Klek ....
Seorang wanita berdiri di ambang pintu, raut wajah bahagianya sirna begitu saja saat melihat Keisha dan suaminya terlihat dekat.
"Sayang, kamu punya wanita lain?" lontarnya, sambil tersenyum masam.
Fauzan terperanjat, dia menghempas tangan Keisha dengan cepat dan melangkah mendekat pada Aina.
"Sayang, kamu mengantar bekal makan siangku?" tanya Fauzan, seperti biasa.
Aina diam, menatap suaminya dengan lekat. Mencoba mencari ketakutan di dalam matanya, tapi dia tak menemukannya.
Aina melirik pada Keisha yang tampak menantang. Memandangnya dengan wajah angkuh dan dagu yang sedikit terangkat.
"Keisha," panggil Aina, dengan suara lembut. Tapi tatapan yang begitu tegas itu membuat Keisha gentar seketika.
"Wahh ... lihat tatapannya. Aku tidak pernah melihatnya karena dia selalu tersenyum ramah saat menyapaku," batin Keisha, mendadak resah.
"Ya, Bu," sahut Keisha, patuh.
"Kemari dan bawa apa yang ada di meja itu," seru Aina, masih dengan tatapan yang sama.
Fauzan berkeringat dingin. Istrinya yang selalu lemah lembut, kini bertindak tegas layaknya ketua BEM saat mereka kuliah dulu.
"S-sayang," cicit Fauzan, membuat lirikan tajam istrinya berpindah padanya dengan cepat.
Fauzan tertegun. Dia menundukkan kepalanya, selayaknya orang yang tengah memiliki salah.
"Bawa kemari, Keisha!" tutur Aina, kembali. Namun kini, suaranya penuh dengan penekanan sampai Keisha pun ciut dan mengambil test pack yang ada di atas meja Fauzan.
Aina terdiam, memperhatikan benda yang ada di genggaman Keisha dengan jantung berdebar kuat.
Sesak rasanya melihat benda itu ada di genggaman sekretaris suami tercintanya.
Selangkah demi selangkah Keisha mendekat pada Aina dengan langkah gentar, dia tampak takut. Begitu pula dengan Aina yang takut menghadapi realita saat benda itu benar-benar sampai di tangannya.
"Apa–" gumam Aina, dengan suara parau nan lirih. Membuat Keisha menatap raut wajah sendunya dengan tatapan menyakitkan. "Dua garisnya tebal?" tanyanya, melanjutkan.
Keisha terkejut, belum sampai benda itu di tangan Aina, belum sempat istri Fauzan itu menampar dirinya, tapi Keisha sudah terpukul terlebih dahulu saat mendengar pertanyaannya.
"Kamu diam, Keisha? Bukannya kamu meminta pertanggungjawaban dengan membawa itu padanya?" seru Aina, berakhir memandang Fauzan dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
"I-iya, Bu. Saya meminta pertanggungjawaban Pak–"
Hahh ....
Aina menghela napas dengan kasar, seakan menyentak dan tak percaya dengan peristiwa di depannya ini.
Keisha terdiam, menatap setiap kelakar Aina yang membingungkan. "Bukannya dia harus marah karena suaminya selingkuh?" batinnya, heran.
Aina kembali menghela napas panjang, memberikan bekal suaminya dengan baik-baik, seperti biasa.
Setelah itu, Aina mencium punggung tangan suaminya, dan memandang Fauzan dengan tatapan lekat.
"Sayang," cicit Fauzan, getir.
Melihat kedua mata Aina yang tak gentar, membuat hati kecil Fauzan seakan di cubit. Ada perasaan ngilu yang mendatangkan rasa tidak nyaman di kerongkongannya.
"Hari minggu, datanglah ke rumah saya, Keisha," cetus Aina, menatap lurus pada Keisha yang terkejut mendengarnya.
"Alih-alih terlihat sexy, kenakan pakaian yang rapi. Anak sulung saya sudah baliqh. Tolong jaga matanya dengan menutupi auratmu," lanjut Aina, meminta dengan senyuman samar yang bertengger di wajah sendunya.
"Baik, Bu," jawab Keisha, patuh dengan kepala setengah menunduk, karena tidak berani melihat Aina yang tampak sedih, tapi berusaha tegar di depan mereka.
Aina menoleh kembali pada Fauzan dengan senyuman manis. "Aku pulang dulu, sayang. Sebentar lagi aku harus menjemput Nuri di sekolah," ucapnya, lembut.
Fauzan melihat istrinya berbalik begitu saja dengan perasaan sakit hati.
"Maaf," ucap Fauzan, membuat langkah Aina terhenti sejenak.
Aina menoleh padanya dan mengangguk pelan, di sertai senyuman ikhlas, sebelum wanita itu kembali melangkah meninggalkan mereka.
"Tidak apa, sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments