Chapter 3 : Aku tidak percaya padamu!

"Aku tidak percaya padamu." ucap Malvia lagi. Sudah kesekian kalinya dia berkata itu.

"Aku tahu. Karena itu aku mencoba untuk membuatmu percaya." di tangan Ethan sudah ada pasak kayu khusus vampir.

"Lihatlah! Kau bahkan memegang itu!" Malvia menunjuk pasak yang di pegang Ethan.

"Hei, ini untuk membela diriku. Kau hampir membunuhku, kau ingat?"

"Jika aku akan membunuhmu, aku hanya perlu mencabut jantungmu. Kau, lebih mencurigakan dariku. Ughh! Lepaskan aku dari rantai ini!" pekik Malvia.

Saat Malvia lengah tadi, Ethan melemparkan bubuk vervain ke wajah Malvia. Malvia berteriak kesakitan. Melihat kesempatan itu, Ethan merantai kaki dan tangan Malvia dengan rantai khusus yang sudah di beri vervain dan wolfsbane.

"Maafkan aku. Aku tidak ingin kamu menyerangku lagi."

Malvia mendengus kesal. "Lalu apa sekarang? Kau akan menyerahkanku pada mereka? Hah! Menyelamatkanku hanya untuk menyerahkanku pada mereka. Buang-buang tenaga saja."

"Aku tidak akan menyerahkanmu pada siapapun." Ethan mengambil kursi lalu duduk di depan Malvia.

Malvia menatap tidak percaya pada pria yang duduk di depannya. "Kau pikir aku bodoh? Bagaimana bisa aku percaya pada kaum yang membantai kaumku?!"

"Aku tidak pernah menganggapmu bodoh."

"Lepaskan saja aku! Aku akan langsung pergi dan tidak akan membunuhmu."

"Bagaimana bisa aku percaya pada vampir yang hampir membunuhku?"

Malvia mendengus kesal. Dia benar-benar kesal pada Ethan. Dia ingin segera pergi sebelum Ethan memanggil semua teman-temannya lalu akhirnya dia di eksekusi. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Sedari awal dia memang tidak ingin membunuh Ethan. Dia hanya ingin memuaskan dahaganya agar tubuhnya lebih bertenaga lalu pergi. Tapi Ethan dengan cekatan bisa menahannya.

"Aku tahu apa yang terjadi. Maksudku.. Mereka memerintahkan untuk membunuh seluruh vampir."

"Lalu untuk apa kamu menyelamatkanku? Agar kamu bisa membunuhku beramai-ramai?"

"Tidak. Aku dokter, apa kau sudah lupa? Aku menyembuhkan orang bukan membunuhnya."

"Kau berbicara omong kosong lagi." Malvia kembali mendengus. "Panggil saja teman-temanmu."

"Sudah menyerah? Tidak ingin membujukku lagi?"

"Tidak!" Malvia membuang wajahnya.

Ethan memperhatikan Malvia. Terlihat kekesalan di wajahnya tapi Ethan juga melihat kesedihan yang mendalam.

"Aku akan melepaskanmu. Rantai ini, maksudku. Asal kau berjanji untuk tidak membunuhku."

"Bukankah kau tadi berkata kau tidak mempercayaiku yang hampir membunuhmu?" Malvia menyipitkan matanya. Dia menatap Ethan dengan penuh curiga.

"Aku tahu. Tapi kamu tidak boleh pergi dari sini."

"Hei! Apa-apaan itu? Siapa kamu berani melarangku?!" Malvia meronta.

"Apa kamu tidak mendengarkan kata-kataku tadi? Vampir adalah target seluruh kaum. Kau akan mati jika pergi. Setidaknya, sampai kamu sembuh betul. Aku tahu saat ini kamu sedang menahan rasa sakitmu. Itu karena lukamu yang belum menutup."

"Tapi aku vampir!" pekik Malvia

"Itu benar. Tapi tubuhmu penuh dengan racun manusia serigala. Itu membuat lukamu menjadi lama sembuhnya. Jika kau ingin pergi, tidak masalah. Tapi harus sembuh terlebih dahulu. Jika tidak kau akan mati dengan konyol nanti. Dan hasil kerja kerasku menyelamatkanmu akan sia-sia."

"Aku tidak minta untuk diselamatkan."

"Memang tidak. Tapi rasa kewajibanku sebagai dokter yang membuatku menyelamatkanmu. Hei, kamu mau atau tidak? Kenapa banyak sekali ocehannya?" Ethan berdiri dari duduknya. Dia membereskan kekacauan yang di buat Malvia di dalam rumah kaca itu. Malvia memperhatikan Ethan. Ethan tidak terlihat manusia jahat, seperti manusia-manusia yang membantai kaumnya.

"Tidak, terima kasih. Aku baik-baik saja terantai seperti ini." ucap Malvia akhirnya. Ethan berbalik dan menatap Malvia heran.

"Kau yakin? Sepertinya lebih nyaman jika rantai itu terlepas."

"Tidak, tidak perlu. Lebih baik seperti ini. Hanya sampai lukaku sembuh."

Ethan menghela nafas. "Baiklah, jika itu maumu."

Ethan beranjak pergi meninggalkan Malvia sendiri. Malvia juga ingin dilepaskan tapi dia takut akan menyerang Ethan lagi. Dia masih kelaparan. Dia tidak ingin membuat kesalahan yang tidak perlu.

