"Kamu nggak papa, Cal?" tanya Radit sambil memperhatikan kondisi Calya yang agak berantakan.
"Aku nggak papa, Mas, makasih ya, untung ada kamu," ucap Calya yang berusaha merapikan pakaian dan rambutnya.
Dia jadi teringat tentang masa Iima tahun lalu. Dimana setelah dia memutuskan untuk ikut ibunya, dia pun juga langsung memutuskan Radit karena tak ingin kembali ke sini lagi.
Sebenarnya Radit tidak mau, tapi Calya memaksa karena dia tahu keluarga Radit tidak akan membiarkannya meninggalkan kota ini.
'Aku harus memperbaiki masa laluku. Aku nggak akan memutuskan Mas Radit, nggak akan pernah,' batin Calya.
"Kamu ada masalah apa kok mereka semua mau nyulik kamu?" tanya Radit sambil memperhatikan sekitar. Barangkali masih ada mereka yang berusaha menculik Calya.
"Aku juga nggak tau, Mas." Calya menggelengkan kepalanya perlahan.
"Kamu ngapain di sini sendirian?"
"Tadi aku lagi sama Kak Lidya. Tapi dia lagi belanja di sana," ujar Calya menunjuk ruko penjual kebutuhan dapur.
"Lain kali kamu harus hati-hati, ya?" Radit mengusap wajah Calya dengan lembut. Bahkan Calya bisa merasakan tatapan penuh cinta yang dia dapatkan.
"Iya, Mas. Oh ya, kamu udah pulang kerja, Mas?"
"Udah, baru aja. Tadi maksudnya sih aku mau ke rumah kamu. Tapi karena aku melihat kamu di sini, aku mau memberikan kamu ini." Radit mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah yang berbentuk hati.
Semua orang juga tahu bahwa isi dari kotak tersebut pasti adalah cincin ataupun anting. Namun, dilihat dari gelagatnya, sepertinya Radit ingin memberikan cincin.
Dan benar saja, saat dibuka, ternyata isinya adalah sebuah cincin. Mata Calya berbinar-binar melihat cincin bermata indah itu.
Radit pun memegangi tangan Calya dan menatapnya serius.
"Calya, aku tahu bahwa ini terlalu cepat. Tapi, tolong terimalah cincin ini sebagai pengikat janji kita berdua. Kalau kamu sudah siap, katakan padaku dan aku akan melamarmu secara resmi di depan keluargamu."
Calya tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ternyata Radit ingin melamarnya. Rasanya dia menyesal ketika mengingat lima tahun yang lalu, saat Radit menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca saat ingin pergi dengan sang Ibu meninggalkan kota tersebut.
Dia masih ingat Radit yang berlari mengejarnya sebelum pergi. Pria itu seperti ingin mengambil sesuatu di dalam kantongnya, namun semua itu harus tertahan ketika Calya mengatakan bahwa dia ingin mereka putus.
"Hei, Cal, kenapa malah bengong?" tanya Radit yang langsung membuyarkan lamunan Calya.
"Maaf, Mas. Oh ya, apakah kamu tahu kalau aku ingin melanjutkan kuliah?"
"Aku tau, kok, Cal. Dan aku juga udah siap secara finansial untuk membiayai kamu sampai lulus."
Ucapan Radit seperti angin segar bagi Calya. Di saat sang ayah menentang kemauannya, ternyata ada Radit yang malah mendukung keinginannya untuk kuliah.
"Aku akan membicarakan ini sama papa dulu, Mas."
"Ya, Sayang, kalaupun kamu belum siap menikah, kita bisa tunangan dulu. Seandainya kita sudah memiliki ikatan."
"Ya, Mas, tentu saja aku mau. Selamanya kita akan tetap bersama." Calya tersenyum menatap pria yang paling dicintainya ini.
Radit adalah seorang pekerja kantoran di kota itu. Jika tahun ini dia beruntung, katanya dia akan mendapatkan promosi menjadi manajer.
"Eh, ada Radit," ucap Lidya yang baru saja datang menghampiri mereka. Calya pun memberikan kode pada Radit agar tidak menceritakan kejadian tadi pada Lidya.
"Hai, Lid, aku tadi lewat, jadi menghampiri Calya di sini."
"Oh, yuk mampir ke rumah," ajak Lidya dengan ramah.
"Lain kali aja, Lid, aku sedang ada urusan. Ya udah, aku pergi dulu, ya," ujar Radit sambil melambaikan tangan pada mereka.
"Duh, senangnya ketemu gebetan." Lidya menyikut lengan Calya yang semakin tersenyum malu.
"Udahlah, Kak, ayo kita pulang," ajak Calya sambil menggandeng tangan kakaknya dengan manja.
Mereka pun meninggalkan taman itu dan pulang menuju ke rumah. Sesampainya di rumah, Calya langsung mengatakan kepada sang ayah bahwa tadi Radit baru saja melamarmu. Dia bahkan menunjukkan cincin yang telah diberikan oleh pria itu.
