hanya berharap bisa kuat sampai satu tahun nanti. Perempuan itu lalu beranjak berdiri tanpa menoleh lagi pada Argi yang sudah memperhatikan gerak geriknya.

"Nisa pamit, ada panggilan mendadak dari rumah sakit," ucapnya langsung pergi meninggalkan Argi tanpa mendengar balasan laki-laki itu, lagipula untuk apa? Toh dia sudah mengangguki keinginan Argi tadi. Bersamaan dengan tubuhnya yang berbalik membelakangi Argi, air mata Nisa juga luruh tanpa diminta. Perempuan itu mengusapnya kasar lalu benar-benar beranjak dari sana.

Sedangkan Argi hanya menatap kepergian Nisa dengan tatapan datarnya. Hatinya sedikit tidak tega karena dia yakin Nisa juga menginginkan pernikahan seperti yang diimpikan semua orang tapi justru seperti ini yang dia dapat. Laki-laki itu berdiri sambil bergumam kecil dengan mata yang masih menatap punggung Nisa yang semakin terlihat kecil.

"Maaf Nisa,"

...-Batas-...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!