Chapter 4 : Pencarian dirumah Ethan

Setiap hari Ethan akan pergi ke rumah kaca. Bagi para pelayannya, itu hal yang lumrah. Ethan memang lebih sering berada di rumah kaca ketimbang di rumahnya sendiri dan tidak ada satupun orang yang boleh menginjakkan kakinya di rumah kaca itu, tanpa seijin Ethan. Jadi Ethan merasa tenang saat harus menyembunyikan Malvia.

Malvia masih duduk di tanah dengan tangan dan kaki di ikat rantai besi yang sudah di olesi vervain. Pergelangan kaki dan tanganya sudah memar dan terluka. Dia merasa sakit dia pergelangan tangan dan kakinya, kadang meringis kesakitan. Tapi dia tidak perduli. Dia memilih terikat seperti ini. Malvia mengakui jika Ethan benar. Dia terlalu lemah untuk berpergian dan juga dia membiarkan dirinya terikat agar dia tidak lepas kendali. Meskipun dia sudah belajar pengendalian diri, saat ini dia terluka dan tinggal dilingkungan manusia.

Ethan rajin memberikan Malvia darah, tiga kali sehari. Awalnya dia bingung dan meragukan, dari mana Ethan mendapatkan darah itu. Malvia tahu pasti bahwa darah yang di bawa Ethan adalah darah manusia. Tapi akhirnya Malvia menyerah. Tidak perduli dari mana Ethan mendapatkan darah itu. Yang terpenting dahaga terpenuhi dan di bisa segera sembuh. Saat ini kondisinya bahkan jauh lebih baik. Meskipun lukanya belum tertutup sempurna, tapi dia sudah mulai pulih.

Sebuah ketukan pintu terdengar jelas dan berirama. Satu wanita paruh baya tergopoh-gopoh menuju pintu depan dan membukakan pintu. Beberapa pria berdiri di depan pintu.

"Selamat siang, apa tuan Sanders ada di rumah?" tanya pria yang berdiri paling depan. Penampilannya jauh lebih berkelas dari pria lain yang datang bersamanya.

"Ada tuan. Silahkan masuk. Saya akan panggilkan." kata Ester. Pria itu mengangguk lalu masuk ke dalam rumah beserta pria lain, sementara Ester berjalan ke ruang kerja yang ada di dalam rumah.

Tok tok tok

"Masuk."

Ester membuka pintunya sedikit.

"Tuan Ethan. Ada tamu untuk tuan." kata Ester. Ethan menatap Ester dengan kerutan di dahinya.

"Siapa?"

"Perdana mentri Rouglas, tuan."

"Baiklah, aku akan segera kesana. Buatkan mereka teh. Terima kasih, Ester."

Ester segera pergi dan melakukan yang diperintahkan. Ethan keluar dari ruang kerjanya dan menemui perdana Menteri Rouglas.

"Perdana menteri." Ethan mengulurkan tangannya dan segera di sambut oleh perdana mentri.

"Tuan Sanders. Apa kabar?"

"Baik tuan, suatu kehormatan. Silahkan duduk."

"Tidak, terima kasih. Kami ingin segera melakukannya saja."

"Segera?" Ethan sedikit bingung.

"Saya kemari untuk meminta ijin memeriksa rumahmu, tuan Sanders." Rouglas berbicara langsung pada intinya. "Anda tahu tentang perburuan vampir bukan?"

Ethan mengangguk. "Ya, tentu saja."

"Kami sedang mencari secara menyeluruh ke seluruh wilayah. Rumah anda adalah wilayah yang paling rawan karena berdekatan dengan hutan Andaria. Apa ada masalah selama ini?"

"Tidak, tentu tidak ada." kata Ethan berusaha untuk tidak gugup. Malvia masih di rumah kacanya saat ini, tentu dia gugup.

"Kalau begitu apa aku boleh memeriksa rumah ini? Anda bisa membantuku dengan mengumpulkan para pekerja dirumah ini."

"Ya, tentu saja tuan. Silahkan. Dimana saya bisa mengumpulkan mereka?" tanya Ethan.

"Halaman belakang, tolong. Mari tuan-tuan. Kita sudah mendapatkan ijin dari pemilik rumah. Suruh para pencari mulai melakukan pencarian." perintah Rouglas pada beberapa pria di dekatnya. Para pria itu segera keluar rumah.

"Ester!" panggil Ethan. Tak lama Ester datang.

"Ya tuan?"

"Panggil pekerja lain dan kumpulkan mereka dia halaman belakang." perintah Ethan dan segera pergi mengikuti Rouglas.