"Kamu ini kan masih muda. Kamu juga nggak ngerti kerjaan rumah sama sekali. Apa kamu yakin mau nikah sama dia? Papa tahu sendiri loh gimana keluarga dia. Mereka itu nggak mementingkan perempuan yang berpendidikan. Mereka hanya mementingkan perempuan yang bisa mengurus rumah tangga." Chandra berusaha menasehati putrinya untuk berpikir dua kali sebelum memutuskan hal ini.
"Dan, bukannya Kamu mau lanjut kuliah?" sambungnya hingga membuat Calya terkejut.
"Apa, Pa?" tanyanya tak percaya.
"Kamu kan mau kuliah. Gimana nasib kuliah kamu kalau kamu menikah muda? Belum lagi kalau punya anak, pasti repot, Cal."
"Tunggu! Jadi Papa setuju kalau aku kuliah?"
"Ya setujulah, kamu kan cerdas, ngapain juga Papa ngalangin kamu. Seenggaknya kalau kamu itu nggak tahu kerjaan rumah, kamu jadi wanita karir biar nggak dianggap remeh sama orang lain."
Calya seakan tak percaya mendengar motivasi yang baru saja diberikan oleh ayahnya.
"Makasih, ya, Pa. Aku senang banget karena Papa setuju kalau aku kuliah. Maafin aku ya, Pa, karena selama ini sering banget buat Papa marah. Aku sayang banget sama Papa." Calya memeluk papanya dengan erat.
"Papa juga sayang banget sama kamu. Makasih ya karena kamu lebih percaya sama papa dan memilih tinggal di sini."
"Iya, Pa, aku nggak akan pernah mau ikut dengan Mama. Hanya papalah orang tua yang sayang sama aku."
Meskipun Chandra merasa aneh dengan ucapan anaknya, namun dia tidak terlalu memperdulikannya. Yang terpenting sekarang Calya sudah menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik.
Keheranan Chandra dipicu lantaran, selama ini Calya adalah orang yang paling dekat dengan ibunya. Namun, saat bercerai, Calya malah memihak padanya.
"Tapi, Cal, kalau soal menikah. Lebih baik kamu pikir-pikir dulu. Gini aja, kalau lamaran, papa akan menerimanya. Tapi, kalau menikah, sebaiknya tunda dulu sampai lulus. Kalau nggak tahan, ya sampai semester akhir."
"Papa apaan, sih! Iya, iya aku nurut, deh." Calya tertawa malu mendengar ejekan sama ayah.
"Oh ya, Pa, tadi aku hampir diculik sama beberapa preman di taman."
Ucapan Calya pun sontak membuat Chandra terkejut. "Hah? Jadi kamu nggak papa?"
"Nggak papa, Pa. Aku tadi ditolongin sama Mas Radit."
"Syukurlah, tapi siapa yang berani-beraninya menculik kamu?"
"Kalau feeling aku sih, Mama, Pa. Dia mau nyulik aku supaya bisa bawa aku keluar kota," jelas Calya. 'Dan setelah itu, dia pun menjual aku,' batinnya.
"Mana mungkin mama melakukan hal seperti itu. Kamu ini kan anaknya sendiri, masa dia sejahat itu sih sampai menculik anaknya dan membawanya secara paksa?"
'Papa itu terlalu baik, makanya sering disakiti mama,' batin Calya sambil menatap prihatin pada ayahnya.
"Ya kan siapa tau aja, Pa."
"Kamu nggak boleh berpikiran negatif sama mama, ya, Sayang. Memangnya sebegitu inginnya Mama membawamu kamu di luar kota hingga harus menculikmu? Kalau dia nggak mau kehilangan kamu, dia kan masih bisa menetap di kota ini. Toh, dia sudah memiliki aset sendiri."
"Iya, Pa, maafin aku ya udah suudzon sama mama." Terpaksa Calya meminta maaf agar papanya senang.
"Iya, Sayang, sekarang kamu masuk, ya. Dan kalau kamu mau keluar, ajak aja Bu Ida atau kakak."
Bu Ida adalah orang yang sering bantu-bantu di rumah mereka. Rumah mereka yang lumayan besar sangat melelahkan jika dikerjakan oleh Lidya seorang diri.
"Iya, Pa." Calya mengangguk senang. Dia pun pergi ke kamarnya dan memberitahu Radit bahwa ayahnya sudah setuju jika Radit ingin melamarnya. Namun, kalau untuk menikah, mereka harus menunggu sampai Calya lulus atau setidaknya mendekati semester akhir.
Tidak disangka Radit setuju dan ikut senang karena Calya mendapatkan keinginannya, yaitu restu papanya untuk kuliah lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Ayas Waty
kayaknya ada musuh dalam selimut ini
2023-01-22
0
Amira08
masih deg degan..
belom tau karakter masing2..
karna masih di awal cerita
tiap babnya bikin spot jantung.. ada apa??
misteri apa?
huh hah 🤔
2023-01-18
0
memey
jadi tambah penasaran ada apa d keluarganya calya sendiri 🤔
2023-01-09
1