...🌻🌻🌻...
Al berkali-kali mendecak dalam hati manakala melintasi gunungan sampah yang menyiksa hidungnya. Benar-benar pengalaman yang tak pernah ia bayangkan, jika harus turun di lapisan masyarakat paling bawah.
" Lah tumben baru pulang kau Dhis. Macam mana, masih betah ko kerja disana?"
Seorang pedagang es buah dengan wajah khas pulau di Utara Indonesia yang selama ini berdagang di kawasan perumahan sempit menyapa wanita ramah itu.
" Ya betah nggak betah mbak. Namanya cari duit. Belum waktunya jadi tulang rusuk mbak, masih jadi tulang punggung!" Sahut Dhisti meringis.
Mbak-mbak kang es itu terkekeh dengan celetukan Dhisti yang selalu dirasa tak dibuat-buat.
Al yang masih mengenakan masker, topi, juga jaket hanya bisa diam saat melihat interaksi dua manusia kelas teri itu. Sedikit kagum sebab Dhisti merupakan orang yang ramah.
" Ciko mana?"
" Ada di dalam itu, sebentar e."
" Ko, keluar kau. Ngapain di dalam kau itu , aku banting lama-lama hape kau itu ya! di panggil mbak Dhisti ini nih!"
Tak berselang lama, pasca suara yang begitu memekakkan telinga itu terlontar dan membuat Al mendelik, muncul seorang bocah berusia lima tahun dengan ingus yang membentuk angka sebelas, baju mengkerut karena kekecilan, dengan wajah yang tampak lesu.
" Nih ko buat saku sekolah besok. Yang pinter ya. Jangan nakal sama Mama ya!"
" Ih Dhisti...kenapa ko sering-sering kasih kami uang. Pakai untuk keperluan mu to..." Ucap Mama Ciko yang terlihat tak enak hati demi melihat selembar rupiah berwarna biru.
" Sedikit mbak. Aku tadi dapat rezeki halal. Dah ya aku pergi dulu!"
Mama Ciko yang masih tak enak hati kini mengangguk tersenyum. Merasa sungkan karena wanita itu selalu saja kerap memberi mereka dengan dalih uang saku untuk Ciko. Membuat Al tercenung.
" Jadi dia membagi uang yang dia dapat dariku? CK yang benar saja, uang segitu dia bagi-bagi. Bahkan aku sudah di traktir olehnya. Astaga!"
Al mendecak dalam hati, sebab uang dengan nominal yang menurutnya sangat sedikit dan biasanya ia habiskan hanya untuk membeli sebuah sandal jepit itu, mampu digunakan untuk berbagi macam kepentingan.
Daebak!
" Ini siapa lagi Dhis? Seperti bukan Aris rupanya!"
Mama Ciko memindai tampilan Al yang terlihat bersih dan mencolok di kalangan kumuh seperti mereka. Tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya sebab pacar Dhisti memang sudah lama tidak datang kesana.
Membuat Dhisti turut menatap Al yang masih terbungkus dengan hoodie juga masker hitam. Benar juga!
" Ahh ini...tukang paket mbak. Iya tukang paket. Tadi nanya rumah orang ujung pas aku lewat, jadi sekalian ikut aku!"
Apa?
Al mendelik kala dia disebut sebagai tukang paket. Sialan!
Usai memungkasi percakapan ringan itu, mereka berdua kemudian pergi bersama menuju rumah Dhisti. Kini, Al tampak mensejajari langkah Dhisti yang tampak lelah itu dengan sedikit menggerutu
" Apa kau gila, kenapa kau mengatakan jika aku tukang paket?" Protes Al sembari berjalan beriringan.
" Lalu aku harus mengatakan kau siapa? Pacarku?" Jawab Dhisti melengos.
Al mendelik dibuatnya. Wanita ini!
" Sudahlah, lagian dimana sih rumah saudaramu? Jangan bilang kau mau bermalam disini! Rumahku sempit, mau tidur dimana kamu?"
Kini, Al semakin bingung untuk menjawab apa. Adiknya akan menggelar acara itu besok malam, setidaknya ia harus menghilang hingga besok siang. Ia bahkan mematikan ponselnya agar semua berjalan sesuai rencananya. Masa bodo untuk lusa nanti.
Ah entahlah!
" Kakek aku pulang!"
Al diam manakala melihat Dhisti berteriak lalu masuk kedalam rumah sederhana , yang hanya berukuran lima meter dengan panjang kurang lebih delapan meteran itu.
