"Brakk!"
Shanum nyaris berjingkat saat tiba-tiba seseorang membanting pintu depan. Ia sendiri baru selesai membantu bi Sumi menyiapkan makan malam.
"Astaghfirullahaldzim!"
"Apa tidak bisa pelan-pelan saja membuka pintunya?"
Laki-laki bertubuh tinggi itu enggan menanggapi ucapan Shanum yang masih asing di matanya. Ia justru melepaskan sepatunya lalu melemparnya begitu saja di atas lantai.
"Minum, Bi!" teriaknya.
Bi Sumi pun bergegas membuka pintu kulkas lalu meraih sebotol air mineral dari dalam sana.
"Sini, Bi. Biar aku saja yang memberikan minuman itu," ucap Shanum sembari mengambil alih botol itu dari tangan bi Sumi.
"T-t-tapi, Nak. Mas Hanan itu suka kasar."
"Tidak apa, Bi. Segalak-galaknya dia tidak akan menggigitku 'bukan?"
"Kamu punya dua kaki yang masih normal 'kan?!" ucap Shanum.
Hanan yang tengah asyik memainkan ponselnya itu pun sontak menoleh ke arah Shanum. Ia lantas mengamati penampilannya dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
"Kamu siapa? Eh! Hantu atau manusia sih? Kok kakinya nggak kelihatan?"
Hanan mengucek matanya berulang.
Gamis syar'i yang dikenakan Shanum menyapu lantai. Itulah yang membuatnya dikira hantu.
"Tentu saja aku manusia."
"Mana minumannya?" Hanan berusaha meraih botol berisi air mineral dingin itu namun Shanum justru mengerjainya dengan cara menarik ulur botol tersebut.
"Kalau mau botol ini ambil dulu sepatumu lalu letakkan di tempatnya," ucapnya.
"Kalau aku nggak mau?"
"Botol ini aku kembalikan ke dapur."
"Eitt … tunggu!" Hanan beranjak dari sofa lalu mengambil sepasang sepatunya kemudian meletakkannya di rak sepatu.
"Sini botolnya!"
"Tangkap!"
Hanan yang tidak siap membuat tangkapannya meleset hingga botol itu terjatuh dan menumpahkan seluruh isinya.
"Reseh banget sih kamu!" sentaknya.
"Nangkap gitu saja nggak bisa. Payah!"
Shanum mengacungkan jari jempolnya lalu memutarnya ke bawah.
"Njiiiir!" umpat Hanan seraya berjalan ke arah kamarnya.
"Nggak jadi minumnya?"
"Brakk!" Lagi-lagi ia membanting pintu.
"Mas Hanan pasti ngambek digituin sama kamu." Bi Sumi terkekeh.
"Biarin saja. Jadi orang kok semaunya sendiri. Memangnya dia hidup di mana? Di hutan?"
Hanan dibuat pangling dengan tampilan kamarnya saat ini. Tempat tidur yang biasanya dipenuhi pakaian dan sampah itu mendadak berubah begitu bersih dan rapi dengan sprei dan sarung bantalnya. Tak hanya tempat tidur saja, rak kayu tempat ia menyimpan buku dan barang-barang pribadi miliknya tertata rapi. Ia semakin dibuat heran saat mendapati isi lemari pakaiannya yang biasanya amburadul itu kini tertata rapi.
"Tumben sekali bi Sumi membereskan kamarku," batinnya.
"Mas … makan malam sudah siap," ucap bi Sumi dari depan pintu kamarnya.
"Nanti saja. Aku belum lapar.
"Mas Hanan nggak kapok ya, kemarin habis opname di rumah sakit gara-gara maag akut."
"Iya. Iya. Aku makan sekarang. Astaga. Kenapa semua menjadi cerewet sekarang," gerutunya kesal.
Hanan beranjak dari kamarnya lalu menuju ruang makan.
"Rayhan sama Adnan belum pulang, Bi?"
tanyanya.
"Belum, Mas."
"Pasti mereka ke diskotik lagi."
"Bibi lihat belakangan ini Mas Hanan selalu pulang lebih cepat dari mas Rayhan dan mas Adnan."
"Aku lagi jomblo, Bi. Nggak ada yang menemamiku jalan."
"Loh, apa Mas Hanan putus lagi sama mbak Naomi?"
"Ah! Gadis itu hanya menganggapku mesin ATM nya. Apa saja yang dia minta selalu kuberikan, tapi ternyata dia menusukku dari belakang."
"Mungkin mbak Naomi bukan jodoh Mas Hanan."
"Jangan dulu bicara jodoh, Bi. Aku masih takut untuk menikah."
"Takut?"