Beberapa orang mencari di rumah bahkan sampai ruang bawah tanah. Membongkar setiap celah yang ada. Tapi Nihil, tidak menemukan apapun. Rouglas sibuk menanyakan para pelayan. Sementara yang lain mulai menyisiri hutan dan halaman belakang.

"Tuan Sanders, apa itu?" tanya Rouglas. Dia menunjuk rumah kaca. "Semua sudah di periksa. Hanya itu."

"Itu terkunci, tuan." kata salah satu pria.

"Itu adalah tempat tanaman herba yang saya tanam, tuan dan beberapa alat medis. Saya sengaja menguncinya agar tidak ada pencuri yang masuk. Tanaman herba sekarang sangat mahal. Terlebih perlu perawatan khusus untuk menanamnya. Jadi tidak boleh sembarangan membuka pintu. Jika anda ingin memeriksanya, saya bisa membukakan pintunya." Sanders merogoh sakunya, mencari kunci. "Tapi saya minta untuk berhati-hati dan tidak banyak orang yang masuk, karena beberapa tanaman sangat rapuh." jelas Ethan.

Ethan, membuka kunci gembok dari rumah kaca lalu membukanya. Belum masuk kedalam bau menyengat sudah tercium. Beberapa orang menutup hidungnya termasuk Rouglas.

"Memang bau tuan, beberapa tanaman herba memang sangat bau. Anda bisa bertanya dengan para pelayan saya. Baunya memang seperti itu." jelas Ethan lagi. "Silahkan di periksa."

Rouglas masuk ke dalam hanya beberapa langkah lalu berhenti. Semakin kedalam semakin menyengat baunya membuat Rouglas tidak tahan. Rouglas kembali ke luar.

"Bagaimana tuan?" tanya salah satu pria.

"Tidak perlu di periksa. Mari kita pergi.," Rouglas beranjak pergi. Ethan dengan cepat mengunci pintu lalu ikut pergi. Di dalam rumah kaca Malvia menghela nafas lega.

"Tuan Sanders, terima kasih telah memberi kami ijin untuk memeriksa rumah anda. Maaf jika kami mengganggu." ucap Rouglas lalu mengulurkan tangannya.

"Tidak masalah, tuan. Senang bisa membantu. Kami akan memberitahukan jika ada hal yang mencurigakan." Sanders menyambut uluran tangan Rouglas.

"Kami permisi."

Rouglas berjalan menjauh dari kediaman Ethan.

"Bagaimana? Apa ada hal yang mencurigakan?" tanya Rouglas pada beberapa pria. Semua pria itu menggeleng kompak. "Tidak ada tuan. Semua normal."

"Aku rasa memang begitu." satu pria mengenakan topi tinggi menghela nafas. "Mengingat peristiwa yang pernah di alaminya, tidak mungkin dia menyembunyikan vampir. Bukan dia."

"Apa maksudmu, Eugine? Apa yang pernah di alaminya?"

"Tunangannya, dibunuh oleh vampir."

Rouglas terkejut. "Benarkah?"

"Benar. Dari kita semua, aku yakin dia yang paling membenci vampir."

"Begitu... Kau benar."

"Lalu bagaimana dengan rumah kaca itu? Aku yakin tidak ada apapun."

"Tidak ada yang mencurigakan tentu. Hanya tanaman dan tempat tidur?"

"Aku dengar semenjak tunangannya meninggal, dia menjadi gila kerja. Dia lebih sering tidur di ruang kerja dan rumah kaca itu. Kasihan sekali."

"Kau benar. Mari kita pergi. Kita cari di tempat lain."

"Baik tuan."

...***...

Ethan masuk ke rumah kaca lagi. Dia membuka satu kantong berisi darah dan memasukkan ke dalam gelas besar.

"A-apa.. Mereka sudah pergi?" tanya Malvia.

"Hmm... Sudah."

"Ahh untunglah... Aku kira tadi akan ketahuan. Kenapa mereka tiba-tiba datang? Dan kenapa kamu tidak memberitahukan mereka tentang aku?"

Ethan membawa satu gelas besar berisi darah dan memberikannya pada Malvia.

"Minumlah."

Malvia dengan cepat mengambilnya dan meminumnya. Ethan berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya.

"Hei! Kamu belum menjawabku." sahut Malvia. Dia mengelap darah di bibirnya.

"Wajar jika mereka datang dan memeriksa rumahku. Selain rumahku dekat dengan hutan, sekarang ini juga ada perburuan vampir secara besar-besaran. Dan aku sudah mengatakan jika aku tidak akan menyerahkanmu pada siapapun." Ethan duduk di kursi dan mengenakan kaca matanya. Dia memeriksa beberapa gulungan kertas di atas mejanya. Malvia diam-diam mengamatinya. Dia terus bertanya-tanya siapa Ethan sebenarnya. Well dia tahu Ethan manusia dan seroang dokter. Tapi hanya itu saja. Bahkan dia benar-benar masih tidak percaya jika alasan Ethan menyelamatkannya adalah karena dia seorang dokter.

