...🌻🌻🌻...
Sementara itu, Dante yang merupakan tangan kanan Al tampak menunduk kala seorang wanita cantik mengomel kepadanya dengan waja bersungut-sungut.
" Kau pasti bersekongkol kan? Dimana kak Al, ponselnya bahkan mati dan tidak bisa aku hubungi!"
Adalah Dante, pria lajang yang usianya sama dengan Alsaki itu, merupakan pria yang menjadi tangan kanan Al sejak kurang lebih lima tahun terakhir. Menjadi orang nomer dua pengambil keputusan di perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya mineral bumi itu.
" Aku juga tidak tahu, terakhir dia berbicara kepadaku sebelum dia bertemu dengan tuan Herlambang!" Jawab Dante dengan mimik wajah yang selalu serius.
" Memangnya dimana mereka bertemu?"
" Di mall!"
" CK!" Puri mendecak kesal seraya melempar tubuhnya pasrah ke sofa di kantor kakaknya itu. Sedikit frustasi sebab sebenarnya ia sudah kadung janji kepada temannya, namun kakaknya justru menghilang.
Damned!
Lain ladang lain belalang, lain orang lain persoalan. Jika Puri dan Dante sedang mumet dalam mencari dimana keberadaan pria berkumis tipis itu, lain halnya dengan Al yang kini justru merasa tenang sebab tak mendapatkan gangguan dari para manusia itu menyenangkan sekali rasanya.
Ia tidak tahu Dhisti dan kakeknya ada dimana saat ini. Namun yang jelas, ia sepertinya telah berhasil terlelap diatas sofa yang masih pegas, meski warnanya sudah mirip make up yang luntur.
Kusam dan tak menarik.
Pria itu melihat jam dinding yang bergerak tak jemu. Menunjukkan angka 4 sore.
" Astaga!" Gumam Al yang menyesali diri jika ia malah ketiduran dengan enaknya.
Namun, ketenangan jiwanya rupanya tak berbanding lurus dengan keadaan di rumah itu. Rumah itu sangat panas meski kipas angin dengan kualitas nomere satu di jamannya itu telah lelah menggeleng kesana kemari mengupayakan angin yang tak sejuk.
Membuat Al serasa ingin menceburkan diri kedalam kolam renang sebab gerah dan panas menyerangnya dalam waktu bersamaan.
" Dimana wanita itu, kenapa sepi sekali!" Ia bergumam karena ia kini benar-benar merasa sendiri dirumah orang asing yang telah menolongnya untuk menyepi.
Namun, baru saja ia hendak beranjak dari sofa kuno itu, sebuah suara dari luar terdengar hingga ke dalam ruang tamu tempat dimana dia berada.
" Tapi Ris, kamu bilang kamu nggak masalah jika aku kerja disana!"
" Itu dulu Dhis, sekarang coba kamu lihat diri kamu. Kamu bahkan nggak memperhatikan penampilanmu sama sekali!"
Al mengintip dua manusia yang tampak berdebat kecil, di depan selasar mungil dengan menyibak tirai dari kain rayon itu secara perlahan.
" Oh..jadi kamu sekarang mempermasalahkan kerjaan aku ini karena kamu udah dapat kerja yang lebih keren? Iya?"
" Bukan gitu Dhis, aku itu cuma pingin kamu di hadapan mama aku..."
" Terserah kamu deh Ris. Kamu yang sekarang emang beda dengan Aris yang aku kenal dulu. Aku nggak nyangka, pertemuan kita malah justru kayak gini. Aku cuman mau ngomong satu hal sama kamu, sejak dulu aku nggak pernah mempermasalahkan kondisi kamu Ris.Tapi jika kamu sekarang berbuat kayak gini ke aku, setidaknya kita bisa lihat mana yang sebenarnya serius buat berhubungan!"
Dhisti yang lelah untuk berdebat memilih masuk sebab ia tahu jika ia meladeni Aris, ujung-ujungnya pasti banyak tetangga yang menonton hal itu.
" Dengerin aku dulu Dhis.."
" Dhis..!"
Al yang melihat Dhisti hendak masuk kedalam rumahnya, kini buru-buru kembali ke posisi semula guna menghindari kecurigaan Dhisti.