"Aakkhh..." Malvia kembali merasakan rasa sakit di lukanya. "Apa sebaiknya aku minta lepas saja tadi? Huft! Lagipula apa perduliku manusia itu mati? Mereka saja tidak perduli dan membantai keluargaku. Sial!"

...***...

Satu orang berjalan cepat, bisa di katakan berlari kecil menyusuri lorong sebuah kastil yang di terangi oleh obor-obor di sepanjang lorong. Dengan jubah panjang yang berkibar saat dia jalan, dia tidak menghentikan satu pun langkahnya. Dia memasuki sebuah ruangan cukup luas. Beberapa orang sudah menunggu di sana. Di ujung ruangan terdapat perapian yang sudah menyala. Beberapa orang itu duduk di atas kursi dengan meja berbentuk oval.

"Apa ada kabar, Diego?" tanya salah satu orang yang duduk paling ujung membelakangi perapian.

" Lapor alpha, tidak ada kabar lagi." kata orang yang baru datang tadi, Diego.

"Hei, apa maksudnya itu? Bicara yang jelas." cicit salah satu orang bertubuh kecil, Issac, raja kurcaci. Janggutnya panjang hampir sepanjang tubuhnya yang kerdil.

"Tenanglah Issac, aku yakin alpha Jovial akan berbaik hati menjelaskan." madam Gudytha, pemimpin kaum penyihir, mencoba menenangkan. Madam Gudytha memperbaiki sarung tangannya.

Semua orang menatap Jovial, alpha kaum manusia serigala.

"Dia menghilang." kata Jovial akhirnya. Wajahnya juga penuh kekhawatiran. Semua orang mulai riuh, berbicara masing-masing. Jovial memukul meja sebanyak tiga kali. Semua orang kembali terdiam.

"Lalu bagaimana ini?" tanya Raja Ellard, raja kaum manusia. Dia tampak khawatir.

"Apa maksudmu bagaimana? ya biarkan saja! Dia hanya sendiri! Tidak perlu di khawatirkan." sahut Issac dengan kepercayaan dirinya.

"Apa tidak masalah jika kita membiarkannya? Meski sendiri dia tetap vampir." Gudytha juga tampak khawatir.

"Tapi dia berkata putri itu menghilang! Kita tidak bisa menangkapnya." kata Theodore dengan suara beratnya.

"Kata bawahanku, dia di pastikan terkena gigitan manusia serigala yang artinya dia sangat lemah. Kurasa dia tidak akan hidup."

"Kau naif sekali, Joval. Jika dia memang mati, seharusnya ada mayatnya! Dan dia bukan vampir yang akan binasa hanya karena terkena sinar matahari. Dia putri kerajaan!" Ellard menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, baiklah. Bagaimana jika kita mencarinya lagi." Jovial melihat Diego. "Dimana terakhir mereka bertarung?"

"Hutan Anderia, alpha."

"Anderia? Berarti wilayah kaum manusia. Bagaimana raja Ellard? Apa anda akan mengambil alih pencarian?" tanya Jovial.

"Tentu. Aku akan mengerahkan semua pasukanku."

"Berhati-hatilah, Ellard. Kau adalah makanannya." Issac memperingatkan.

"Brengsek kau! Kau meremehkanku?!"

"Itu kenyataan. Kau memang makananya. Itu yang membuatmu lemah."

"Kau..."

"Hentikan. Kita tidak boleh berselisih, setidaknya tidak untuk saat ini. Kita akan mencari ke wilayah masing-masing. Jangan lengah."

"Ya, ya kami tahu." Issac berdiri dan berjalan pergi di ikuti kaum lain kecuali Ellard dan Jovial.

"Aku sungguh membencinya. Berani sekali si pendek itu merendahkanku." geram Ellard.

"Tenanglah. Kau tahu bagaimana dia." Jovial menenangkan.

"Ya dan lihat saja nanti saat semua sudah berakhir. Aku akan membuatnya menyesal."

"Tidak perlu seperti itu. Sekarang penyerangan gabungan kita selesai. Kita hanya akan mencari di wilayah masing-masing. Kau tidak akan bertemu dengannya setidaknya jika bukan pertemuan bersama. Jadi jangan buang tenagamu."

"Bagaimana jika putri itu tidak ketemu? Apa yang harus kita lakukan?"

"Biarkan saja. Kemungkinan besar dia sudah mati. Tidak ada vampir yang bisa selamat dari racun kaum kami."

"Tapi bagaimana jika ada yang membantunya?"

Jovial tertawa. "Orang bodoh mana yang ingin membantu vampir di saat seperti ini? Kita sudah menyebarkan kabar di penjuru kaum, vampir harus di bunuh. Mereka akan berlomba-lomba membunuh para vampir. Meskipun ada yang selamat aku yakin mereka bersembunyi. Mereka akan mati jika ketahuan."

"Kamu tampak percaya diri sekali."

"Bukan tampak percaya diri, Ellard. Tapi aku memang percaya diri. Jika masih hidup, bisa apa dia? Dia hanya sendiri. Tidak ada yang tersisa dari kaumnya."

"Mungkin kau benar. Tapi kita tidak bisa mengambil resiko."

"Karena itu Ellard. Karena itu aku katakan untuk mencari di wilayah masing-masing. Sekarang pulanglah dan mulai mencari."

Ellard menghela nafas. "Baiklah, baik. Aku benar-benar berharap kau benar." sahutnya lalu beranjak pergi.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!