"Kapan kamu berencana untuk melepaskan rantai itu?" tanya Ethan. Dia menatap Malvia dari balik kacamatanya. Malvia menatap rantai yang mengikat dia pergelangan tangan dan kakinya. "Kamu sudah hampir sembuh. Kamu juga rutin di beri makan darah. Bukankah seharusnya rantai itu tidak mengikat lagi?"

Malvia masih terdiam. Ethan benar. Seharusnya dia sudah terlepas.

"Apa kamu mau aku melepaskannya?" tanya Ethan. Malvia menatap Ethan sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Ethan berdiri dan mengambil kunci. Ethan membuka semua rantai yang mengikat di tubuh Malvia. "Kamu baik-baik saja?" tanya Ethan sambil menatap pergelangan tangan Malvia. Malvia mengangguk.

"Ayo ikut aku." Ethan berdiri, meletakkan kaca matanya di meja lalu beranjak pergi.

"Ma-mau kemana?" tanya Malvia yang sudah berdiri. Ethan menghentikan langkahnya lalu menoleh.

"Membersihkan dirimu." kata Ethan lalu kembali berjalan. Malvia yang awalnya ragu, mulai mengikutinya. Sesampainya di depan rumah, Ethan membuka pintu.

"Masuklah." Ethan mempersilahkan. Malvia hanya diam di tempat. Dia ragu. "Ayolah masuk. Aku tahu kamu bisa masuk ke rumah manusia hanya jika di persilahkan masuk dan aku mempersilahkanmu masuk."

"Apa kamu yakin?"

"Yakin nona. Masuklah."

Malvia menghela nafas panjang lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Malvia cukup terkejut dengan perlakuan Ethan yang membiarkannya masuk ke dalam rumah. Sudah hukum alam bagi vampir jika mereka masuk ke dalam rumah manusia biasa, mereka harus mendapatkan ijin dari pemilik rumah.

Ethan meminta Ester menyiapkan air panas sementara Malvia menunggu di salah satu kamar. Ethan juga memberikan Malvia gaun baru untuk Malvia kenakan. Lebih tepatnya, gaun bekas milik tunangannya dulu.

"Tuan.. Apa... Anda baik-baik saja? Kenapa anda membawa pulang gadis itu? Siapa dia dan saya tidak tahu jika anda tadi pergi keluar."

"Ester, kau selalu dengan banyak pertanyaan." ucap Ethan lalu tertawa kecil.

"A-ahh maaf tuan. Hanya saja--"

"Aku hanya berjalan dihutan, Ester. Dia sepertinya dikejar oleh para bandit. Besok aku akan melapor ke sherif. Aku hanya merasa kasihan padanya karena itu aku membawanya pulang." jelas Ethan.

"Tapi apa anda yakin dia di kejar bandit? Bisa saja dia pembunuh atau.... Vampir? Lihatlah kulitnya pucat." tebak Ester. Terlihat kekhawatiran di wajahnya.

Ethan tertawa lagi. "Well.. Jika dilihat dari tubuhnya yang kurus, aku rasa bahkan dia tidak bisa mengalahkan satu pria pun. Dan jika dia memang vampir, aku akan mengetahuinya lebih dulu dari siapapun. Kau tahu itu."

Ester menundukkan kepalanya. Dia merasa menyesal mengungkit soal vampir di depan Ethan." Maafkan saya tuan."

"Jangan minta maaf, Ester. Aku tahu dan mengerti jika kamu khawatir. Tapi tenanglah. Semua baik-baik saja." kata Ethan mencoba menenangkan Ester yang sudah seperti ibunya sendiri. Ester menghela nafas.

"Baiklah tuan. Saya percaya anda. Saya permisi dulu, saya harus mempersiapkan makan malam."

Ester pergi meninggalkan Ethan sendirian. Ethan menuang minuman keras di gelas kacanya lalu berdiri didepan jendela dan menatap keluar jendela. Dia juga tidak tahu kenapa dia membiarkan Malvia masuk ke dalam rumahnya, menyelamatkannya bahkan memberinya perlindungan. Setelah semua yang terjadi, seharusnya dia membenci vampir kan? Tapi anehnya dia tidak bisa berbuat hal itu pada Malvia. Seperti ada ketertarikan sendiri padanya. Benarkah?

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!