Sesampainya di sekolah aku dan Siti menuju kelas untuk meletakkan tas, lalu segera duduk di meja kami, aku dan Siti selain satu kelas, kami juga selalu satu bangku, dari kelas satu SD sampai sekarang kami selalu sekelas, dan satu bangku, coba kurang dekat apalagi aku sama Siti, di sekolah duduk rempetan, di rumah juga kalau buka pintu yang pertama di lihat itu pasti Siti sama Dino. O ya, kalau sama Dino aku tidak pernah satu kelas, kami selalu terpisah.
Tahun ini, adalah tahun terakhir kami berada di SMA, kalau kata orang, usia segini itu sering di bilang remaja yang sedang mencari jati diri, tapi bagiku, usia ini adalah usia di mana aku bisa menikmati hidup, sebelum pada akhirnya suatu hari nanti aku akan masuk ke fase yang lebih sulit, menjadi dewasa dengan segudang masalah dan tanggung jawab yang lebih besar lagi.
Membuka buku PR yang tadi di berikan Dino, aku terbelalak “Ih ... kok PR nya banyak amat, ini gak mungkin beres satu jam” keluhku, kesal sendiri.
“Lagian kenapa mau aja sih di suruh ngerjain PR sama si Dino?? Kalo gitu terus, Dino gak bakalan pinter-pinter tahu” Siti mendengus kesal. Masalahnya ini bukan pertama kali Dino mempercayakan PR nya padaku.
“Ih ... ini tuh demi dua mangkuk Mie ayam Bapakmu, coba kurang baik apalagi diriku ini? Udah bantuin ngerjain PR Dino, bantuin ngabisin dagangan Bapak kamu juga, hhee ...” aku cengengesan.
“Heleh, alasanmu Din! Nanti kalau pelajaran Bahasa Inggris, kamu malah fokus ngerjain PR Dino, kamu bisa di usir dari kelas lho” peringat Siti kemudian.
“Yah ... mau gimana lagi??” aku mengedikkan kedua bahuku.
“Selamat pagi anak-anak ...” suara itu membuyarkan konsentrasiku, saking asyiknya ngerjain PR aku sampai tidak mendengar bel tanda masuk berbunyi, apalagi waktu guru masuk ke dalam kelas. Dino emang keterlaluan deh. PR itu singkatan dari Pekerjaan Rumah, terus kenapa dia malah ngerjainnya di sekolah?? Nyuruh aku pula, menyebalkan!.
“Pagiiiiiii ...” jawab kami serempak, aku pun berpura-pura memperhatikan kehadiran guru sekilas, sambil mencuri-curi pandang untuk tetap mengerjakan PR Dino.
“Hari ini, Pak Gunawan tidak bisa masuk kelas, dan mungkin selamanya” Pak Budi menunduk lesu, ada apa ini?? Perhatianku seketika teralihkan, Aku menatap Pak Budi lekat, begitupun dengan murid yang lain.
“Pak Gunawan di pindah tugaskan ke sekolah lain, jadi untuk sementara waktu, pelajaran Bahasa Inggris akan di ganti oleh Bapak, sebelum datang guru pengganti” ucap Pak Budi kemudian, aku terbelalak kaget, lah ... Pak Budi kan guru bahasa Indonesia, emang bisa ngajar bahasa Inggris??.
Kami hanya menatap gerak Pak Budi, yang kini terlihat berdiri sembari menggaruk keningnya, terlihat bingung.
“Coba buka buku paket yang biasa di gunakan Pak Gunawan, kerjakan halaman seratus tujuh puluh, Bapak mau keluar dulu sebentar, nanti Bapak kembali lagi” ucapnya, dan Pak Budi langsung pergi meninggalkan kelas.
Lah???.
“Ah, gak asik banget Pak Gun di pindah tugaskan, padahal dia kan guru paling ganteng di sekolah ini, masih singgle pula” celoteh Siti sambil menyenggol bahuku dengan bahunya.
“Apaan sih??” aku kembali fokus pada PR Dino, merasa punya kesempatan kala Pak Budi malah keluar dari kelas.
“Ya kali, tiap hari kita harus lihat wajahnya pak Budi, sumpek tahu” lagi-lagi Siti berceloteh, mengajakku mengobrol.
Beginilah, jika tahu guru mata pelajaran tidak bisa hadir, kami sekelas tidak ada yang mengerjakan tugas, meskipun sudah di perintahkan. Kami malah asik dengan kegiatan masing-masing, ada yang menghampiri sahabatnya lalu bergosip, ada yang membaca buku, ada juga yang nyanyi-nyanyi gak jelas bagaikan kaset rusak, sudah suaranya tidak enak di dengar tapi dengan PD nya mereka nyanyi sampai dua album. Begitupun aku, aku malah senang karena merasa punya waktu buat ngerjain tugas Dino.
Selama bersekolah, aku belajar, bermain, dan bergaul dengan sebagai mana mestinya, ya walaupun aku lebih memilih berteman dengan orang-orang yang membuatku nyaman saja, kalau di tanya kenapa? Soalnya dari kenyamanan itu, biasanya terbentuklah kumpulan atau yang biasa di sebut geng-geng yang otomatis akan membuat kesenjangan dengan teman-teman yang lain. Aku tidak bermaksud membuat kesenjangan, hanya saja aku lebih suka berteman dengan orang yang mau mengerti aku.
Jam pulang sekolah tiba, setelah membereskan barang-barangku, aku dan Siti segera beranjak pergi meninggalkan sekolah. Sementara Dino kami tinggal, karena katanya ada pelajaran tambahan dari guru Matematika, untung saja PR Dino sudah selesai aku kerjakan tadi. Coba kalau gak? Sudah pasti Dino akan di jemur di tengah lapangan.
Aku dan Siti kembali berjalan bersisian sambil menceritakan sesuatu yang gak penting sama sekali, bergosip ria, tertawa, bercanda, yah ... begitulah caraku menikmati hidup ini.
Tiba di sebuah tiang listrik, saat kami akan menyebrang, tiba-tiba saja siti menyenggol lenganku.
“Psssttt ... Din! Lihat depan ke seberang! Tepat arah jarum jam sembilang lewat lima belas menit” Siti masih mengguncang tanganku.
Apaan sih?? Kadang Siti bisa seabsurd ini.
“Kalau ngasih klu itu yang jelas dong” ucapku sambil mengedarkan pandangan, gak ada apa-apa, kecuali ada pria yang mau menyebrang juga, dari arah berlawanan.
“Din, apa iya malaikat itu bisa turun ke bumi??” tanya Siti dengan mulut terbuka mangap-mangap layaknya ikan kehabisan air.
“Bisa, dulu waktu malaikat mau ngasih wahyu sama para Nabi” ucapku ngasal.
“Din, itu malaikat kan??” Siti masih mengedipkan matanya berulang kali.
“Duh Siti, apaan sih??? Udah lampu ijo tuh, yuk kita nyebrang” ajakku menuntun tangan Siti, yang pandangannya masih tetap pada pria yang perlahan mulai kita dekati.
Seorang pria yang cukup tampan sedang berdiri dekat lampu merah, kalau melihat dari penampilannya pasti dia dari kota, dia masih asyik memainkan gawainya, sementara itu Siti sudah menyeka air liurnya berulang kali. Dasar Siti!.
“Ayo jalaaaaannnn” aku menarik tangan Siti. Memaksanya untuk mengikuti langkahku.
“Haaayyy ... siang Om, eh Kak” sapa Siti saat kami melewati pria itu, tapi pria itu hanya
diam sambil memandang kami aneh.
Tuh kaaannn ... gara-gara Siti ini, kita jadi di pandang aneh kayak gituh.
“Siti! Centil banget sih, ayo buruan jalan! Ngapain kamu terus lihatin orang asing? Kata Abah gak boleh gegabah kalo ada orang asing, nanti kamu di culik, mau??” ocehku sambil menarik lengan Siti. Siti berjalan terseok mengikuti langkahku.
“Kalau sama pria setampan dia, aku mau di culik kok Din, aku rela” ujarnya, sambil terkekeh, dengan pandangan masih ke belakang.
Jedug!
“Aduuuhhhh, aaawwwww!!”
.
bersambung ...
Readers semua pernah gak sih? Waktu di sekolah dulu, kalo pas mata pelajaran gurunya gak masuk, eh malah kesenengan, karena bisa ngobrol, berghibah ria, bercanda atau yang lainnya, hhhee ... aku pernah banget kayak gitu, bahkan aku pernah ketiduran sampe satu jam pelajaran lhoooo ... haha bangga banget saia ...
.
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya readers ... like, komentar, bintang lima, dan juga vote karya ini yaaa ... terimakasiiihhh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments