Meet Again

Meet Again

Ulang Tahun

"Selamat ulang tahun ya, Nak. Doa yang terbaik selalu ibu panjatkan buat kamu, juga buat keluarga," ucap Zaenab pada putrinya yang hari ini tepat berusia 28 tahun. Tidak ada perayaan mewah meriah, sederhana saja dibungkus dengan sedekah dengan harapan kehidupan putrinya semakin berkah.

"Terimakasih Bu, doa ibu akan selalu menjadi kado terbaik untuk aku," ucap Shanum, ia meyakini doa seorang ibu mampu menggetarkan arsy Allah dan membuahkan ijabah dari Allah. Dirinya bergegas membantu ibunya membungkus nasi dan lauk pauk untuk disedekahkan. Hal ini adalah rutinitas Shanum setiap hari Jumat, apalagi Jumat ini begitu spesial karena bertepatan dengan hari ulang tahunnya.

"Hari ini spesial, ada rendang, sebagai rasa syukur ibu sudah dianugerahi putri seperti kamu, Nak. Tapi ngomong-ngomong kapan rencana mau nikah?"

Lagi dan lagi pertanyaan Zaenab membuat Shanum bingung untuk menjawab. Selama ini ia hanya fokus bekerja untuk membiayai sekolah adik semata wayangnya karena ayahnya sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu.

"Nanti kalau Fajar udah lulus, Bu." Jawaban Shanum masih sama seperti sebelum-sebelumnya.

"Tahun depan Fajar udah lulus sarjana lhoo, Num." Zaenab berniat mengingatkan putrinya. Usia 28 tahun untuk ukuran perempuan rasanya sudah mampu untuk menjalani biduk rumah tangga, walaupun sebenarnya tidak ada batasan usia.

"Apa iya Bu." Saking asyiknya bekerja, terkadang Shanum lupa umur juga lupa jika adiknya sudah dewasa.

"Kamu ini, ibu mau Fajar lulus kuliah. Kamu lulus single."

"Ibu ini, kalau minta sesuatu jangan yang susah dong, kan nyari jodoh itu nggak segampang balikin telapak tangan, susah Bu, seperti cari jarum dalam jerami," ucap Shanum. Untuk urusan jodoh, dirinya terbilang sulit mencari, karena memang tipe sulit jatuh cinta. Jika tidak mampu menggetarkan hati. Ya lebih baik tidak.

"Itu banyak bujangan di komplek kita, ada Ferry, ada Raka, Hilman, di depan rumah ada duren, duda keren, mas Hendra."

"Absen saja semua, sekalian satu Rt."

Zaenab terkekeh, putrinya selalu saja begitu. Dirinya terlampau khawatir jika Shanum sampai tidak menikah. Gadis itu memang selalu mementingkan kebahagiaan keluarga di atas kepentingannya sendiri.

"Takut ibu nggak ada umur, Shanum."

"Jangan ngomong gitu, Bu. Umur itu rahasia, justru mungkin bisa saja Shanum yang mendahului ibu."

Zaenab mengerutkan dahi, "Hus, nggak boleh ngomong begitu."

"Ibu juga nggak boleh."

Zaenab tersenyum, "Oh iya ini ibu bikin nasi bungkusnya lebih banyak, nanti kamu bagiin aja buat teman-teman di kantor."

"Sip, Bu. Ya udah, aku siap-siap dulu ya." Shanum kembali ke kamarnya, berganti pakaian kerja.

Seperti biasa sebelum berangkat kerja dirinya berdandan lebih dulu. Harus tampil paripurna walaupun jomlo.

"Mbak Shanum ..."

Shanum melihat dari pantulan cermin adiknya tengah berdiri di depan pintu yang memang tidak ia tutup.

"Masuk Dek."

Fajar masuk ke dalam kamar kakaknya lalu mengucapkan selamat ulang tahun. Shanum tersenyum, lalu memeluk adiknya. Walaupun sudah tidak ada sosok ayah, Shanum masih merasa terlindungi karena memiliki adik laki-laki yang penyayang.

Shanum merasakan kehidupan keluarganya dengan penuh cinta dan saling mendukung. Orangtua dan anak saling mencintai satu sama lain. Tidak ada sikap egois dan mementingkan diri sendiri.

