Bab 5
Bangun, Pandu, Joye dan Alan pun digiring menuju ruangan Bimbingan Konseling dengan wajah yang tertekuk dan tertunduk lesu, kecuali Bangun. Dia tak bisa menghilangkan raut kesal dan angkuh dari wajahnya. Saat di ruangan BK, Bu Aini dan Pak Burhan secara intens menceramahi mereka. Telunjuk Pak Burhan berkali-kali menyasar ke arah wajah Bangun. Bangun Adighuna pun tidak menunjukkan rasa bersalahnya sama sekali sehingga Pak Burhan semakin meradang. Itu terlihat jelas di raut wajah Bangun.
“Ngaku! Siapa yang punya rokok ini?!” tanya tegas Pak Burhan.
“Saya, Pak!”
Ketiga orang yang berdiri tepat di depan Bu Aini dan Pak Burhan itu pun lantas menoleh ke sumber suara yang berasal dari Bangun Adighuna. Seharusnya mereka tidak perlu terkejut akan hal pengakuan yang dibuat oleh Bangun, karena bukan tanpa alasan Bangun diakui sebagai ketua geng The Huru secara aklimasi dan dia siap membela para anggotanya apapun yang terjadi terhadap mereka masing-masing.
“Saya sudah menduganya. Siang biang kerok sekolah ini. Siapa lagi yang terang-terangan berani menentang saya selain kamu, Bangun?” tunjuk Pak Burhan dengan raut wajah yang sangat marah.
“Bangun Adighuna, anak mantan ketua Komite Sekolah, adik dari Surya Adighuna yang selalu mengharumkan nama SMA Tunas Jaya. Kamu gak pernah kapok selalu mencoreng nama baik orangtua dan kakak kamu?!” lanjut Pak Burhan.
Seketika kedua belah tangan Bangun mengepal dengan kuat. Mata memerah karena menahan amarah dengan tatapannya menyasar ke wajah Pak Burhan yang baru saja mengucapkan kata-kata pamungkasnya untuk memancing amarah murka dari Bangun. Mereka bertatapan selama beberapa detik, sebelum Pak Burhan memutuskan kontak mata itu dengan gaya yang ditunujukan seolah berkuasa dan memiliki adidaya kewenangan untuk menghukum Bangun, siswanya yang bandel itu.
Bangun memang terkenal licin sperti belut yang sulit sekali ditangkap. Berkali-kali melakukan pelanggaran, tapi lebih sering lolos dari kejaran para guru di sekolah. Sesekali dia bisa bolos dari kelas tanpa terlacak baik dari guru maupun dari para siswa satu kelas dengannya. Sebenarnya dia kabur dengan memanjat pohon yang ada di belakang sekolah, lalu menyebrang lewat tembok yang tingginya kurang lebih dua meter. Kafe bernama Beard and Coffe’s itu tak jauh dari belakang sekolah, dan itulah tempatnya menghabiskan istirahat atau membolos pada jam pelajaran yang tidak dia sukai.
Biasanya dia melakukan itu sendirian saja tanpa teman-teman satu geng nya. Dan yang lain bertugas untuk melaporkan kejadian di sekolah. Namun, kali ini temen-temannya tidak mengikuti apa yang dikatakan oleh Bangun. Dan seharusnya mereka berhati-hati melewati jalur panjang menuju belakang tembok. Bangun menduga pasti mereka terlacak di layar monitor CCTV yang berada di belakang sekolah atau Pak Burhan dan Bu Aini memang sudah mengendus tempat itu dan merencanakan penggerebekan. Malangnya lagi, insiden bungkus rokok yang ditemukan turut memperparah keadaan.
“Bu-bukan, Pak! Sa-saya pelakunya!” Tiba-tiba saja Alan bersuara lantang di keheningan yang membuat yang lainnya terkejut.
“Saya, Pak! Saya yang punya rokok itu!” Pandu pun tak kalah ikut mengaku begitu pula dengan Joye.
“Apa-apaan kalian? Mau berusaha untuk melindungi Bangun? Yang sudah nyata-nyata nya salah? Iya ?!” ujar Pak Burhan.
“Tapi, beneran itu punya saya, Pak!” seru Pandu lagi dengan masih tertunduk.
“Itu punya saya, Pak!” Bangun pun tak kalah menyerukan pengakuan dan menyikut Pandu. Begitupun dengan Alan dan Joye bersuara sehingga suara mereka berempat menjadi saling beradu.