BRAK!
Suara pintu yang di banting memberikannya kesempatan dirinya untuk pura-pura bangun. Kini, ia bangun tanpa mengucapkan kata dan menatap Dhisti dengan tatapan ragu-ragu.
" Apa lihat-lihat!" Ketus Dhisti kepada Al yang baru bangun itu. Membuat Al mendengus.
" Apaan sih, ngamuk-ngamuk gak jelas!"
Dhisti malah melengos dan tak berniat meladeni Al yang semakin membuatnya kesal. Dhisti merasa sedih, Aris yang selama ini membuatnya semangat menjalani kehidupan, kini mendadak berubah dan menjadi pribadi yang menuntut ini itu.
Al melirik pria manis yang tampak berjalan lesu keluar. Al mendunga jika pria itu pasti merupakan pacar Dhisti.
" Apa menurutmu, aku ini jelek?"
Al yang semula masih fokus ke punggung Aris yang menuju ke arah motornya, kini seketika mendelik kala mendengar suara Dhisti yang menanyakan hal itu secara langsung kepadanya.
" Wanita ini benar-benar!"
" Jawab, apa kau juga mau mengatakan jika aku..."
" Memangnya kenapa? Cantik itu relatif. Apa kau baru bertengkar dengan pacarmu?"
Dhisti mendecah tak percaya. Bisa-bisanya ia justru meminta pendapat kepada laki-laki asing itu. Oh tidak. Tapi, ia juga butuh penilainya saat ini.
" Katakan saja, aku ini jelek atau tidak!" Dengus Dhisti yang semakin berengut kala menatap Al.
"Tidak terlalu!"
" Tidak terlalu apanya!"
" Yaaa..tidak terlalu jelek. Maksudku...kau lumayan kok. Hanya saja, dadamu itu terlalu kecil!"
" Apa kau bilang, dada segini kau bilang kecil? Memangnya apa tolok ukur yang kau gunakan untuk mengatakan ukuran dada yang ideal, biji kelapa?"
Al mendengus saat wanita itu justru mengomelinya. Astaga, seumur-umur baru wanita itu yang berani mendebatnya dan bahasa konyol.
" Aku kan hanya berkomentar, kenapa kau marah!" Seru Al yang menjadi serba salah.
Kini, keduanya tampak diam usai adu mulut. Dhisti merasa kesal sebab Aris telah berubah, sementara Al, pria itu tampak menatap wajah Dhisti yang terlihat penuh beban.
" Jadi gimana? Saudaramu sudah biasa di hubungi apa belum? Ini udah mau magrib. Aku tidak bisa sembarangan menerima orang untuk menginap!"
Membuat seketika Al terlolong dan. Ia lupa jika aturan di rumah ini jelas tak seperti apartemennya yang selalu bebas menerima orang tanpa birokrasi perijinan.
Sial!
" Aku akan menunggu sampai jam tujuh malam!"
Dhisti mengangguk tanpa bantahan. Ia tak mau lagi buang-buang energi untuk marah-marah.
" Kau bukan orang jahat kan? Kalau aku lihat-lihat, pakaianmu pakaian mahal. Pakaian yang biasanya di panjang di bagian khusus di mall tempatku bekerja. Sepatumu juga!"
Al keranjingan kala Dhisti tampak memindai tampilannya. Jangan sampai kedoknya terbongkar.
"Barang KW yang nyaris mirip kan sekarang juga banyak!" Elak Al mencoba meyakinkan Dhisti.
" Iya sih, kau benar juga!"
Waktu terus bergulir. Al yang semula tak memikirkan dampak saat mengikuti wanita galak itu, kini merasa ketar-ketir sebab tak ingin membuat mereka di datangi oleh ketua satuan lingkungan tempat dimana mereka tinggal.
Al sejenak berpikir, jika sampai ketua satuan lingkungan mendatangi rumah Dhisti, kemungkinan dia tertangkap akan semakin besar. Karena bisa jadi, orang lain tak secuek Dhisti.
Ia buru-buru menghidupkan ponselnya saat Dhisti terlihat menuju ke arah belakang. Pikirannya mendadak berubah saat ia tahu semua ini mungkin akan membuat masalah untuk Dhisti.
" Dan, jemput aku jam di jalan Pegangsaan XX. Jangan katakan ini kepada Puri atau siapapun!"
Usai memastikan pesannya telah terkirim. Al mematikan kembali ponselnya lalu memasukan barang pipih berharga mahal itu kedalam ranselnya.
Beberapa saat kemudian, Dhisti muncul dengan membawa sebuah barang dalam kantong kecil yang entah apa isinya.
" Kau tidak mandi?" Tanya Dhisti yang masih heran kepada Al yang belum juga berpindah posisi.
" Enggak, keluargaku sudah bisa aku hubungi!"
" Oh ya?" Sahut Dhisti seraya mendudukkan tubuhnya ke atas sofa itu. Terlihat cukup berminat dengan info palsu yang menurutnya menggembirakan itu.
Al mengangguk, " Terimakasih sudah memberiku tumpangan!"
Wanita itu turut mengangguk, " Kakek sedang pergi ke tetangga. Ini ada minuman juga makanan ringan untukmu. Lumayan buat di perjalanan. Jangan minta lebih, uangku tidak cukup untuk membeli lagi. Habis buat beli beras!"
Al tertegun, sama sekali tak mengira jika Dhisti bahkan memikirkan dirinya yang hanya orang lain semata.
Detik yang berdentang, membuat waktu berjalan pasti. Tiba saatnya Al untuk keluar, karena ia yakin jika Dante pasti saat ini sudah datang menjemputnya.
" Aku pergi sekarang!"
" Memangnya sudah di jemput?"
" Ada di depan!"
Dhisti mengangguk tak curiga. " Baiklah, salam untuk keluargamu. Ini bawalah!"
Al menerima kantung berisikan dua botol minuman itu dengan hati yang tak bisa ia jelaskan. Seorang wanita yang baru saja ia kenal lewat ketidaksengajaan itu, ternyata memiliki sikap yang begitu baik kepada siapapun.
" Aku pergi, Terimakasih!"
Dhisti mengangguk. Pria aneh itu menghilang juga dari pandangannya. Sedikit heran, kenapa di tahun milenium seperti saat ini, masih saja banyak orang aneh berkeliaran.
Setibanya di jalan, Al tampak memastikan jika tak ada orang yang melihatnya, pria itu masuk kedalam mobil Alphard hitam yang di dalamnya telah berisi Dante.
" Kau membuatku cemas bos!"
Sapa Dante kala bosnya telah masuk kedalam mobil. Ia melirik dari kaca kecil di depan, saat Al melucuti seluruh atribut penipuannya.
" Ada info apa?" Tanya Al sesaat setelah membuka topi hitamnya yang membuat seluruh rambutnya lepek.
"Puri kesal karena anda mematikan ponsel. Saya yang jadi kena omel!"
Al terkekeh mendengar hal itu. Ia bisa membayangkan wajah tegang Dante yang pasti sabar saat menghadapi Puri yang uring-uringan.
" Apa itu bos? Apa itu sampah? Mana, saya akan bantu buang"
Dante yang ekor matanya tak sengaja melihat ke arah bungkusan lusuh yang entah isinya apa itu, takut kalau-kalau Al merasa tak nyaman.
" Akan aku patahkan tanganmu jika kau berani membuang ini Dan!"
Dante mengerutkan keningnya. Pria itu memang tidak tahu jika Al yang justru membawanya
" Dia memberi ini dalam kekurangannya. Wanita itu benar-benar unik"
Dante semakin keheranan kala melihat wajah bosnya tersenyum-senyum penuh arti. Sedikit kaget sebab selama ini Dante nyaris tiada melihat bosnya serileks itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Sabaku No Gaara
kiipas bayik gitu juga...sdh mengeleng² tpi tetap aja msih tengleng/Facepalm/
2024-04-06
0
M akhwan Firjatullah
koyo kipas neng omah ku ae Mak..belok kanan belok kiri tetep ae panas
2023-02-01
1
Rina Wati
semakin menarik,dan aku sukaaa...
2023-01-27
0