"Kuliah kan hari ini?" Shanum kembali duduk di depan meja rias.

"Iya Mbak, lagi banyak banget tugas." Fajar memperhatikan kakaknya yang sedang berias. Menurutnya wanita begitu telaten ketika sudah berhadapan dengan meja rias. Memang sudah kodratnya.

"Semangat yah, jangan kecewakan ibu dan Mbak," ucap Shanum. Selama ini bahkan ia mengesampingkan dirinya sendiri. Baginya kebahagiaannya adalah melihat adik dan ibunya senang dan tercukupi. Punggung kakak perempuan pertama haruslah kuat.

"Insyaallah sebentar lagi lulus, Mbak. Janji yah setelah aku lulus, mbak mau cari jodoh," ucap Fajar dengan penuh harap. Inginnya, jika ia lulus kuliah, giliran dirinya yang akan membahagiakan dua wanita hebat yaitu ibu dan kakaknya.

Shanum melirik Fajar sekilas lewat pantulan kaca, "Kamu ini sama saja kaya ibu. Tapi demi kalian, nanti mbak akan berusaha."

Fajar tersenyum, "Ya sudah, aku mau siap-siap berangkat kuliah dulu, mbak lanjutkan lagi dandannya." Shanum hanya menjawab dengan anggukan.

Selesai berdandan, Shanum segera menghampiri ibunya, berpamitan lalu membawa bungkusan makanan untuk sedekah Jum'at dan untuk teman kantornya.

Shanum mengendarai sepeda motor untuk sampai di tempat kerjanya. Tapi sebelum itu ia membagikan bungkusan terlebih dulu pada orang-orang yang membutuhkan di tepi jalan raya.

Selesai membagikan makanan, Shanum bergegas ke kantor, namun saat di lampu merah tiba-tiba ada sepeda motor yang menabraknya dari belakang, untung saja tidak kencang. Dirinya langsung menengok ke belakang, lalu segera turun dari sepeda motornya.

"Bapak, bapak tidak apa-apa pak?" tanya Shanum pada orang yang telah menabraknya. Seorang lelaki tua terjatuh dari motornya karena menabrak motor Shanum.

Beberapa orang ikut menolong. Tidak ada yang luka di tubuh Shanum, hanya saja motor bagian belakangnya sedikit tergores, tidak masalah baginya. Dirinya langsung mengecek kondisi lelaki yang menabraknya.

"Minum dulu pak." Shanum memberikan botol minumnya pada lelaki itu.

"Terimakasih, Mbak." Lelaki tua itu langsung meneguknya.

"Bapak pucat sekali, bapak sakit?"

Lelaki itu mengangguk, Shanum segera meminta tolong orang sekitar untuk memapah lelaki yang ada di hadapannya agar di bawa ke klinik terdekat. Dirinya juga memberikan jatah makannya pada lelaki itu.

"Makasih ya, seharusnya saya yang bertanggung jawab sama kerusakan motor Mbak nya, malah ini mbak nya yang banyak nolong saya," ucap lelaki itu, suaranya parau. Shanum jadi teringat bapaknya. Ia menjawab dengan senyuman, lalu melihat jam tangan di pergelangannya. Ternyata dirinya sudah telat tiga puluh menit. Shanum langsung berpamitan dan bergegas melanjutkan perjalanannya berangkat ke kantor.

Sesampainya di kantor, ia berlari melewati lobby, namun kondisi lobby terlihat seperti tak biasanya, karyawan ramai sedang berbaris. Dirinya ikut berbaris di belakang.

"Ada apa sih ini?" tanyanya pada teman kantor yang ada di depannya.

"Ada pengganti pak Nugraha, kan sudah sebulan ini pak Nugraha sakit keras."

"Hah, emang iya?" Shanum lalu berjingkat melihat ke arah depan sana, melihat siapa pengganti pak Nugraha.

Mata Shanum mendadak melotot, jantungnya berdegub kencang.

"Dia _"

☘️ Bersambung ☘️

(Jangan lupa like komen dan Vote, share apalagi, boleh banget🤭)

Terpopuler

Comments

De Nok

De Nok

siapa??

2024-02-02

0

De Nok

De Nok

nah loh

2024-02-02

0

De Nok

De Nok

ini memang sudah biasa sih,

2024-02-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!