Dalam perjalanan keluar dari rumah mewah Zaid, bukannya Erina mengeraskan hatinya. Sehingga, dia seolah bisa begitu tega meninggalkan Raka di sana. Bahkan, wanita yang baru menginjak usia 29 tahun itu sama sekali tidak meneteskan air matanya. Padahal, Raka dan Zaid sama-sama meneteskan air matanya.
Namun, begitu mobil yang dikendarai oleh Erina perlahan menjauh, dari kaca spion terlihat jelas bahwa Raka menangis dan meraung, lantas Zaid segera menggendong Raka. Semua itu masih bisa Erina lihat. Akan tetapi, Erina tidak menghentikan mobilnya, dia terus melaju. Hingga di batas, ketika mobil Erina kian bergerak menjauh, mulailah Erina menepikan mobilnya di bahu jalan, dan kemudian dia menangis dengan begitu terisak.
Hiks ... Hiks ....
"Maafkan Mama, Raka ... bukannya Mama tidak sayang kamu. Akan tetapi, kita harus berpisah, Raka. Justru kamu sangat tepat berada di dalam pengasuhan Papamu," ucap Erina dengan terisak.
Bahkan wanita cantik itu beberapa kali memukul dadanya yang terasa begitu sesak. Bagaimana pun berpisah dari anak terkasih membuat seorang ibu merasa begitu bersedih. Namun, menurut Erina ini adalah jalan yang terbaik.
"Kamu mengira bahwa Mama sudah kejam dan tega sama kamu. Namun, Mama tidak memiliki pilihan yang lain, Raka," ucap Erina dengan sesegukan di sana.
Merasa hari sudah malam, dengan sangat pelan Erina melajukan mobilnya, menerobos kegelapan malam dan ramainya Ibu kota, lantas tempat yang dia tuju adalah apartemen yang dia miliki jauh sebelum menikah dengan Zaid.
Sembari mengemudikan mobilnya, Erina menangis. Air matanya terus saja menetes. Bahkan ketika mobil hitam miliknya memasuki parkiran basement apartemen, air mata Erina masih saja berlinang. Oleh karena itu, sebelum keluar dari mobilnya, Erina mengambil kacamata hitam terlebih dahulu dan dia mengenakannya untuk menutupi matanya yang sekarang sudah merah dan juga sembab.
Dengan mendorong koper besarnya, Erina menaiki lift dan naik hingga ke Lantai 12. Memasuki ruangan persegi yang mulai malam ini akan menjadi kediamannya. Begitu masuk ke dalam apartemen, Erina membuka koper besarnya dan mengeluarkan fotonya bersama Raka.
Di foto itu, ada beberapa pigura foto mulai dari ketika Raka masih bayi dan timangannya, sampai ketika Raka berusia 4 tahun. Juga ada foto ketika Raka ulang tahun yang kala itu meniup lilin yang menghiasi kue ulang tahunnya bersamanya.
"Di foto ini, kamu begitu bahagia, Raka ... Mama pastikan, bahwa setiap tahunnya ketika hari ulang tahunmu, kita akan merayakannya bersama. Mama akan selalu datang saat ulang tahunmu. Baru, beberapa saat berpisah, Mama sudah kangen sama kamu, Raka ... Mama yakin bahwa kamu akan bahagia bersama Papa kamu," gumam Erina dengan mengusapi wajah Raka di foto pigura yang sekarang dia bawa.
Hingga di batas, Erina memasang beberapa pigura foto Raka di sudut-sudut dinding apartemennya, kemudian satu foto yang lain, dia taruh di atas nakas yang ada di sisi ranjangnya.
"Mama tetap terluka karena meninggalkan kamu, Raka ... semua ibu sudah pasti bersedih ketika berpisah dengan anaknya. Begitu juga dengan Mama yang sudah pasti merasa begitu sedih. Hanya saja, Mama hanya berusaha menguatkan diri. Mama yakin bahwa usai ini kamu akan menjadi anak yang lebih kuat," ucap Erina lagi yang seolah bermonolog seorang diri.
***
Sementara itu di rumah Zaid ….
Raka yang menangis dan masih berusaha ditenangkan oleh Zaid. Si Papa yang baru hari ini menjadi duda itu, tampak masih menggendong Raka, dan mengusapi punggung putranya itu.
“Sudah, nangis boleh … tapi jangan terlalu lama,” ucap Zaid.
“Mama, Pa,” balas Raka dengan masih terisak.
“Ya, Mama baru pergi, Nak … nanti lain waktu, Mama pasti akan kembali lagi,” balasnya.
Raka pun tampak menganggukkan kepalanya perlahan. “Apa Mama dan Papa tidak bisa bersatu kembali?” tanya Raka kemudian.
Ya Tuhan, mendengarkan apa yang baru saja Raka tanyakan membuat Zaid merasa begitu sesak. Bahkan anak kecil seusia Raka saja bisa bertanya hal demikian kepada dirinya. Tentunya, ini juga adalah pertanyaan yang paling sukar untuk dijawab oleh Zaid.
“Untuk saat ini tidak bisa Raka … jadi, Papa dan Mama akan berjalan sendiri-sendiri dulu,” balas Zaid.
“Kapan Papa dan Mama bisa berjalan bersama?” tanya Raka lagi.
Kemudian Zaid mendengkus di sana, “Hh, entahlah Raka … sudah jangan menangis yah. Besok Papa masih libur. Besok main sama Papa yah,” balas Zaid.
Mungkin dengan cara mengalihkan kesedihan Raka dengan melakukan hal yang lain bisa membuat Raka menjadi lebih tenang. Zaid berjanji pada dirinya sendiri bahwa Raka akan tetap mendapatkan kasih sayang dari Zaid dan Erina. Namun, di sini baik Erina dan Zaid sama-sama tidak menyadari, anak membutuhkan kasih sayang yang seimbang dari Papa dan Mamanya. Anak membutuhkan Papa dan Mamanya yang akan membersamai tumbuh kembangnya. Anak membutuhkan Papa dan Mamanya yang hadir secara real bukan secara reel. Bisakan Zaid dan Erina mengakomodasi kebutuhan Raka yang pada hakikatnya sangat membutuhnya kebersamaan keduanya sebagai orang tua yang solid untuk Raka?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Lina ciello
opo erina ada sakit kah 🥺🥺🥺
2023-05-31
0
Nany Setyarsi
nah kembali ke pola asuh ya,
kalian berdua harus paham apa yg dibutuhkan raka
2023-01-09
2
Siti Alfiah
semoga zaid dan erina secepatnya untuk introspeksi diri agar tdk berlarut".kasian anak lanjutkan thorrr salam sehat selalu dan sukses selalu.
2023-01-09
2