Pak Burhan dan Bu Aini pun saling pandang untuk beberapa detik. Dan Pak Burhan pun memutuskan untuk berdiskusi terhadap Bu Aini terkait dengan kasus mereka di ruangan lain dan berlalu.
“Kalian tetap di sini!” Suara tegas Pak Burhan menggema di ruangan BK itu.
“Thanks, guys. Bangun, Lan, Joye,” ujar Pandu lirih.
“Bro, gue jadi inget kejadian waktu itu yang menimpa kita,” Joye menimpali. “Ini bukan pertama kalinya lu ngelindungin kita, bro dari hukuman,” ujarnya lagi sambil menoleh ke arah Bangun.
Bangun menarik sudut bibirnya ke atas sekilas, seolah mengatakan bahwa begitulah yang seharusnya dilakukan oleh teman.
“Tapi ini kali pertama buat gue! Gimana kalau gue yang dihukum?” Alan pun masih tak percaya bahwa dia bisa melakukan pengakuan begitu untuk melindungi teman-temannya.
Bangun, Joye, dan Pandu pun menahan tawa melihat ekspersi wajah yang tampak pada Alan saat dia mengungkapkan hal itu di depan teman-temannya. Mereka semua takut akan suara tawa mereka terdengar dan membuat berisik sehingga Pak Burhan dan Bu Aini kembali memarahi mereka yang sedang melakukan diskusi di ruangan sebelah.
“Tenang, Lan. Lu mah muka polos, mana ada yang percaya kalau lu ngaku-ngaku itu punya lu dan ngerokok. Wong bibir lu aja merah muda, pink, kek anak bayi yang baru lahir,” ucap Bangun yang diselingi cekikikan para teman-temannya.
“Hei, kalian! Jangan membuat ribut di sana!” teriak Pak Burhan dari ruangan sebelah.
Mereka pun tetap tertawa tanpa suara sedikit pun.
Satu jam sebelum bell pulang sekolah berbunyi, mereka keluar dari ruangan Bimbingan Konseling. Mereka tidak ada yang mendapat surat peringatan atau surat pemanggilan orangtua. Bangun pun heran, tidak biasanya ini terjadi kepada mereka yang terbilang sudah melanggaran aturan berat di sekolahnya. Bu Aini hanya mengatakan agar mereka melaporkan diri ke ruangan Bimbingan Konseling besok pada pukul sembilan untuk melaksanakan hukuman. Tidak boleh telat.
“Besok, kalian harus melaporkan diri kembali ke ruangan ini pukul sembilan tepat! Tidak ada toleransi keterlambatan untuk yang terlambat melapor!” ujar Bu Aini tegas kepada Bangun dan teman-temannya.
“Baik, Bu!” Mereka semua kompak menyahuti perintah Bu Aini selaku guru Bimbingan Konseling di SMA Tunas Jaya.
Tapi, tidak dengan Bangun yang merasakan adanya kejanggalan di sini. Seketika Bangun mencium aroma-aroma rancangan pembalasan dendam atas nama “efek jera” untuk kejahatan yang mereka lakukan hari ini. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres dengan hari esok.
...****************...
Keesokan hari nya
Bangun, Pandu, Joye, dan Alan pun telah berada di posisi masing-masing, berdiri di depan pintu ruangan Bimbingan Konseling (BK) yang masih tertutup. Tak berselang lama, Pakde, salah satu staf kebersihan sekolah muncul di hadapan mereka.
“Kalian diperintahkan Pak Burhan untuk menemui beliau di tengah lapangan,” kata Pakde. “Jangan lupa siapin tenaga kalian.”
“Memangnya kita disuruh ngapain, Pakde?” tanya Alan polos.
Pakde terkekeh, lalu dia hanya menyuruh anak-anak itu agar buru-buru ke lapangan untuk menemui Pak Burhan sesuai perkataan yang disampaikan oleh Pakde.
Bangun pun berjalan lebih dulu di depan teman-temannya, sedangkan Pandu, Joye, dan Alan mengikuti tepat di belakangnya.
Sesampainya di sana, Pak Burhan menyambut mereka dengan senyuman yang penuh dengan kemenangan dan bahagia.
“Kalian baris yang rapi!” perintah Pak Burhan.
...****************...
yang baca tinggalkan jejak yaw...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments