Menangis

Tiara masih menangis sepanjang perjalanan menuju rumah bosnya.

"Kenapa dia malah menyuruhku ke rumahnya? Tidak bisakah aku bersedih dengan baik?" Tiara terus menerus menggerutu. Menyesali bosnya yang selalu seenak jidatnya. Mentang-mentang dia adalah asisten pribadi, bosnya seenaknya saja memerintah dirinya kapanpun pria itu mau.

Ryan, yang bernama lengkap Ryanda Ramadian. Dia adalah pria berusia dua puluh lima tahun. Seorang CEO di perusahaan ayahnya yang bernama Rama Adrian. Sama halnya seperti ayahnya yang terkenal galak, Ryan juga sangat galak dan suka memerintah seenaknya. Memang, dia adalah anak satu-satunya dan menjadi pewaris tunggal. Akan tetapi, dia malah memanfaatkan kesempatan itu untuk memerintah sesukanya.

Sesampainya di rumah rumah Ryan, Tiara pun langsung mengusap air matanya dan memakai sedikit make up agar wajahnya tidak kelihatan habis menangis.

Dia pun masuk ke dalam rumah itu setelah seorang pembantu membukakan pintu.

"Masuk, Mbak, sudah tunggu Pak Ryan," ucap sang pembantu.

"Pak Ryan marah tidak, Bu?" tanya Tiara ragu.

"Lumayan, Mbak. Katanya dia baru saja menerima berita tidak mengenakkan dari orang tuanya. Tapi tidak tahu berita seperti apa."

Tiara hanya mengangguk saja. Dia pun berjalan menuju ke lantai dua, tepatnya di ruangan kerja Ryan.

Pintu pun diketuk olehnya hingga terdengar suara pintu terbuka sendiri. Pintu otomatis itu tentu saja diaktifkan dengan mode jarak jauh sehingga Ryan tidak perlu membukanya.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya kesal. Raut wajah yang tak pernah bisa berubah. Mau suasana hati senang ataupun marah, raut wajahnya tetap seperti itu. Selalu masam dan galak.

"Maaf, Pak, tadi saya sedang…."

"Sudahlah, alasanmu sama sekali tidak penting bagiku! Sekarang bantu aku mengerjakan ini semua!" Ryan pun memberikan laptopnya pada Tiara.

Setelah dilihat, Tiara pun mulai mengerjakannya. Sebenarnya pekerjaan ini bukanlah pekerjaannya karena dia hanya melayani kebutuhan pribadi Ryan saja, bukan pekerjaan yang harusnya dilakukan sekretarisnya. Namun, Tiara selalu saja mendapatkan pekerjaan ini tanpa bisa menolaknya.

"Denis sedang sakit! Dia memang sangat lemah!" ucap Ryan seolah membaca pikiran Tiara yang sedang menggerutu tentangnya.

'Sakit? Ya jelas dia sakit, Pak. Anda menyuruhnya bekerja lembur sampai jam lima pagi. Lalu pukul tujuh, anda menyuruhnya ikut meeting di luar kota. Dan malam harinya, anda malah menyuruhnya menjaga mobil anda. Ya jelas dia sakit. Dia itu manusia, bukan robot!' batin Tiara kesal.

"Oh, ya, besok kita ada meeting penting bersama Pak Leo. Semua file sudah dikirim Denis, kamu hanya tinggal mempelajarinya saja dan menggantikan dirinya besok untuk presentasi."

Begitulah kalimat yang seenaknya keluar begitu saja dari mulut Ryan. Dia menyuruh Tiara untuk menggantikan posisi Denis, padahal pekerjaannya tidak ada kaitannya dengan itu.

"Leo itu kekasihmu, kan? Berterima kasih lah karena kamu bisa bertemu dengannya tanpa mengatur jadwal terlebih dahulu."

Mendengar hal itu, Tiara pun tak mampu membendung perasaan sedihnya lagi. Padahal dia sudah berusaha untuk melupakan kejadian tadi. Tapi, kini Ryan malah mengungkitnya kembali.

"Huuaaaaa." Tiara pun menangis tersedu-sedu. Hal itu pun malah membuat Ryan terkejut. Kenapa Tiara menangis sampai seperti itu di depannya? Bahkan selama ini dia tidak pernah melihat Tiara menangis.

"Hei, kamu kenapa? Kenapa menangis? Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Apakah menggantikan pekerjaan Denis adalah hal yang berat?" Ryan tampak kebingungan melihat Tiara yang masih terus menangis tanpa mau berkata sedikitpun.

"Tidak, Pak, bukan itu! Huaaa! Saya sedih karena baru saja memergoki Leo berselingkuh dengan sahabat saya sendiri!" Tiara mengambil tisu dan mengusap air matanya meski terus saja berjatuhan.

"Hah? Leo melakukan itu? Dengan sahabatmu? Yang sering bersamamu itu? Yang rambutnya seperti habis disetrika?"

"Bukan habis disetrika, Pak. Rambutnya memang begitu karena dia adalah model shampo terkenal."

"Tapi, haruskah kamu mengaitkan masalah pribadi dengan pekerjaan?" Meski sedikit kasihan, namun Ryan tidak ingin mengganggu pekerjaannya.

"Seharusnya tidak, Pak. Tadi saya ingin sekali pulang ke rumah dan menangis semalaman. Tapi Bapak menyuruh saya ke sini secara tiba-tiba. Wajar kalau saya menangis di sini."

"Kan saya tidak tahu kalau kamu baru memergoki Leo selingkuh." Ryan masih saja membela dirinya. Ya, dia memang tipikal bos yang tidak ingin disalahkan. Meskipun dirinya yang salah, dia lebih suka melimpahkannya pada orang lain.

Terpopuler

Comments

🕊⃟🍁F1R4

🕊⃟🍁F1R4

Sungguh malang nya si asisten yg namanya Denis itu huaaaa tdk bisa ku gambarkan🤣🤣🤣

2023-01-03

0

🕊⃟🍁F1R4

🕊⃟🍁F1R4

Hahaha Boss sengklek🤦🏻‍♀️🤣🤣🤣

2023-01-03

0

zian al abasy

zian al abasy

bos luknut nie si Ryan🤗🤗 gk tau ap Tiara lg brduka..brduka krna cinta mlihat pcar lg enk2 d ranjang🤣🤣

2023-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!