Dari arah dalam, ia juga melihat pria yang tiba-tiba muncul dari balik dinding. Seorang pria yang tak lagi muda dengan rambut yang telah memutih.
" Akhirnya kau pulang juga. Sebentar, kakek buatkan minum dulu!"
Dhisti mengangguk seraya melempar tubuhnya ke sofa sederhana yang warnanya sudah memudar. " Dua ya kek, aku pulang nggak sendiri!"
" Aris ikut?" Sahut kakek dari dalam yang belum sempat melihat Al.
" Bukan, aku datang sama orang kesasar. Kasihan dia. Woy mas masuk sini, astaga aku bahkan belum tahu mamamu!"
Al yang di sebut sebagai orang kesasar kini mendengus seraya merunduk sebab tinggi tubuhnya melebihinya gawang pintu rumah Dhisti yang rendah.
" Kamu nggak ngap maskeran melulu, buka apa. Aku lihatnya sumpek!" Tukas Dhisti yang kini mengipasi tubuhnya dengan kipas angin kuno yang seharusnya masuk batang rongsokan.
Al menghembuskan napas panjang demi melihat Dhisti yang dar der dor kala berucap.
" Wanita ini sungguh tidak menjaga image!"
Beberapa saat kemudian, kakek Dhisti datang dengan membawakan dua gelas air putih ke ruang tamu mereka yang sederhana. Membuat Al tersentuh dengan rupa sang kakek yang tampak sendu.
Saat kakek itu datang, Al tepat membuka maskernya. Membuat kakek itu menatap wajah tampan, yang sepertinya sangat familiar.
" Kamu temannya Dhisti?" Tanya Kakek sesaat setelah menghidangkan segelas air putih itu.
" Iya " Jawab Al.
" Bukan" Jawab Dhisti.
Mereka berdua kompak menjawab namun dengan jawaban yang berbeda. Membuat kakek bingung.
Dhisti mendengus sementara Al menunduk belingsatan.
" Maaf saya nanya begitu. Soalnya, Dhisti ini nggak terlalu punya banyak teman. Jadi...saya juga pingin tahu siapa teman cucu saya!"
Al yang bingung harus bagiamana sekarang, kini harap-harap cemas dan berharap tak ada yang mengenalinya.
" Tapi...saya kok ngerasa familiar ya sama kamu!"
" Mampus!" Batin Al tegang. Takut kalau-kalau kakek itu mengenali siapa dirinya.
" Familiar gimana, wajar kalau familiar kek, orang tampan dan wajah bersih kan sering kakek lihat di TV!" Tunjuk Dhisti ke benda kotak berbentuk tabung seukuran kardus air mineral menggunakan dagunya.
Al yang kini di tatap oleh kakek tampak harap-harap cemas. Jangan sampai ia di kenali atau akan timbul masalah baru.
" Kau benar, wajah artis di tivi sama-sama semua. Mungkin karena sering lihat orang buluk di daerah sini, jadi saat lihat kamu kesannya lain!"
Ia turut pura-pura tergelak saat kakek itu berbicara sambil tertawa. Merasa lega sebab rupanya pria itu tak mengenalinya.
" Nih kek tadi aku dapat rezeki. Aku bungkusin makan buat kakek!" Seru Dhisti mengeluarkan sebuah bungkusan dari kertas minyak berwarna coklat.
Lagi, sebuah keajaibannya kecil dilihat Al tepat di depan matanya. Uang yang menurutnya sangat sedikit dan tak berharga itu, nyatanya mampu membuat beberapa orang terlihat bahagia.
" Wah, kebetulan kakek lapar. Kalian sudah makan?"
Al mengangguk di hadapan kakek yang tampak berbinar dihadapan sebungkus nasi lele yang sederhana itu.
" Jadi kamu sebenarnya siapa? Maksud saya, jarang Dhisti itu ngajak temennya pulang. Cucu saya itu orangnya suka minder.
" Eh iya, aku bahkan belum tahu siapa nama kamu!"
Al meneguk ludahnya sendiri dengan bingung. Bagaimana ini?
" Emm nama saya...Saki!"
Membuat Dhisti menoleh heran. " Namamu mirip dengan nama pria terkenal yang tadi kita hindari!"
Membuat Al seketika tersedak air yang baru saja ia minum.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Eva Amelia
wkwkwk sabar dhis , tulang punggung mu udah ada di depan mata tuh 😅
2023-01-20
1
Nur Denis
lha kan emang dia orangnya Dhis🤣🤣
2023-01-07
0
marhayati
bukan mirip lgi dis,emang dia🤣🤣🤣ELSAKI🤭
2023-01-05
0