"Setelah menikah aku pasti tidak bisa sebebas sekarang. Belum lagi kalau nanti aku punya anak. Aku pasti susah bertemu dengan kawan-kawanku lagi."
"Kalau cara berpikirnya begitu, kapan ku mau nikah?" Shanum menimpali.
"Nyamber saja kaya bensin. Memangnya siapa yang meminta kamu berkomentar?!" gerutu Hanan kesal.
"Justru ketenangan hati seseorang bisa didapatkan setelah ia menikah. Kalau cara berpikirmu saja dangkal begitu kamu tidak akan berani menikah dan akan menjadi bujang lapuk."
"Astaga. Kenapa gadis menyebalkan ini bisa masuk ke dalam rumah kita sih, Bi?" protes Hanan.
"Shanum ini yang akan membantu bibi mengurus rumah. Bibi tidak sanggup mengurus nyonya Arimbi sekaligus mengurus rumah ini."
"Memangnya Bibi dapat dari mana perempuan model begini?"
"Oh, ada seseorang yang merekomendasikannya. Oh ya, Mas Hanan mau makan sama apa? Ayam goreng, atau ikan?"
Bi Sumi menuangkan dua centong nasi hangat lalu menyodorkannya pada Hanan.
"Makan saja masih harus diladeni. Kenapa nggak jadi bayi lagi saja," sindir Shanum.
"Bibi yang meladeniku saja tidak keberatan, kenapa kamu yang protes?"
"Aku heran saja, kenapa laki-laki dewasa sepertimu masih saja manja. Jangan-jangan mandi saja masih harus dimandikan," ledek Shanum.
Rupanya ucapan itu menyulut emosi Hanan. Tiba-tiba saja laki-laki berusia 22 tahun itu meraih gelas berisi air putih lalu menyiramkannya di pakaian Shanum.
"Astaghfirullahaldzim!"
"Itu pantas didapatkan oleh gadis yang banyak mulut sepertimu!"
"Mas Hanan kenapa kasar begitu sama Shanum?" protes bi Sumi.
"Tidak apa, Bi. Mungkin hal ini akan membuatnya puas," ujar Shanum. Ia lantas beranjak meninggalkan ruang makan.
Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dari arah ruang tamu.
"Kalian dari mana?" tanya Hanan.
Kedua orang yang baru saja memasuki ruangan itu rupanya Saudara laki-lakinya, Rayhan dan Adnan.
"Aku nongkrong di cafe saja kok," jawab Rayhan. Ia lantas menarik sebuah kursi kemudian mendudukinya.
"Kalau kamu, Nan?"
"Aku dari rumah Juan."
"Kamu pikir aku percaya? Kamu pasti habis jalan sama salah satu pacarmu."
"Kamu memang sulit dibohongi." Adnan yang merupakan si bungsu dari ketiga kakak beradik itu terkekeh.
"Masak apa, Bi?" tanya si sulung Rayhan.
"Ayam goreng dan ikan bakar, Mas."
"Enak nih." Rayhan meraih sebuah piring lalu mengisinya penuh dengan nasi hangat dan ikan bakar beserta sambalnya.
"Makanan Bu Sumi memang tiada duanya," ucapnya dengan mulut berisi penuh makanan.
"Oh ya, nenek di mana, Bi?" tanya Adnan.
"Nyonya besar ada di kamarnya. Biasanya sebentar lagi akan memanggil saya."
"Sumi! Sumi!" teriak seseorang dari arah sebuah kamar.
"Nah, benar 'kan? Saya ke kamar nyonya besar dulu." Bi Sumi beranjak meninggalkan meja makan lalu menuju kamar nyonya Arimbi.
Usai makan malam, Raihan dan. Adnan menuju kamar mereka. Tentu saja keduanya kaget bukan main mendapati kamar mereka yang tiba-tiba berubah menjadi bersih dan tertata rapi.
"Tumben sekali bibi membersihkan kamarku," batinnya.
Tidak jauh beda dengan sang kakak, si bungsu Adnan pun keheranan mendapati keadaan kamarnya sekarang. Si selalu penasaran ini pun memutuskan untuk menanyakannya pada sang bibi.
"Bi Sumi tumben sekali membersihkan kamar kami, biasanya nggak pernah sempat 'kan?"
"Bukan bibi yang membersihkan kamar kalian bertiga."
"Lantas?"
"Shanum yang membersihkan kamar kalian."
"Shanum? Siapa dia?"
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Jumadin Adin
ooo ternyata nyonya besar arimbi nenek dari 3 cowok tadi,ku pikir mamanya
2023-02-20
0
Friasta
Eh, bentar, kayaknya aku kelewat sesuatu ... jadi Arimbi itu neneknya, ya?
2023-01-08
0